بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Kamis, 11 Juli 2013

Makalah Pandangan Hukum Islam Terhadap Harta dan Ekonomi



BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa ini masih terdapat anggapan bahwa Islam menghambat kemajuan. Beberapa kalangan mencurigai Islam sebagai factor penghambat pembangunan  (an obstacle to economic growth). Pandangan ini berasal dari para pemikir Barat. Meskipun demikian, tidak sedikit intelektual muslim yang juga menyakininya.
Kesimpulan yang agak tergesa-gesa ini hampir dapat dipastikan timbul karena kesalah pahaman terhadap Islam. Seolah-olah Islam merupakan agama yang hanya berkaitan dengan masalah ritual, bukan sebagai suatu system yang komprehensif dan mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk masalah pembangunan ekonomi serta industri perbankan sebagai salah satu motor penggerak roda perekonomian.
Manusia adalah khalifah di muka bumi. Islam memandang bahwa bumi dengan segala isinya merupakan amanah Allah kepada sang khalifah agar dipergunakan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan bersama. Untuk mencapai tujuan suci ini, Allah memberikan petunjuk melalui para rasul-Nya. Petunjuk tersebut meliputi segala sesuatu yang dibutuhkan manusia baik akidah, akhlak, maupun syariah.
Dua komponen pertama, akidah dan akhlak, bersifat konstan. Keduanya tidak mengalami perubahan apapun dengan berbedanya waktu dan tempat. Adapun syariah senantiasa berubah sesuai dengan kebutuhan dan taraf peradaban umat, yang berbeda-beda sesuai dengan masa rasul masing-masing. Hal ini diungkapkan dalam Al’Qur’an Surah Al-Maa’idah ayat 48 yang artinya “Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang“
Juga oleh Rasulullah saw, dalam suatu hadits, HR Bukhari, Abu Dawud, dan Ahmad yang artinya :
“Para rasul tak ubahnya bagaikan saudara sebapak, ibunya (syariahnya) berbeda-beda sedangkan dinnya (tauhidnya) satu “.
Oleh karena itu, syariah Islam sebagai suatu syariah yang dibawa oleh rasul terakhir, mempunyai keunikan tersendiri. Syariah ini bukan saja menyeluruh atau komprehensif,  tetapi juga universal. Karakter istimewa ini diperlukan sebab tidak akan ada syariah lain yang datang untuk menyempurnakannya.
Komprehensif berarti syariah Islam merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual (ibadah) maupun sosial (muamalah). Ibadah diperlukan untuk menjaga ketaatan dan keharmonisan hubungan manusia dengan Khaliq-nya. Ibadah juga merupakan sarana untuk mengingatkan secara kontinu tugas manusia sebagai khalifah-Nya di muka bumi ini. Adapun muamalah diturunkan untuk menjadi rules of the game atau aturan main manusia dalam kehidupan sosial. Kelengkapan system muamalah yang disampaikan Rasulullah saw.
Universal bermakna syariah Islam dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai Hari Akhir nanti. Universalitas ini tampak jelas terutama pada bidang muamalah. Selain mempunyai cakupan luas dan fleksibel, muamalah tidak membeda-bedakan antara muslim dan non muslim. Kenyataan ini tersirat dalam suatu ungkapan yang diriwayatkan oleh Sayyidina Ali, “ Dalam bidang muamalah kewajiban mereka adalah kewajiban kita dan hak mereka adalah hak kita. “
Sifat muamalah ini dimungkinkan karena Islam mengenal hal yang diistilahkan sebagai tsawabit wa mutaghayyirat. Dalam sektor ekonomi, misalnya yang merupakan prinsip adalah larangan riba, syistem bagi hasil, pengambilan keuntungan, pengenaan zakat, dan lain-lain. Adapun contoh variable adalah instrument-instrumen untuk melaksanakan prinsip-prinsip tersebut. Di antaranya adalah aplikasi prinsip jual beli dalam modal kerja, penerapan asas mudharabah dalam investasi atau penerapan bai’as-salam dalam pembangunan suatu proyek. Tugas cendekiawan muslim sepanjang zaman adalah mengembangkan teknik penerapan prinsip-prinsip tersebut dalam variabel-variabel yang sesuai dengan situasi dan kondisi pada setiap masa.
BAB II
PEMBAHASAN
1.    Pandangan Islam Terhadap Harta dan Ekonomi
Secara umum, tugas kekhalifahan manusia adalah tugas mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan dalam hidup dan kehidupan (Al-An’aam : 165) serta tugas pengabdian atau ibadah dalam arti luas (adz-Dzaariyaat : 56). Untuk menunaikan tugas tersebut, Allah SWT memberi manusia dua anugerah nikmat utama, yaitu manhaj al-hayat “ sistem kehidupan “ dan wasilah al-hayat “ sarana kehidupan .
Manhaj al-hayat adalah seluruh aturan kehidupan manusia yang bersumber kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Aturan tersebut berbentuk keharusan melakukan atau sebaiknya melakukan sesuatu, juga dalam bentuk larangan melakukan atau sebaliknya meninggalkan sesuatu. Aturan tersebut dikenal sebagai hukum lima, yakni wajib, sunnah, mubah, makruh, atau haram.
Aturan-aturan tersebut dimaksudkan untuk menjamin keselamatan manusia sepanjang hidupnya, baik yang menyangkut keselamatan agama, keselamatan diri (jiwa dan raga), keselamatan akal, keselamatan harta benda, maupun keselamatan nasab keturunan. Hal-hal tersebut merupakan kebutuhan pokok atau primer.
