بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Rabu, 09 Oktober 2013

Revolusi Hijau



PENDAHULUAN

Salah satu tujuan pentahapan jangka panjang pembangunan nasional adalah tercapainya akselarasi dalam proses trasformasi struktural dari ekonomi tradisional  menjadi ekonomi modern. Yang mana strategi pembangunan atau moderenisasi mengarah pada perubahan struktural itu, bukan semata-mata merupakan keinginan dari pemerintah atau para perencana pembangunan. Dimana perekonomian memperlihatkan terjadinya pergeseran struktur dan sistem ekonomi suatu negara yang mengalami pembangunan
Ada beberapa hal yang bersifat paradoksal dalam hubungan antara pembangunan pertanian dengan struktur ekonomi secara umum. Disatu sisi, sektor pertanian diharapkan berfungsi meningkatkan pendapatan petani melalui berbagai perbaikan cara bereproduksi, ekstensifikasi lahan, pembangunan irigasi, pembenahan kelembagaan, ataupun reformasi kapital. Disisi lain dalam hal pembenahan struktur perekonomian, sektor pertanian ditempatkan sekedar sebagai penyangga pembangunan sektor lain terutama industrialisasi. Ia tampil sebagai penyedia pangan, penyerap tenaga kerja, atau penghasil devisa, dalam rangka mempertahankan posisinya sebagai leading sektor.
Untuk itu, sekarang ini muncul atau berlangsungnya hal tentang pertumbuhan dan pemerataan dalam pengembangan pertanian yang telah dipusatkan pada revolusi hijau. Dimana revolusi hijau  didasarkan pada penyebaran bibit unggul dan penambahan pemakaian pupuk dan baha kimia, yang pad pokoknya merupakan suatu perpindahan teknologi internasional dari negara-negara maju didaerah bermusim, ke negara-negara berkembang di daerah tropik melalui penelitian adaptif.
PEMBAHASAN 
            Revolusi hijau merupakan perubahan serentak dan cepat dalam produksi pertanian (pangan), sebenarnya tidak hanya melibatkan perubahan pada aspek budidaya tanaman, tetapi juga pada aspek sosial masyarakat petani tempat revolusi itu berlangsung. Revolusi hijau adalah kelanjutan evolusi perkembangan pertanian yang telah berlangsung seiiring antara kenaikan populasi penduduk dengan kemajuan teknologi untuk memperoleh pangan sejak awal perkembangan pertanian itu sendiri. Sebagai mana dapat ditelusuri dalam sejarah peradaban manusia, telah terjadi beberapa kali trasformasi masyarakat dalam kaitan pemenuhan pangannya, mulai dari fase berburu, memungut (hunting and gathering), perladangan berpindah dan penjinakan hewan (shufing culifation and domestication), sampai dengan pertanian dan peternakan intensif menggunakan input sintesis.
            Di Indonesia, revolusi hijau dimotori oleh teknik-teknik budidaya modern melalui penggunaan varietas unggul, pupuk sintesis, pemberantasan hama kimiawi dn irigasi, ternyata tidak direspon secara merata oleh semua lapisan petani. Hal ini menunujukkan bahwa adposi budidaya pertanian hanya direspon oleh petani lapisan atas yakni mereka yang menguasai areal lahan luas. Petani lapisan bawah, yang menggarap tidak bertahan sama sekali cenderung tidak adoptif terhadap inovasi dan kurang progresif.
            Hal ini mungkin disebabkan oleh, pertama inovasi pertanian yang memang hanya menyentuh lapisan atas. Penyuluhan-penyuluhan hanya dinikmati oleh petani lapisan atas karena mereka inilah yang mudah  dijangkau dan mudah berkomunikasi. Petani lapisan bawah cenderung berada dibalik bayang-bayang lapisan atas dalam hal adopsi inovasi. Kedua, hal ini juga bisa  dijelaskan dengan asumsi bahwa petani lapisan bawah  adalah mereka yang hidup ditaraf ekonomi rumah tangga subsisten, sekedar bisa bertahan hidup. Petani pada taraf hidup demikian cenderung berprilaku dibawah pengaruh moral subsistensi. Mereka adalah kelompok yang mengutamakan selamat (safety first) dan enggan resiko ketika berhadapan dengan berbagai pilihan. Inovasi teknologi dan kelembagaan bolah jadi dianggap ancaman bagi subsistensinya, sehingga mereka memilih tidak menerima perubahan asalkan kemanaan subsistensinya terjaga.
