بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Rabu, 10 Juli 2013

Zionisme Sebagai Gerakan Politik lnternasional Dalam Perspektif Historis



Assalamu Alaikum Wr. Wb

I.            Pendahuluan
          Asumsi bahwa zionisme sebagai gerakan religius kuno yang erat kaitannya dengan janji-janji Tuhan kepada Ibrahim a.s adalah sebuah stigma semata karena zionisme bukanlah gerakan ritual atau gerakan kuno yang muncul pada zaman Bani Israil. Ia tidak lain adalah gerakan politis yang tergantung pada tegak atau runtuhnya negara di Sinagoge Daud. Dengan meneliti kembali kata “Zion” itu sendiri kita tidak akan mendapatkan adanya kesepakatan yang menyatakan bahwa kata tersebut berasal dari bahasa Ibrani, bahkan mayoritas ahli bahasa mengokohkan kata tersebut berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari akar kata “Shoun” yang berarti penjagaan serta “Tahshin” yang berarti pembentengan. Yang dimaksud dalam bahasa Arab disini adalah penduduk asli Jazirah Arab yang berdomisili di bumi Palestina ratusan tahun sebelum eksodus yang dilakukan bangsa Ibrani. Zion adalah kata yang dalam bahsa Ibrani terkadang ditulis menggunakan huruf “S” atau “Z”, Zion adalah sebuah bukit (sebuah makam) di zaman Nabi Ibrahim a.s. Orang Yahudi sendiri tidak begitu antusias terhadapnya setelah menguasainya, bahkan disebutkan dalam Sifir Samoil II bahwa Daud a.s mengubah namanya menjadi Bait Daud, begitu pula keadaan bukit Zion sebelumnya tertawannya Babil. Namun setelah orang-orang yahudi menjadi tawanan, bukit Zion menjadi lambang kerinduan akan kembalinya tahta kerajaan kuno, sesuai dengan janji-janji Tuhan dalam buku-buku mereka, yang di interpretasikan dalam kepentingan-kepentingan politis yang terbatas di dalam kalangan keturunan Daud. Usaha-usaha mereka untuk mengintaerpretasikan janji-janji tersebut sehingga sesuai dengan kepentingan politik, seperti ketika janji yang diberikan kepada Ibrahim a.s telah mereka rekayasa sedemikian rupa sehingga seolah-olah hanya tertuju pada Ishak a.s dengan tujuan agar keturunan Nabi Ismail a.s tidak mendapatkan bagian. Tidak hanya itu mereka membatasi skupnya pada anak cucu Isra’il yang kemudian dipersempit pada kerajaan selatan tanpa mengikutkan kerajaan Utara. Jelaslah bahwa janji bukit Zion tak ubahnya sebuah janji politis yang tergantung pada kepentingan negara dan kuil yang dibangun dekatnya dan tidak ada hubungannya dengan akidah religius yang mencakup semua keturunan Ibrahim a.s.

II.         Permasalahan
Disini pemakalah ingin membatasi kajian ini hanya pada wilayah apakah zionisme merupakan gerakan politis ataukah gerakan religius kuno yang mereka klaim hingga dewasa ini?.

III.      Pembahasan
Pemakalah telah memamparkan secara sederhana fakta-fakta sejarah yang berhubungan dengan zionisme itu sendiri. Selanjutnya kita akan bahas pada pokok bahsan berikut ini.
Pada masa Isa Al Masih kaum Yahudi terpencar di seluruh penjuru negara Romawi dan menjadikan seluruh bagian yang kuat sebagai bagian negara mereka. Seorang filsuf Yahudi Alexandra yang bernama Pilon menyatakan, “orang-orang Yahudi, dikarenakan besarnya kuantitas mereka tidak berkumpul dalam satu tempat, mereka berpencar untuk mencari penghidupan di benua Eropa dan Asia, meskipun demikian mereka tetap menganggap Orsyiliam sebagai pusat kuil Tuhan yang suci seperti ibukota mereka, mereka juga mengklaim bahwa setiap jengkal tanah yang pernah ditempati oleh nenek moyang mereka adalah tanah mereka”. Kata ibukota yang dimaksud Pilon adalah metropolis yang berasal dari bahasa Yunani, “Metry” yang berarti ibu dan “Polis” yang berarti kota. Fakta-fakta menunjukkan bahwa zionisme modern tidaklah berbeda dengan saudara kandungnya terdahulu, keduanya adalah hasil rekayasa politis dan politisi, apapun sebab yang disandarkan padanya. Sebagian dari sebabnya, sesuai dengan yang disebutkan para ahli sejarah, ada tiga hal yang menjadi motivasi utama yaitu :
1.     penindasan
2.    munculnya konsep nasionalisme
3.    ambisi imperialisme.