Pelaksanaan Islam sebagai way of life secara konsisten dalam semua kegiatan kehidupan, akan melahirkan sebuah tatanan kehidupan yang baik, sebuah tatanan yang disebut sebagai hayatan thayyibah (An-Nahl : 97).
Sebaliknya, menolak aturan itu atau sama sekali tidak memiliki keinginan mengaplikasikannya dalam kehidupan, akan melahirkan kekacauan dalam kehdupan sekarang, ma’isyatan dhanka atau kehidupan yang sempit, serta kecelakaan diakhirat nanti (Thaahaa : 124 – 126).
Aturan-aturan itu juga diperlukan untuk mengelola wasilah al-hayah atau segala sarana dan prasarana kehidupan yang diciptakan Allah SWT untuk kepentingan hidup manusia secara keseluruhan. Wasilah al-hayah ini dalam bentuk udara, air, tumbuh-tumbuhan, hewan ternak, dan harta benda lainnya yang berguna dalam kehidupan.
Sebagaimana dalam Surah Al-Baqarah ayat 29 yang artinya :
“Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan, dia Maha Mengetahui segala sesuatu “
Dari keterangan diatas, islam mempunyai pandangan yang jelas mengenai harta dan kegiatan ekonomi. Pandangan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1.      Pemilik mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini, termasuk harta benda, adalah Allah SWT. Kepemilikan oleh manusia hanya bersifat relativf, sebatas untuk melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuan-Nya.
2.      Status harta yang dimiliki manusia adalah sebagai berikut.
o    Harta sebagai amanah (titipan) dari Allah SWT. Manusia hanyalah pemegang amanah karena memang tidak mampu mengadakan benda dari tiada. Dalam bahasa Einstein, manusia tidak mampu menciptakan energi ; yang mampu manusia lakukan adalah mengubah dari satu bentuk energi ke bentuk energi lain. Pencipta awal segala energi adalah Allah SWT.
o    Harta sebagi perhiasan  hidup yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan. Manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk memiliki, menguasai, dan menikmati harta. Firman-Nya, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah lading. Itulah kesenangan hidup di dunia dan disisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Ali Imran : 14). Sebagai perhiasan hidup, harta sering menyebabkan keangkuhan, kesombongan, serta kebanggan diri (Al-‘Alaq : 6 – 7).
o    Harta sebagai ujian keimanan. Hal ini terutama menyangkut soal cara mendapatkan dan memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam ataukah tidak. (Al-Anfaal : 28)
o    Harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksanakan perintah-Nya dan melaksanakan muamalah di antara sesama manusia, melalui kegiatan zakat, infak dan sedekah. (At-Taubah : 41, 60 ; Ali Imran : 133-134).
3.      Pemilikan harta dapat dilakukan antara lain melalui usaha (a’mal) atau mata pencaharian (ma’isyah) yang halal dan sesuai dengan aturan-Nya. Banyak ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi yang mendorong umat manusia bekerja mencari nafkah secara halal.
4.      Dilarang mencari harta, berusaha, atau bekerja yang dapat melupakan kematian (At-Takaatsur : 1 – 2), melupakan dzikrullah (tidak ingat kepada Allah dengan segala ketentuan-Nya ) (Al-Munaafiquun ; 9 ), melupakan shalat dan zakat  (an-Nuur ; 37), dan memutuskan kekayaan hanya pada sekelompok orang kaya saja (al-Hasyr : 7).
5.      Dilarang menempuh usaha yang haram seperti melalui kegiatan riba (al-Baqarah : 273 – 281), perjudian, berjual beli barang yang dilarang atau haram (al-Maa’idah : 90-91), mencuri, merampok, penggasaban (al-Maa’idah : 38 ), curang dalam takaran dan timbangan (al-Muthaffifiin : 1 – 6) melalui cara-cara yang batil dan merugikan (al-Baqarah : 188 ), dan melalui suap-menyuap (HR Imam Ahmad ).
2.    Nilai-nilai Sistem Perekonomian Islam
a.    Perekonomian Masyarakat Luas, Bukan Hanya Masyarakat Muslim Akan Menjadi Baik Bila Menggunakan kerangka Kerja atau Acuan Norma-Norma Islami.
Banyak ayat Al-Qur’an yang menyerukan penggunaan kerangka kerja perekonomian Islam, diantaranya Aurah Al-Baqarah ayat 60 dan Al-Maa’idah ayat 87 – 88 yang semua ayatnya merupakan penentuan dasar pikiran dari pesan Al-Qur’an dalam bidang ekonomi. Dari ayat-ayat tersebut dapat dipahami bahwa Islam mendorong penganutnya untuk menikmati karunia yang telah diberikan oleh Allah. Karunia tersebut harus didayagunakan untuk meningkatkan pertumbuhan, baik  materi maupun non materi.
Islam juga mendorong penganutnya berjuang untuk mendapatkan materi atau harta dengan berbagai cara, asalkan mengikuti rambu-rambu yang telah ditetapkan.
b.   Keadilan dan Persaudaraan Menyeluruh
Islam bertujuan untuk membentuk masyarakat dengan tatanan sosial yang solid. Dalam tatanan itu, setiap individu diikat oleh persudaraan dan kasih saying bagai satu keluarga. Sebuah persaudaraan yang universal dan tak diikat batas geografis.
Keadilan dalam Islam memiliki implikasi sebagai berikut :
—  Keadilan Sosial
Islam menganggap umat manusia sebagai suatu keluarga. Karenanya, semua anggota keluarga ini mempunyai derajat yang sama di hadapan  Allah. Hukum Allah tidak membedakan yang kaya dan yang miskin, demikian juga tidak membedakan yang hitam dan yang putih. Secara sosial, nilai yang membedakan satu dengan yang lain adalah ketakwaan, ketulusan hati, kemampuan dan pelayanannya pada manusia.