            Dengan dominasi adposi teknologi pada petani lapisan atas, berarti nilai tambah atau resiko juga lebih banyak diterima mereka. Realitas menunujkkan bahwa revolusi hijau telah berhasil meningkatkan produksi pertanian pangan secara drastis dan ini berarti keuntungan petani lapisan atas. Dengan keadaan demikian dapat diduga adanya kecendrungan polarisasi ekonomi pedesaan, yang pada puncaknya bisa mengarah ke polarisasi sosial. Petani yang berlahan luas menikmati surplus  produksi dari nilai lahan dan inovasi teknologi, petani tidak berlahan atau berlahan sempit  terpuruk  pada produksi rendah.
            Suatu kekhawatiran yang wajar bila teknologi yang dikembangkan dalam lingkungan faktor dan kondisi kelembagaan yang berbeda-beda, mungkin secara sosial tidak tepat guna dan tidak sama rata dalam pola ekonomi – sosial dari negara-negara berkembang. Alasan-alasan populer seperti berikut : teknologi revolusi hijau condong dimonopoli  petani-petani  besar yang mudah mempunyai kemungkinan untuk mendapatkan informasi baru dan kredit. Penggunaan efesien varietas unggul, sulit bagi petan kecil, yang kecil kesanggupannya untuk membeli masukan-masukan modern, seperti pupuk, dan bahan kimia. Keuntungan yang merupakan hasil penggunaan khusus dari teknologi varieatas unggul oleh petani besar, medorong mereka untuk memperluas daerah operasinya. Melalui penyatuan tanah pertaniaannya dengan tanah petani kecil yang tidak memakai teknologi ; teknologi ini juga mendorong penerapan mekanisasi yang akan mengurangi lapangan kerja dan tingkat upah dari penduduk tanpa tanah.
            Tetapi walaupun revolusi hijau ini menghasilkan pertumbuhan pesat dalam produksi pangan, namun program ini seringkali mengandalkan teknik-teknik yang merusak lingkungan hidup seperti penggunaan pupuk, dan pestisida yang disubsidi, penggunaan air dengan boros pada irigasi yang tidak dirancang dengan baik, ekspolitasi produktivitas tanah untuk jangka pendek ( yang kadang-kadang  menimbulkan erosi tanah yang parah), tanaman monokultur  (yang menggusur galur-galur asli yang bergam), dan mekanisasi menyeluruh yang cepat, yang seringkali amat menguntungkan petani kaya dengan mengorbankan petani miskin. Karena sekarang sudah banyak yang sudah kita ketahui tentang  dampak ekologis dalam beberapa praktek pertanian modern, kita memerlukan revolusi hijau kedua yang akan memusatkan perhatian pada kebutuhan kaum miskin. Dimana pada era sekarang ini, produktivitas ladang-ladang kecil dengan metode masukan pertanian yang rendah, dan mendorong praktek serta kebijakan yang tepat dari segi lingkungan hidup. Untuk itu sekarang dibentuk atau dirancang revolusi hijau  yang baru, dengan komponen yang tidak hanya ilmiah tapi juga finansial, sosial dan politis, mungkin merupakan kunci untuk memenuhi kebutuhan lahan puluhan juta kaun miskin dan orang-orang tergusur yang sekarang ini terpaksa melakukan kegiatan yang merusak lingkungan hidup mereka  yang rapuh. Dimana pengakuan dunia bahwa kesulitan yang dialami orang-orang yang mempunyai ciri yang pokoknya sama diseluruh dunia. Dan bahwa unsur-unsur penyelesaian yang adil, seperti land reform, juga sama pada kebanyakan negara  yang dapat mengarah pada upaya global yang kuat serta efektif  untuk mengaitkan jaminan keadilan bagi yang tergusur dengan pemberian bantuan keuangan dan alih teknologi dibawah program-progam yang dijalankan pemerintah.
            Untungnya kini banyak tersedia teknologi-teknologi pertanian baru yang tepat dari segi lingkungan hidup, dan semuanya akan dilaksanakan dibawah program-program yang telah direncanakan yaitu :
-          Perbaikan baru dalam teknologi irigasi memungkinkan untuk mengurangi konsumsi air, mengikatkan hasil dan memperoleh kembali produktivitas tanah yang sudah menjadi asin secara bersamaan.