A.   Isu Penindasan
Dalam gerakan politik kaum zionis telah menggunakan dakwaan sebagai sarana untuk mengekploitasi bangsa-bangsa di dunia dengan alasan kemanusiaan dan mempertahankan norma-norma kebebasan. Tidak kita pungkiri zionismelah yang bertanggungjawab atas adanya jurang pemisah dengan bangsa-bangsa lain di dunia sebab dari zaman dulu ia membagi dunia menjadi dua bagian yang saling berhadap-hadapan. Bagian pertama, bangsa Israel yang merupakan sebaik-baik ciptaan Tuhan, paling dekatnya mahluk kepadanya, tanpa sebab lain melainkan keturunan Israel. Yang kedua, bangsa-bangsa di dunia yang disebut dengan “Al-Goy Yiim” dan ini mencakup semua jenis bangsa yang ada di bumi ini. Ini tertulis dalam interpretasi terhadap kitab mereka dan wasiat yang lain menuliskan bagaimana mereka memperlakukan bangsanya sendiri dan bangsa-bangsa lain di dunia. Salah satu isi yang telah disadur dari Talmud Sulshan Araq yaitu : “walaupun tidak harus bagi seorang Yahudi membunuh seorang bangsa lain yang hidup berdamai bersamanya, namun sama sekali tidak diperbolehkan baginya untuk menyelamatkan kehidupan orang tersebut”. Adapun kenyataan bahwa zionisme selalu menindas orang-orang yang tidak sependapat dengannya”. Kita mendengar sebuah persaksian aktivis zionisme terkemuka yang sekaligus pemilik New York Times, ia mengatakan bahwa dirinya mengecam keras sistem kekerasan yang digunakan orang-orang zionis di Amerika Serikat, mereka menggunakan senjata ekonomi untuk menumbangkan para lawan politiknya, ia sendiri adalah seorang berkebangsaan Amerika yang menganut agama Yahudi yang seringkali mengalami tekanan-tekanan karena pemuatan berita-berita semacam itu. Hal lain yang dilakukan oleh zionis adalah usaha mereka untuk menggagalkan resolusi PBB tertanggal 29 November 1947, yang mana kita tahu bahwa resolusi tersebut telah menetapkan berdirinya dua negara di Palestina yaitu Israel dan Palestina. Oleh karena itu mereka melakukan teror, melancarkan aksi militer untuk menciptakan instabilitas di kawasan Palestina tersebut dan kemudian dijadikan alasan adanya ketidakamanan sehingga PBB menggugurkan ketetapan berdirinya negara Palestina dan hal ini masuk dalam koloni V zionisme. Koloni V ini adalah salah satu gerakan upaya penyusupan dalam lembaga-lembaga formal (dewan-dewan perwakilan). Contoh-contoh diatas cukup menguatkan argumentasi pemakalah bahwa zionisme yang berkembang saat ini adalah sebuah gerakan politis dan tidak menutup kemungkinan hal-hal lainnya yang menguatkan model penindasan yang dilakukan oleh zionis.