—  Keadilan Ekonomi
Konsep persaudaraan dan perlakuan yang sama bagi setiap individu dalam masyarakat dan dihadapan hukum harus diimbangi oleh keadilan ekonomi. Tanpa pengimbangan tersebut, sosial kehilangan makna. Dengan keadilan ekonomi, setiap individu akan mendapatkan haknya sesuai dengan kontribusi masing-masing kepada masyarakat. Setiap individu pun harus terbebaskan dari eksploiasi individu lainnya. Islam dengan tegas melarang seorang muslim merugikan orang lain.
Peringatan akan ketidakadilan dan eksploitasi ini dimaksudkan untuk melindungi hak-hak individu dalam masyarakat, juga untuk meningkatkan kiesejahteraan umum sebagai tujuan utama Islam.
c.    Keadilan Distribusi Pendapatan
Kesenjangan pendapatan dan kekayaan alam yang ada dalam masyarakat, berlawanan dengan semangat serta komitmen Islam terhadap persaudaraan dan keadilan sosial ekonomi. Kesenjangan harus diatasi dengan menggunakan cara yang ditekankan Islam. Diantaranya adalah dengan cara-cara berikut ini.
Pertama :
-          Menghapuskan monopoli, kecuali oleh pemerintah, untuk bidang-bidang tertentu.
-          Menjamin hak dan kesempatan semua pihak untuk aktif dalam proses ekonomi, baik produksi, distribusi, sirkulasi maupun konsumsi.
-          Menjamin basic needs fulfillment ( pemenuhan kebutuhan dasar hidup ) setiap anggota masyarakat.
-          Melaksanakan amanah at-takaaful al-ijtima’I social economic security insurance dimana yang mampu menanggung dan membantu yang tidak mampu.
Dengan cara itu, standar kehidupan setiap individu akan lebih terjamin. Sisi manusiawi dan kehormatan setiap individu akan lebih terjaga sesuai dengan martabatnya yang yang telah melekat pada manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi.
Kedua :
Islam membenarkan seorang memilih kekayaan lebih dari yang lain sepanjang kekayaan tersebut diperoleh secara benar dan yang bersangkutan telah menunaikan kewajibannya bagi kesejahteraan masyarakat, baik dalam bentuk zakat maupun amal kebajikan lain seperti infak dan sedekah. Meskipun demikian, Islam sangat menganjurkan golongan yang kaya untuk tetap tawadhu dan tidak pamer.
Jika seluruh ajaran Islam (termasuk pelaksanaan syariah serta norma keadilan) diterapkan, kesenjangan kekayaan serta pendapatan yang mencolok tidak akan terjadi di dalam masyarakat.
d.   Kebebasan Individu dalam Konteks Kesejahteraan Sosial
Pilar terpenting dalam keyakinan seorang muslim adalah kepercayaan bahwa manusia diciptakan  oleh Allah. Ia tidak tunduk kepada siapa pun kecuali kepada Allah (ar-Ra’d : 36 dan Luqman : 32). Ini merupakan dasar bagi Piagam Kebebasan Islam dari segala bentuk perbudakan. Menyangkut hal ini Al Qur’an  tegas menyatakan bahwa tujuan utama dari misi kenabian Muhammad adalah melepaskan manusia dari beban dan rantai yang membelenggunya (Al-A’raaf : 157).
Konsep Islam amat jelas. Manusia dilahirkan merdeka. Karenanya, tidak ada seorang pun bahkan Negara manapun yang berhak mencabut kemerdekaan tersebut dan membuat hidup manusia terikat. Dalam konsep ini, setiap individu berhak menggunakan kemerdekaannya tersebut sepanjang tetap berada dalam kerangka norma-norma islami. Dengan kata lain, sepanjang kebebasan tersebut dapat dipertanggungjawabkan, baik secara sosial maupun dihadapan Allah.
Kebebasan individu dalam kerangka etika Islam diakui selama tidak bertentangan dengan kepentingan sosial yang lebih besar atau sepanjang individu itu tidak melangkahi hak-hak orang lain.
BAB III
KESIMPULAN
Islam membenarkan seorang memilih kekayaan lebih dari yang lain sepanjang kekayaan tersebut diperoleh secara benar dan yang bersangkutan telah menunaikan kewajibannya bagi kesejahteraan masyarakat, baik dalam bentuk zakat maupun amal kebajikan lain seperti infak dan sedekah. Meskipun demikian, Islam sangat menganjurkan golongan yang kaya untuk tetap tawadhu dan tidak pamer.
Islam juga mendorong penganutnya berjuang untuk mendapatkan materi atau harta dengan berbagai cara, asalkan mengikuti rambu-rambu yang telah ditetapkan. Dilarang mencari harta, berusaha, atau bekerja yang dapat melupakan kematian (At-Takaatsur : 1 – 2), melupakan dzikrullah (tidak ingat kepada Allah dengan segala ketentuan-Nya ) (Al-Munaafiquun ; 9), melupakan shalat dan zakat  (an-Nuur ; 37), dan memutuskan kekayaan hanya pada sekelompok orang kaya saja (al-Hasyr : 7).
Konsep Islam amat jelas. Manusia dilahirkan merdeka. Karenanya, tidak ada seorang pun bahkan Negara manapun yang berhak mencabut kemerdekaan tersebut dan membuat hidup manusia terikat. Dalam konsep ini, setiap individu berhak menggunakan kemerdekaannya tersebut sepanjang tetap berada dalam kerangka norma-norma islami. Dengan kata lain, sepanjang kebebasan tersebut dapat dipertanggungjawabkan, baik secara sosial maupun dihadapan Allah.
Kebebasan individu dalam kerangka etika Islam diakui selama tidak bertentangan dengan kepentingan sosial yang lebih besar atau sepanjang individu itu tidak melangkahi hak-hak orang lain.