-          Teknik-teknik baru untuk pengelolaan tanaman pertanian dengan masukan yang rendah memungkinkan penurunan erosi tanah secara drastis sambil mempertahankan hasil dan membuat biaya tetyap rendah.
-          Kemajuan-kemajuan baru dalam ilmu genetika tanaman meungkinkan diperkenalkannya pertanahan “alami” terhadap beberapa penyakit dan pemangsa tanaman tanpa menggunakan pestisida dan herbisida berlebihan.
-          Pendekatan-pendekatan baru terhadap  rotasi tanaman  dan penggunaan tanah berganda, termasuk agroforestri, dapat menyediakan alternatif bagi kebiasaan pembakaran lahan yang luas umum terjadi pada jaman sekarang ini.
-          Penemuan-penemuan baru dalam akuakukltur dan teknik penangkapan ikan menjanjikan alternatif-alternatif untuk mengatasi kebiasaan-kebiasaan yang amat merusak seperti, penangkapan ikan dengan menggunakan pukat.
-          Teknik-teknik distribusi pangan yang lebih canggih menawarkan cara untuk mengurangi kerugian  yang tinggi selama proses distribusi dibanyak negara kurang berkembang dan juga menawarkan penghematan energi.
Dengan adanya program-program seperti diatas masalah-masalah yang terjadi dalam pelaksanaan revolusi hijau dapat terantisipasi dengan baik tanpa merugikan semua pihak yang berkompeten didalamnya, sehingga dapat memberikan keuntungan dimasing-masing pihak untuk menuju pertumbuhan dan pemerataan pembangunan yan berkesinambungan.
KESIMPULAN 
¯  Revolusi hijau merupakan perubahan serentak dan cepat dalam produksi pertanian (pangan), sebenarnya tidak hanya melibatkan perubahan pada aspek budidaya tanaman, tetapi juga pada aspek sosial masyarakat petani tempat revolusi itu berlangsung.
¯  Revolusi hijau adalah kelanjutan evolusi perkembangan pertanian yang telah berlangsung seiiring antara kenaikan populasi penduduk dengan kemajuan teknologi untuk memperoleh pangan sejak awal perkembangan pertanian itu sendiri.
¯  Di Indonesia, revolusi hijau dimotori oleh teknik-teknik budidaya modern melalui penggunaan varietas unggul, pupuk sintesis, pemberantasan hama kimiawi dn irigasi, ternyata tidak direspon secara merata oleh semua lapisan petani.
¯  Hal tersebut diatas hanya direspon oleh petani lapisan atas yakni mereka yang menguasai areal lahan luas. Petani lapisan bawah, yang menggarap tidak bertahan sama sekali cenderung tidak adoptif terhadap inovasi dan kurang progresif.
¯  Walaupun revolusi hijau ini menghasilkan pertumbuhan pesat dalam produksi pangan, namun program ini seringkali mengandalkan teknik-teknik yang merusak lingkungan hidup seperti penggunaan pupuk, dan pestisida yang disubsidi, penggunaan air dengan boros pada irigasi yang tidak dirancang dengan baik, ekspolitasi produktivitas tanah untuk jangka pendek dan lain-lain sebagainya.
¯  Dengan dibentuknya revolusi hijau  yang baru, dengan komponen yang tidak hanya ilmiah tapi juga finansial, sosial dan politis, mungkin merupakan kunci untuk memenuhi kebutuhan lahan puluhan juta kaun miskin dan orang-orang tergusur yang sekarang ini terpaksa melakukan kegiatan yang merusak lingkungan hidup mereka  yang rapuh.
¯  Begitu pula dengan adanya berbagai program-program yang telah direncanakan, tentunya akan memberikan dorongan atau kesempatan kepada masyarakat petani untuk meningkatkan intensitas  hasil mereka dengan menggunakan teknologi revolusi hijau yang ada. 
DAFTAR PUSTAKA

Darman, Salman.   1996.  Pembangunan Pertanian dan Dinamika Pedesaan.  Penerbit ; Yayasan Pena Indonesia,  Jakarta.

Daljoeni., N.  1998.  Geografi Kota dan Desa.  Penerbit PT. Alumni Bandung.
Faisal., K.   1985.   Dinamika Pembangunan Pedesaan.  Penerbit Yayasan Obor Indonesia dan PT. Gramedia, Jakarta.

Gore., A.  1994.   Bumi Dalam Keseimbangan Ekologi dan Semangat Manusia. Penerbit Yayasan Obor Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar

Footer Widget 1

Sample Text

Text Widget

Footer Widget 3

Recent Posts

Download

Blogger Tricks

Blogger Themes

Diberdayakan oleh Blogger.

Footer Widget 2

Popular Posts