B.    Munculnya nasionalisme
Nasionalisme yang dalam pembahasan kita kali ini adalah bagaimana kaum Yahudi (zionizme) mendirikan sebuah negara yang berdaulat yang ditopang dengan jiwa-jiwa nasionalis kaum Yahudi yang ada di berbagai negara, terutama yang berada di negara-negara Dunia I. Pada abad 19 muncul ke permukaan dua masalah penting yang berhubungan dengan Yahudi terhadap era baru. Pertama, adalah masalah nasionalisme Yahudi karena masalah ini telah menjadi buah bibir di negeri-negeri yang di dalamnya terdapat kaum Yahudi seperti Polandia, Rumania, Spanyol dan Belanda, maka tentulah terlintas pada benak mereka untuk menuntut sebuah bangsa yang independen disamping sebuah negara yang akan dibantu dalam penguasaan oleh beberapa negara. Kedua, adalah masalah persamaan hak-hak umum, sebagian bangsa mengakui adanya persamaan ini. Akan tetapi sebagian lain menolak untuk menganggap kaum Yahudi termasuk nasionalis, karena nasionalisme tidak menerima kesetiaan kepada dua negara pada satu waktu, orang-orang Yahudi dimana saja mereka berada mulai meneriakkan sebuah tanah air bagi mereka. Pada periode ini buku yang diterbitkan oleh seorang Yahudi, Moritz Hees dengan judul “Roma Yerussalem” yang isinya secara keseluruhan berkisar pada perlunya mengakui bangsa Yahudi sebagai kaum nasionalis Yerussalem dan sebagai sentral mereka, sebagaimana Roma dijadikan sebagai sentral gereja dunia (dikutip dari buku Inilah Zionisme, oleh Abbas Mahmud, Desember 1996).
Ketika orang-orang Yahudi merasa bahwa mendirikan tanah air bukanlah persoalan yang begitu sukar, mereka menolak semua usaha kearah tersebut. Perhatian mereka mulai terpusatkan pada konsep Negara Yahudi karena mereka tidak puas atas sebuah tanah air yang hanya terbatas pada tempat tinggal, akan tetapi mereka hingga tahap ini masih dalam memilih tempat diantara Uganda di Afrika atau salah satu propinsi di Amerika Serikat, atau sebuah kawasan hitam antara Rusia dan Balkan. Salah satu organisasi Yahudi yang terkuat yaitu “Uquda Israel”  yang pada awalnya menentang keras konsep tanah air ini, namun setelah Perang Dunia I baru mengubah sikapnya mendukung konsep ini yang kemudian dirumuskan dengan jelas dalam Konferensi Paal di Swiss 1897 yang mengeluarkan keputusan menetapkan bahwa Zionisme adalah gerakan yang bertujuan untuk mendirikan sebuah tanah air yang sah dan diakui di Palestina bagi rakyat Yahudi. Konferensi ini juga menetapkan sarana-sarana yang cocok untuk mrealisasikan impian tersebut yaitu :
1.     meningkatkan taraf usaha tani, industri, niaga orang-orang Yahudi yang berdomisili di Palestina
2.    orang-orang Yahudi di seluruh dunia harus membentuk organisasi setempat atau menyesuaikan dengan undang-undang yang berlaku di setiap negara
3.    menguatkan kesadaran orang-orang Yahudi dimana saja mereka berada
4.    mengambil langkah pertama guna mendapatkan dukungan setia pemerintah.
Untuk lebih meningkatkan pelaksanaan haluan politiknya yang agresif, kaum zionis memerlukan langkah-langkah penyempurnann secara menyeluruh. Orang-orang Yahudi yang sudah terhimpun dalam berbagai organisasi dan disatukan dalam satu wadah besar yaitu Kongres Yahudi se-Dunia yang telah di bentuk sejak abad XVIII. Perubahan yang paling besar setelah Perang Dunia II adalah “mengalirnya” atau lebih tepatnya perpindahan orang-orang Yahudi dari berbagai negara ke Israel. Hingga akhir tahun 1991 saja tidak kurang dari Lima juta kaum perantau Yahudi pergi menetap ke Israel yang mereka sebut sebagai tanah leluhurnya. Sementara itu, masyarakat Yahudi yang memegang idelogi zionis di luar negeri yang sebagian telah menukar kewarganegaraan itu tetap memelihara hubungan dengan Israel. Sebaliknya, pemerintah Israel juga secara timbal balik melakukan berbagai usaha untuk melindungi masyarakat Yahudi di perantauan.