DAFTAR  PUSTAKA
Islamic Banking, Bank Syariah dari Teori Ke Praktik. Muhammad Syafi’i Antonio, Gema Inzani bekarja sama dengan Tazkia Cendekia, Jakarta 2001

Rabu, 10 Juli 2013

Kuliah Hukum Internasional



PRINSIP-PRINSIP POKOK HUKUM INTERNASIONAL

Untuk memahami atau mengerti dengan sebaik-baiknya prinsip-prinsip pokok Hukum Internasional, maka pertama-tama harus diketahui apa yang menjadi definisi atau batasan dari Hukum Internasional itu sendiri. Definisi atau batasannya bukan sesuatu yang bersifat statis, melainkan bersifat dinamis sebab batasan atau pengertiannya senantiasa harus disesuaikan dengan dinamika dan kebutuhan masyarakat internasional tempat di mana hukum internasional itu tumbuh, berkembang dan berlaku. J.G. Starke dalam bukunya Stark”s International Law mengemukakan definisi Hukum Internasional (International Law) sebagai berikut : Hukum Internasional adalah sekumpulan hukum yang untuk sebagian besar terdiri dari azas-azas dan peraturan-peraturan tingkah laku di mana negara-negara itu sendiri merasa terikat dan menghormatinya, dan dengan demikian mereka (negara-negara) itu juga harus menghormati atau mematuhinya dalam hubungannya satu sama lain, dan yang juga mencakup : a) peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan berfungsinya lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi internasional, hubungan antara organisasi internasional dengan organisasi internasional lainnya, hubungan antara organisasi internasional dengan negara serta hubungan antara organisasi internasional dengan individu ; b) peraturan-peraturan hukum tertentu yang berkenaan dengan individu-individu dan subyek-subyek hukum bukan negara (non state entities) sejauh hak-hak dan kewajiban individu dan subyek hukum bukan negara itu bersangkut paut dengan persoalam masyarakat internasional. Definisi ini melampaui definisi tradisional tentang hukum internasional sebagai sebuah system yang semata-mata terdiri dari aturan-aturan yang mengatur hubungan antarnegara semata-mata. Batasan yang bersifat tradisional seperti itu yang hanya dibatasi pada tingkah laku negara-negara dalam hubungannya satu sama lain dapat ditemukan dalam kebanyakan karya tulisan hukum internasional lama yang digunakan sebagai standar, tetapi dilihat dari segi perkembangan hukum internasional selama lima puluh tahun terakhir, definisi tradisional tersebut tidak memberikan gambaran komprehensif mengenai semua aturan yang kini diakui menjadi bagian dari hukum internasional itu sendiri. Perkembangan Hukum Internasional yang terjadi selama beberapa dasawarsa terutama menyangkut : a) pembentukan sejumlah besar lembaga-lembaga atau organisasi internasional yang bersifat permanent seperti misalnya Perserikatan Bangsa-Bangsa serta Badan-Badan Khusus PBB (Specialized Agencies) yang dianggap memiliki international legal personality dan dianggap dapat mengadakan hubungan satu sama lain maupun mengadakan hubungan dengan negara; b) adanya gerakan yang disponsori atau diprakarsai oleh PBB dan Dewan Eropa (Council of Europe) guna melindungi hak-hak azasi manusia serta kebebasan fundamental dari individu, terbentuknya aturan-aturan atau kaidah-kaidah guna menghukum orang-orang yang melakukan kejahatan internasional seperti genosida (genocide) atau kejahatan pemusnahan ras (lihat Genocide Convention 1948 yang berlaku pada tahun 1951) serta dibebankannya kewajiban pada individu berdasarkan keputusan dari Tribunal Militer Internasional di Nuremberg atau disebut pula Peradilan Nuremberg tahun 1946 yang menetapkan kejahatan terhadap perdamaian dunia (crimes against peace), kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) serta konspirasi untuk melakukan kejahatan-kejahatan seperti itu sebagai kejahatan internasional ; c) Pembentukan Mahkamah Kriminal Internasional (International Criminal Court atau disingkat ICC) yang bekedudukan di Den Haag berdasarkan Statuta Roma yang ditandatangani pada tahun 1993 dan kemudian telah berlaku sejak tahun 2002. Berdasarkan Statuta Roma, siapapun yang terlibat dalam kejahatan terhadap perdamaian dunia, kejahatan perang, kejahatan kemanusiaan, kejahatan genosida ataupun berbagai kejahatan kemanusiaan lainnya seperti kejahatan terorisme dapat diajukan ke depan ICC tanpa melihat apakan mereka adalah Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, pejabat tinggi negara ataupun pejabat militer, tetapi harus diingat bahwa yurisdiksi ICC ini baru bisa diakses setelah semua upaya hukum setempat tidak berhasil dalam mewujudkan keadilan terhadap keluarga korban. d) Terbentuknya mahkamah kriminal internasional yang bersifat adhoc, seperti misalnya apa yang dinamakan The InternationalCriminal Tribunal for the Former Yugoslav (ICTY) dan The International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR) yang bertujuan untuk mengadili individu-individu yang terlibat dalam berbagai kejahatan kemanusiaan tanpa menghiraukan apakah mereka kepala negara, kepala pemerintahan, pejabat tinggi negara atau pemerintahan baik dari kalangan sipil maupun militer. Namun pembentukannya tidak didasarkan pada Statuta Roma. melainkan pada Resolusi Dewan Keamanan PBB pada tahun 1993 dan 1994. e) Pembentukan Uni Eropa (European Union) berdasarkan perjanjian internasional yang disebut Perjanjian Mastricht pada tahun 1990 an yang merupakan kesepakatan dari sebagian besar dari negara-negara di Benua Eropa untuk membentuk dan menerapkan Sistem Pasar Tunggal dan menggunakan Mata Uang Euro sebagai Mata Uang Tunggal; e) Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara yang terbentuk melalui Deklarasi ASEAN tahun 1967 dengan tujuan untuk meningkatkan kerjasama dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya dan bukan dalam bidang politik dan militer, yang dewasa ini telah berkembang sedemikian rupa sehingga selain jumlah anggotanya telah bertambah dari 5 menjadi 10, juga negara-negara anggotanya dewasa ini telah berhasil dalam menyusun dan merumuskan apa yang disebut Piagam ASEAN. Piagam ini akan terdiri dari Pembukaan dan 12 pasal. Pasal 1 mengatur tentang Tujuan dan Prinsip-prinsip dari Organisasi ASEAN. Pasal 2 mengenai Status Hukum (LegalPersonality) dari Organisasi ASEAN. Pasal 3 mengenai Keanggotaan ( Membership). Pasal 4 mengenai Organ-Organ (Organs). Pasal 5 mengenai berbagai kekebalan dan hak-hak istimewa yang melekat pada Organisasi ASEAN (Immunities and Privileges). Pasal 6 mengenai Pengambilan Keputusan (Decision Making) oleh Organisasi ini. Pasal 7 mengenai Penyelesaian Sengketa (Dispute Settelement). Pasal 8 mengenai Anggaran dan Keuangan (Budget and Finance). Pasal 9 mengenai Administrasi dan Prosedur (Administration and Procedure). Pasal 10 mengenai Identitas dan Simbol (Identity and Symbol). Pasal 11 mengenai Hubungan Eksternal (External Relations). Pasal 12 mengenai Ketentuan Umum dan Ketentuan Penutup (General and Final Provisions). ASEAN mempunyai tekad kuat untuk memiliki sebuah landasan hukum yang kuat bagi organisasi 10 negara di wilayah Asia Tenggara. Betapapun alotnya pembahasan piagam tersebut, para Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan sudah menetapkan Piagam ASEAN itu sudah harus ditandatangani pada KTT ASEAN tahun 2007 di Singapura atau pada akhir tahun 2007 ini. Piagam ASEAN ini akan memberikan status hukum yang jelas bagi ASEAN sehingga dapat mentransformasikan ASEAN menjadi sebuah organisasi yang berlandaskan aturan. Piagam ASEAN juga akan memberikan kerangka hukum untuk mencapai atau mewujudkan KomunitasASEAN, sekaligus menegaskan tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip ASEAN. Piagam ASEAN ini diharapkan pula dapat menjadi pedoman dalam menyelesaikan pesengketaan yang mungkin terjadi di antara para anggotanya di kemudian hari. Di samping itu yang terpenting adalah membuat Organisasi ASEAN memiliki kemampuan yang lebih besar untuk menghadapi tantangan-tantangan tradisional maupun nontradisional. Demikian antara lain lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi internasional yang terbentuk memberikan kontribusi yang sangat besar dalam proses pembentukan dan pengembangan hukum internasional masa kini sebab semuanya ini memiliki kapasitas atau kemampuan untuk berinteraksi dan mengadakan hubungan baik dengan sesama organisasi atau lembaga internasional maupun dengan negara serta individu. Selanjutnya Mochtar Kusumaatmadja dalam bukunya Pengantar Hukum Internasional menyatakan Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan azas-azas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara-negara (hubungan internasional) antara negara dengan negara, antara negara dengan subyek hukum lain yang bukan negara, ataupun antara subyek hukum lain bukan negara satu sama lainnya.
Definisi Hukum Internasional sebagaimana dipaparkan di atas pada hakekatnya menunjukkan pengertian yang sama (walaupun dengan rumusan yang berbeda) karena definisi tersebut secara jelas memberikan gambaran mengenai subyek-subyek hukum internasional atau pelaku-pelaku atau aktor-aktor dalam masyarakat internasional. Subyek-subyek hukum ini tidak hanya terbatas pada negara saja kendatipun negara adalah merupakan subyek utama dalam hukum internasional, namun negara bukan satu-satunya sebagai subyek hukum internasional karena di samping negara, juga ternyata ada subyek-subyek hukum internasional lain seperti lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi internasional, subyek-subyek hukum yang bukan negara yang sangat bevariasi dan beranekaragam dan juga individu yang juga memiliki hak-hak serta kewajiban internasional yang didasarkan atas hukum internasional. Selain memberikan deskripsi mengenai subyek-subyek hukum internasional, juga definisi tersebut di atas mendeskripsikan bahwa subyek-subyek hukum itu dapat melakukan interaksi atau hubungan satu sama lain, baik hubungan antara negara dengan negara, negara dengan organisasi internasional, organisasi internasional yang satu dengan organisasi internasional lainnya, negara ataupun organisasi internasional dengan subyek hukum lain seperti pihak belligerensi, korporasi (nasional dan multinasional) maupun individu, semuanya ini dapat menjadi aktor-aktor penting dalam masyarakat dunia yang dapat memberikan kontribusi dalam pembentukan kaidah-kaidah hukum internasional. Melalui hubungan yang dilakukan oleh subyek-subyek hukum internasional baik hubungan antarsesama subyek hukum internasional maupun hubungan dengan yang bukan sesamanya, pada akhirnya akan melahirkan azas-azas serta kaidah-kaidah hukum interna sional.
Segala hal yang telah diuraikan di atas terkait dengan batasan hukum internasional khususnya batasan hukum internasional yang dikemukakan oleh J.G. Starke adalah sejalan dengan apa yang pernah dikemukakan oleh Komar Kantaatmaja bahwa pendekatan hukum internasional modern melihat permasalahannya dari dua macam pendekatan, yakni dari pendekatan statik serta pendekatan dinamik. Pendekatan statik dalam hukum internasional melihat dari segi teoretik doktriner dan interpretasi yang diciptakan dari sejarah pembentukannya dan segala perangkat yang berkaitan dengan permasalahan tersebut. Pendekatan dinamik melihat dari bagaimana sebuah konsep berkembang dari bentuk asalnya menjadi bentuk masa kini yang sesuai dengan dinamika perkembangan dan kebutuhan masyarakat internasional masa kini. Oleh karena itu perkembangan dinamik ini memberi ciri dan bentuk baru terhadap berbagai aspek kehidupan dari masyarakat internasional sekarang dalam perkembangannya menuju suatu perangkat kaidah hukum internasional masa mendatang (lihat Komar Kantaatmadja, “Evolusi Hukum Kebiasaan Internasional”, 1988, Hlm.1).