C.    Ambisi Imperialisme.
Dalam penjabaran kitab-kitab Yahudi yang ada memang mengatakan bahwa Yahudi adalah “masyarakat suci” yang memiliki kedekatan dengan Tuhan. Seperti yang kita ketahui, bahwa dalam masyarakat Yahudi sendiri terdapat adanya perpecahan, yaitu Yahudi yang masih memegang teguh nilai-nilai atau ajaran dalam agama mereka (Yahudi Religius) dan yang lainnya yaitu Yahudi yang memang memegang nilai-nilai hasil dari interpretasi-interpretasi terhadap kitab suci mereka (zionisme) sebagai ideologi yang berorientasi pada gerakan politik. Disini, Yahudi religius tetap berpendirian bahwa mereka harus mendapatkan Palestina untuk mendirikan sebuah kota suci mereka sedangkan zionisme disamping juga menginginkan sebuah negara yang merupakan basis utama pergerakan, mereka juga berpikir bahwa setelah mereka mandapatkan negara yang berdaulat mereka harus berupaya bagaimana negara mereka tersebut dapat tetap exist dalam percaturan politik dunia. Atas dasar inilah mengapa zionis berusaha untuk melakukan gerakan politik untuk menyebarkan hegemoninya terhadap negara-negara maju dengan menafikkan nilai-nilai religius.
Zionisme internasional adalah sebuah fakta yang sulit diingkari. Ia adalah sebuah kekuatan yang eksis ada dengan usaha-usaha dan pengaruhnya, dengan propaganda dan berita-beritanya. Langkah-langkah penting dari zionisme adalah mengeruhkan percaturanb politik dunia dan melimpahkan kekejaman pada bangsa-bangsa yang berperadaban dalam mencapai satu tujuan, yaitu mengancam dunia dengan manghancurkan tiang-tiang etika dan agama disamping mengikis habis kedaulatan ruhani agar supaya zionisme bisa menguasainya serta menyerahkan kepada makelar politik, para penimbun kekayaan dan budak-budak harta yang bersembunyi di belakang setiap jaringan keuangan dunia yang mayoritasnya dari bangsa Yahudi. Langkah-langkah yang diambil dalam mewujudkan imperialismenya antara lain adalah koloni dalam bidang politik dan ekonomi, sangat jarang seorang mata-mata dari negara-negara di dunia mampu menandingi kemampuan spionase zionis yang terkenal dengan jaringan yang luas. Meskipun jumlah penganut zionisme mancapai jutaan akan tetapi pekerjaan mereka hanya terbatas pada manager changer dan piutang, misalnya Soros. Profesi inilah yang mereka warisi secara turun menurun dari nenek moyang mereka, namun karena profesi inilah mereka mampu mengetahui rahasia-rahasia negara serta transaksi managerial, sebab usaha ini sangat butuh sekali kepada adanya suatu operasi pencarian rahasia karean sebuah rahasia tentang perang atau damai bisa memnuhi kas-kas orang-orang zionis dengan jutaan dollar. Pemakalah melihat bahwa bantuan-bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang seperti Indonesia, tidak luput dari penetrasi pemikiran kaum Yahudi yang menginginkan adanya ketergantungan-ketergantungan yang bisa dikatakan sebagai model penindasan yang baru, yang berimplikasi terhadap proses politik di negara berkembang. Bukankah keterpurukan ekonomi yang dialami negara berkembang khususnya Indonesia adalah pengaruh dari negara-negara maju dimana seorang Soros yang berdiam di salah satu negara maju tersebut yang kemudian melakukan intervensi terhadap pasar modal dan valuta asing dimana hal ini merupakan salah satu penyebab keterpurukan ekonomi negara berkembang, dimana mata uang sangat mengalami kemorosotan dalam perdagangan internasional. Jelaslah bahwa usaha-usaha semacam ini tidak hanya terbatas pada bisnisman-bisnisman zionis, bahkan bankir-bankir yang profesional atau bank-bank mewah banyak yang bukan milik usahawan zionis tetapi jaringan internasional hanya khusus milik kaum zionis. Di dunia ini tidak terdapat jaringan money changer yang dapat menyaingi jaringan zionisme. Bentuk yang lain adalah koloni-koloninya dalam dewan-dewan perwakilan, karena dengan menguasai dewan perwakilan, zionis mampu untuk menguasai negara-negara dimana mereka berada. Setelah Perang Dunia II berakhir orang-orang Yahudi berambisi menguasai dewan perwakilan Inggris, karena mereka yakin isu Palestina membutuhkan suara yang bisa didengar dari dewan tersebut. Di Cheko misalnya, zionis telah berhasil mengambil alih sumber kekayaan petani kecil dan sekaligus memegang kendali para petani tingkat atas lewat pemberian pinjaman dan lain-lain. Dengan ini ketika mereka duduk dalam sebuah dewan perwakilan, mereka bisa menyusupkan nilai-nilai imperialisme mereka yang tentunya menghasilkan sebuah kebijakan yang diharapkan mendukung gerakan politik zionisme.

IV.         Penutup
a.    Kesimpulan
Disini pemakalah menyimpulkan bahwa sebenarnya zionisme adalah gerakan politis bukan sebuah gerakan religius. Kalaupun sebagian kaum Yahudi mengklaim gerakan religius kuno akan tetapi dalam realitasnya terjadi sebuah hal yang kontardiktif dimana mereka dalam membangun tetap berlandaskan pada interpretasi dari kitab suci mereka tetapi interpretasi mereka itu justru sangat bertolakbelakang dengan ajaran kitab suci mereka yang sebenarnya dengan menafikkan nilai-nilai etika dalam kitab suci agama mereka.
b.    Saran-saran
Dalam kesempatan ini pemakalah hanya ingin mengajak masyarakat ilmiah untuk memahami fenomena atau fakta sosial hendaknya didasari oleh sebuah pemahaman sejarah sebagai salah satu faktor bagaimana kita lebih dekat pada tingkat validitas suatu obyek kajian sehingga tidak terjadi kesalahan dalam menganalisa fakta tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Francis Bacon bahwa “kesalahan dalam mengungkapkan realitas sejarah mengakibatkan kita jauh dari kebenaran”.       

                                                            Wassalamu ‘ala man ittaba’ al-huda

0 komentar:

Posting Komentar

Footer Widget 1

Sample Text

Text Widget

Footer Widget 3

Recent Posts

Download

Blogger Tricks

Blogger Themes

Diberdayakan oleh Blogger.

Footer Widget 2

Popular Posts