Zionisme Sebagai Gerakan Politik lnternasional Dalam Perspektif Historis



Assalamu Alaikum Wr. Wb

I.            Pendahuluan
          Asumsi bahwa zionisme sebagai gerakan religius kuno yang erat kaitannya dengan janji-janji Tuhan kepada Ibrahim a.s adalah sebuah stigma semata karena zionisme bukanlah gerakan ritual atau gerakan kuno yang muncul pada zaman Bani Israil. Ia tidak lain adalah gerakan politis yang tergantung pada tegak atau runtuhnya negara di Sinagoge Daud. Dengan meneliti kembali kata “Zion” itu sendiri kita tidak akan mendapatkan adanya kesepakatan yang menyatakan bahwa kata tersebut berasal dari bahasa Ibrani, bahkan mayoritas ahli bahasa mengokohkan kata tersebut berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari akar kata “Shoun” yang berarti penjagaan serta “Tahshin” yang berarti pembentengan. Yang dimaksud dalam bahasa Arab disini adalah penduduk asli Jazirah Arab yang berdomisili di bumi Palestina ratusan tahun sebelum eksodus yang dilakukan bangsa Ibrani. Zion adalah kata yang dalam bahsa Ibrani terkadang ditulis menggunakan huruf “S” atau “Z”, Zion adalah sebuah bukit (sebuah makam) di zaman Nabi Ibrahim a.s. Orang Yahudi sendiri tidak begitu antusias terhadapnya setelah menguasainya, bahkan disebutkan dalam Sifir Samoil II bahwa Daud a.s mengubah namanya menjadi Bait Daud, begitu pula keadaan bukit Zion sebelumnya tertawannya Babil. Namun setelah orang-orang yahudi menjadi tawanan, bukit Zion menjadi lambang kerinduan akan kembalinya tahta kerajaan kuno, sesuai dengan janji-janji Tuhan dalam buku-buku mereka, yang di interpretasikan dalam kepentingan-kepentingan politis yang terbatas di dalam kalangan keturunan Daud. Usaha-usaha mereka untuk mengintaerpretasikan janji-janji tersebut sehingga sesuai dengan kepentingan politik, seperti ketika janji yang diberikan kepada Ibrahim a.s telah mereka rekayasa sedemikian rupa sehingga seolah-olah hanya tertuju pada Ishak a.s dengan tujuan agar keturunan Nabi Ismail a.s tidak mendapatkan bagian. Tidak hanya itu mereka membatasi skupnya pada anak cucu Isra’il yang kemudian dipersempit pada kerajaan selatan tanpa mengikutkan kerajaan Utara. Jelaslah bahwa janji bukit Zion tak ubahnya sebuah janji politis yang tergantung pada kepentingan negara dan kuil yang dibangun dekatnya dan tidak ada hubungannya dengan akidah religius yang mencakup semua keturunan Ibrahim a.s.

II.         Permasalahan
Disini pemakalah ingin membatasi kajian ini hanya pada wilayah apakah zionisme merupakan gerakan politis ataukah gerakan religius kuno yang mereka klaim hingga dewasa ini?.

III.      Pembahasan
Pemakalah telah memamparkan secara sederhana fakta-fakta sejarah yang berhubungan dengan zionisme itu sendiri. Selanjutnya kita akan bahas pada pokok bahsan berikut ini.
Pada masa Isa Al Masih kaum Yahudi terpencar di seluruh penjuru negara Romawi dan menjadikan seluruh bagian yang kuat sebagai bagian negara mereka. Seorang filsuf Yahudi Alexandra yang bernama Pilon menyatakan, “orang-orang Yahudi, dikarenakan besarnya kuantitas mereka tidak berkumpul dalam satu tempat, mereka berpencar untuk mencari penghidupan di benua Eropa dan Asia, meskipun demikian mereka tetap menganggap Orsyiliam sebagai pusat kuil Tuhan yang suci seperti ibukota mereka, mereka juga mengklaim bahwa setiap jengkal tanah yang pernah ditempati oleh nenek moyang mereka adalah tanah mereka”. Kata ibukota yang dimaksud Pilon adalah metropolis yang berasal dari bahasa Yunani, “Metry” yang berarti ibu dan “Polis” yang berarti kota. Fakta-fakta menunjukkan bahwa zionisme modern tidaklah berbeda dengan saudara kandungnya terdahulu, keduanya adalah hasil rekayasa politis dan politisi, apapun sebab yang disandarkan padanya. Sebagian dari sebabnya, sesuai dengan yang disebutkan para ahli sejarah, ada tiga hal yang menjadi motivasi utama yaitu :
1.     penindasan
2.    munculnya konsep nasionalisme
3.    ambisi imperialisme.

A.   Isu Penindasan
Dalam gerakan politik kaum zionis telah menggunakan dakwaan sebagai sarana untuk mengekploitasi bangsa-bangsa di dunia dengan alasan kemanusiaan dan mempertahankan norma-norma kebebasan. Tidak kita pungkiri zionismelah yang bertanggungjawab atas adanya jurang pemisah dengan bangsa-bangsa lain di dunia sebab dari zaman dulu ia membagi dunia menjadi dua bagian yang saling berhadap-hadapan. Bagian pertama, bangsa Israel yang merupakan sebaik-baik ciptaan Tuhan, paling dekatnya mahluk kepadanya, tanpa sebab lain melainkan keturunan Israel. Yang kedua, bangsa-bangsa di dunia yang disebut dengan “Al-Goy Yiim” dan ini mencakup semua jenis bangsa yang ada di bumi ini. Ini tertulis dalam interpretasi terhadap kitab mereka dan wasiat yang lain menuliskan bagaimana mereka memperlakukan bangsanya sendiri dan bangsa-bangsa lain di dunia. Salah satu isi yang telah disadur dari Talmud Sulshan Araq yaitu : “walaupun tidak harus bagi seorang Yahudi membunuh seorang bangsa lain yang hidup berdamai bersamanya, namun sama sekali tidak diperbolehkan baginya untuk menyelamatkan kehidupan orang tersebut”. Adapun kenyataan bahwa zionisme selalu menindas orang-orang yang tidak sependapat dengannya”. Kita mendengar sebuah persaksian aktivis zionisme terkemuka yang sekaligus pemilik New York Times, ia mengatakan bahwa dirinya mengecam keras sistem kekerasan yang digunakan orang-orang zionis di Amerika Serikat, mereka menggunakan senjata ekonomi untuk menumbangkan para lawan politiknya, ia sendiri adalah seorang berkebangsaan Amerika yang menganut agama Yahudi yang seringkali mengalami tekanan-tekanan karena pemuatan berita-berita semacam itu. Hal lain yang dilakukan oleh zionis adalah usaha mereka untuk menggagalkan resolusi PBB tertanggal 29 November 1947, yang mana kita tahu bahwa resolusi tersebut telah menetapkan berdirinya dua negara di Palestina yaitu Israel dan Palestina. Oleh karena itu mereka melakukan teror, melancarkan aksi militer untuk menciptakan instabilitas di kawasan Palestina tersebut dan kemudian dijadikan alasan adanya ketidakamanan sehingga PBB menggugurkan ketetapan berdirinya negara Palestina dan hal ini masuk dalam koloni V zionisme. Koloni V ini adalah salah satu gerakan upaya penyusupan dalam lembaga-lembaga formal (dewan-dewan perwakilan). Contoh-contoh diatas cukup menguatkan argumentasi pemakalah bahwa zionisme yang berkembang saat ini adalah sebuah gerakan politis dan tidak menutup kemungkinan hal-hal lainnya yang menguatkan model penindasan yang dilakukan oleh zionis.

B.    Munculnya nasionalisme
Nasionalisme yang dalam pembahasan kita kali ini adalah bagaimana kaum Yahudi (zionizme) mendirikan sebuah negara yang berdaulat yang ditopang dengan jiwa-jiwa nasionalis kaum Yahudi yang ada di berbagai negara, terutama yang berada di negara-negara Dunia I. Pada abad 19 muncul ke permukaan dua masalah penting yang berhubungan dengan Yahudi terhadap era baru. Pertama, adalah masalah nasionalisme Yahudi karena masalah ini telah menjadi buah bibir di negeri-negeri yang di dalamnya terdapat kaum Yahudi seperti Polandia, Rumania, Spanyol dan Belanda, maka tentulah terlintas pada benak mereka untuk menuntut sebuah bangsa yang independen disamping sebuah negara yang akan dibantu dalam penguasaan oleh beberapa negara. Kedua, adalah masalah persamaan hak-hak umum, sebagian bangsa mengakui adanya persamaan ini. Akan tetapi sebagian lain menolak untuk menganggap kaum Yahudi termasuk nasionalis, karena nasionalisme tidak menerima kesetiaan kepada dua negara pada satu waktu, orang-orang Yahudi dimana saja mereka berada mulai meneriakkan sebuah tanah air bagi mereka. Pada periode ini buku yang diterbitkan oleh seorang Yahudi, Moritz Hees dengan judul “Roma Yerussalem” yang isinya secara keseluruhan berkisar pada perlunya mengakui bangsa Yahudi sebagai kaum nasionalis Yerussalem dan sebagai sentral mereka, sebagaimana Roma dijadikan sebagai sentral gereja dunia (dikutip dari buku Inilah Zionisme, oleh Abbas Mahmud, Desember 1996).
Ketika orang-orang Yahudi merasa bahwa mendirikan tanah air bukanlah persoalan yang begitu sukar, mereka menolak semua usaha kearah tersebut. Perhatian mereka mulai terpusatkan pada konsep Negara Yahudi karena mereka tidak puas atas sebuah tanah air yang hanya terbatas pada tempat tinggal, akan tetapi mereka hingga tahap ini masih dalam memilih tempat diantara Uganda di Afrika atau salah satu propinsi di Amerika Serikat, atau sebuah kawasan hitam antara Rusia dan Balkan. Salah satu organisasi Yahudi yang terkuat yaitu “Uquda Israel”  yang pada awalnya menentang keras konsep tanah air ini, namun setelah Perang Dunia I baru mengubah sikapnya mendukung konsep ini yang kemudian dirumuskan dengan jelas dalam Konferensi Paal di Swiss 1897 yang mengeluarkan keputusan menetapkan bahwa Zionisme adalah gerakan yang bertujuan untuk mendirikan sebuah tanah air yang sah dan diakui di Palestina bagi rakyat Yahudi. Konferensi ini juga menetapkan sarana-sarana yang cocok untuk mrealisasikan impian tersebut yaitu :
1.     meningkatkan taraf usaha tani, industri, niaga orang-orang Yahudi yang berdomisili di Palestina
2.    orang-orang Yahudi di seluruh dunia harus membentuk organisasi setempat atau menyesuaikan dengan undang-undang yang berlaku di setiap negara
3.    menguatkan kesadaran orang-orang Yahudi dimana saja mereka berada
4.    mengambil langkah pertama guna mendapatkan dukungan setia pemerintah.
Untuk lebih meningkatkan pelaksanaan haluan politiknya yang agresif, kaum zionis memerlukan langkah-langkah penyempurnann secara menyeluruh. Orang-orang Yahudi yang sudah terhimpun dalam berbagai organisasi dan disatukan dalam satu wadah besar yaitu Kongres Yahudi se-Dunia yang telah di bentuk sejak abad XVIII. Perubahan yang paling besar setelah Perang Dunia II adalah “mengalirnya” atau lebih tepatnya perpindahan orang-orang Yahudi dari berbagai negara ke Israel. Hingga akhir tahun 1991 saja tidak kurang dari Lima juta kaum perantau Yahudi pergi menetap ke Israel yang mereka sebut sebagai tanah leluhurnya. Sementara itu, masyarakat Yahudi yang memegang idelogi zionis di luar negeri yang sebagian telah menukar kewarganegaraan itu tetap memelihara hubungan dengan Israel. Sebaliknya, pemerintah Israel juga secara timbal balik melakukan berbagai usaha untuk melindungi masyarakat Yahudi di perantauan.

C.    Ambisi Imperialisme.
Dalam penjabaran kitab-kitab Yahudi yang ada memang mengatakan bahwa Yahudi adalah “masyarakat suci” yang memiliki kedekatan dengan Tuhan. Seperti yang kita ketahui, bahwa dalam masyarakat Yahudi sendiri terdapat adanya perpecahan, yaitu Yahudi yang masih memegang teguh nilai-nilai atau ajaran dalam agama mereka (Yahudi Religius) dan yang lainnya yaitu Yahudi yang memang memegang nilai-nilai hasil dari interpretasi-interpretasi terhadap kitab suci mereka (zionisme) sebagai ideologi yang berorientasi pada gerakan politik. Disini, Yahudi religius tetap berpendirian bahwa mereka harus mendapatkan Palestina untuk mendirikan sebuah kota suci mereka sedangkan zionisme disamping juga menginginkan sebuah negara yang merupakan basis utama pergerakan, mereka juga berpikir bahwa setelah mereka mandapatkan negara yang berdaulat mereka harus berupaya bagaimana negara mereka tersebut dapat tetap exist dalam percaturan politik dunia. Atas dasar inilah mengapa zionis berusaha untuk melakukan gerakan politik untuk menyebarkan hegemoninya terhadap negara-negara maju dengan menafikkan nilai-nilai religius.
Zionisme internasional adalah sebuah fakta yang sulit diingkari. Ia adalah sebuah kekuatan yang eksis ada dengan usaha-usaha dan pengaruhnya, dengan propaganda dan berita-beritanya. Langkah-langkah penting dari zionisme adalah mengeruhkan percaturanb politik dunia dan melimpahkan kekejaman pada bangsa-bangsa yang berperadaban dalam mencapai satu tujuan, yaitu mengancam dunia dengan manghancurkan tiang-tiang etika dan agama disamping mengikis habis kedaulatan ruhani agar supaya zionisme bisa menguasainya serta menyerahkan kepada makelar politik, para penimbun kekayaan dan budak-budak harta yang bersembunyi di belakang setiap jaringan keuangan dunia yang mayoritasnya dari bangsa Yahudi. Langkah-langkah yang diambil dalam mewujudkan imperialismenya antara lain adalah koloni dalam bidang politik dan ekonomi, sangat jarang seorang mata-mata dari negara-negara di dunia mampu menandingi kemampuan spionase zionis yang terkenal dengan jaringan yang luas. Meskipun jumlah penganut zionisme mancapai jutaan akan tetapi pekerjaan mereka hanya terbatas pada manager changer dan piutang, misalnya Soros. Profesi inilah yang mereka warisi secara turun menurun dari nenek moyang mereka, namun karena profesi inilah mereka mampu mengetahui rahasia-rahasia negara serta transaksi managerial, sebab usaha ini sangat butuh sekali kepada adanya suatu operasi pencarian rahasia karean sebuah rahasia tentang perang atau damai bisa memnuhi kas-kas orang-orang zionis dengan jutaan dollar. Pemakalah melihat bahwa bantuan-bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang seperti Indonesia, tidak luput dari penetrasi pemikiran kaum Yahudi yang menginginkan adanya ketergantungan-ketergantungan yang bisa dikatakan sebagai model penindasan yang baru, yang berimplikasi terhadap proses politik di negara berkembang. Bukankah keterpurukan ekonomi yang dialami negara berkembang khususnya Indonesia adalah pengaruh dari negara-negara maju dimana seorang Soros yang berdiam di salah satu negara maju tersebut yang kemudian melakukan intervensi terhadap pasar modal dan valuta asing dimana hal ini merupakan salah satu penyebab keterpurukan ekonomi negara berkembang, dimana mata uang sangat mengalami kemorosotan dalam perdagangan internasional. Jelaslah bahwa usaha-usaha semacam ini tidak hanya terbatas pada bisnisman-bisnisman zionis, bahkan bankir-bankir yang profesional atau bank-bank mewah banyak yang bukan milik usahawan zionis tetapi jaringan internasional hanya khusus milik kaum zionis. Di dunia ini tidak terdapat jaringan money changer yang dapat menyaingi jaringan zionisme. Bentuk yang lain adalah koloni-koloninya dalam dewan-dewan perwakilan, karena dengan menguasai dewan perwakilan, zionis mampu untuk menguasai negara-negara dimana mereka berada. Setelah Perang Dunia II berakhir orang-orang Yahudi berambisi menguasai dewan perwakilan Inggris, karena mereka yakin isu Palestina membutuhkan suara yang bisa didengar dari dewan tersebut. Di Cheko misalnya, zionis telah berhasil mengambil alih sumber kekayaan petani kecil dan sekaligus memegang kendali para petani tingkat atas lewat pemberian pinjaman dan lain-lain. Dengan ini ketika mereka duduk dalam sebuah dewan perwakilan, mereka bisa menyusupkan nilai-nilai imperialisme mereka yang tentunya menghasilkan sebuah kebijakan yang diharapkan mendukung gerakan politik zionisme.

IV.         Penutup
a.    Kesimpulan
Disini pemakalah menyimpulkan bahwa sebenarnya zionisme adalah gerakan politis bukan sebuah gerakan religius. Kalaupun sebagian kaum Yahudi mengklaim gerakan religius kuno akan tetapi dalam realitasnya terjadi sebuah hal yang kontardiktif dimana mereka dalam membangun tetap berlandaskan pada interpretasi dari kitab suci mereka tetapi interpretasi mereka itu justru sangat bertolakbelakang dengan ajaran kitab suci mereka yang sebenarnya dengan menafikkan nilai-nilai etika dalam kitab suci agama mereka.
b.    Saran-saran
Dalam kesempatan ini pemakalah hanya ingin mengajak masyarakat ilmiah untuk memahami fenomena atau fakta sosial hendaknya didasari oleh sebuah pemahaman sejarah sebagai salah satu faktor bagaimana kita lebih dekat pada tingkat validitas suatu obyek kajian sehingga tidak terjadi kesalahan dalam menganalisa fakta tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Francis Bacon bahwa “kesalahan dalam mengungkapkan realitas sejarah mengakibatkan kita jauh dari kebenaran”.       

                                                            Wassalamu ‘ala man ittaba’ al-huda

Footer Widget 1

Sample Text

Text Widget

Footer Widget 3

Recent Posts

Download

Blogger Tricks

Blogger Themes

Diberdayakan oleh Blogger.

Footer Widget 2

Popular Posts