بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Jumat, 20 Desember 2013

Marcus Tullius Cicero

Sungguh menarik ketika kita sedikit melirik sepintas mengenai perjalanan negarawan Romawi, Marcus Tullius Cicero. Sosok ini berbeda dengan negarawan lainnya dalam hal merebut kekuasaan. Maksudnya adalah kekuasaan politis resmi yang dalam bahasa latin dikenal sebagai imperium- kekuasaan atas hidup dan mati, sebagaimana dimandatkan oleh Negara kepada seseorang. Ratusan orang mengincar kekuasaan tersebut, tetapi Cicero adalah sosok unik dalam sejarah republik Romawi pada saat itu, dalam arti dia mengejarnya tanpa bantuan sumber daya apapun selain bakatnya sendiri. Tidak seperti Matellus atau Hortensius, dia bukan berasal dari keluarga Aristokrat yang agung, dengan piutang budi politik turun temurun selama beberapa generasi yang dapat ditagih pada saat pemilu. Dia tidak memiliki armada perang perkasa yang mendukung pencalonannya, seperti Pompeius atau Caesar. Dia tidak memiliki harta berlimpah seperti Crassus untuk melicinkan jalan. Yang ia miliki hanyalah suaranya dan dengan kekuatan tekad semata, dia mengubahnya menjadi suara paling termasyhur di dunia.
Cicero adalah pengacara muda yang menderita kelelahan saraf dan sedang berjuang mengatasi cacat alami yang besar. Pasti tak banyak orang yang bersedia bertaruh pada keberhasilannya. Pada usianya yang ke 27 tahun, suara Cicero pada saat itu belum menjadi alat yang menggetarkan seperti di kemudian hari, hanya suara serak yang sesekali cenderung gagap. Dan menurut salah satu sekretaris pribadinya, Tiro, meyakini bahwa gagap yang dimaksud dikarenakan oleh kepalanya yang disesaki begitu banyak kata, sehingga saat penuh tekanan, kata-kata itu tersangkut di tenggorokannya, ibarat sepasang domba yang ketika didesak kawanan dari belakang, berhimpitan di gerbang karena berusaha melewatinya bersamaan. Yang pasti, kata-kata tersebut sering terlalu muluk untuk dapat dipahami para pendengarnya. Si “Cendekiawan”, demikian julukan para pendengarnya yang gelisah, atau “Si Yunani”, dan kedua sebutan ini tidak dimaksudkan sebagai pujian. Meskipun tak ada yang meragukan bakatnya dalam oratoria, perawakannya terlalu lemah untuk mengusung ambisinya, dan tekanan terhadap pita suaranya akibat beracara beberapa jam, sering kali di udara terbuka dan di segala musim, membuat suaranya serak atau habis hingga berhari-hari. Insomnia kronis dan lemah pencernaan menambah penderitaannya. Sebenarnya, jika dia ingin terjun ke dunia politik sabagaimana didambakannya dengan sangat, dia membutuhkan bantuan professional. Oleh karena itu, dia memutuskan pergi ke luar Roma beberapa lama, merantau untuk menyegarkan pikiran sekaligus berkonsultasi dengan guru-guru retorika terkemuka, yang sebagian besar tinggal di Yunani dan Asia Kecil.
Cicero lahir pada 106 SM di Arpinum, sebuah kota bukit 100 kilometer (62 mil) selatan Roma, Italia. Ayahnya adalah baik untuk melakukan anggota order berkuda dengan koneksi yang baik di Roma, meskipun sebagai semi sah, dia tidak bisa masuk kehidupan publik. Ia mengganti rugi ini dengan mempelajari secara ekstensif. Meskipun sedikit yang diketahui tentang ibu Cicero, Helvia, hal itu biasa bagi para istri warga negara Romawi penting yang harus bertanggung jawab atas pengelolaan rumah tangga.
Sejak kecil sudah dididik, diarahkan pada hal-hal yang bersifat klasik dan suatu ketika siap berkarier dalam bidang hukum. Karena minatnya pada sastra yang sangat tinggi, ia rela meninggalkan kota kelahirannya menuju Athena, dan Rhodes. Di kota inilah ia mendalami filsafat dan retorika, termasuk ajaran para stoisisme. Setelah kembali ke Roma, ia menikah dan berkarier dalam bidang politik praktis. Karier politiknya pun cepat menanjak. Ia sempat menjabat sebagai anggota senat.
Cicero julukan, atau nama pribadi, berasal dari bahasa Latin untuk buncis, cicer. Nama ini awalnya diberikan kepada salah satu leluhur Cicero yang memiliki celah di ujung hidungnya menyerupai kacang buncis. Namun lebih mungkin itu nenek moyang Cicero makmur melalui budidaya dan penjualan chickpea. Roma sering memilih ke bumi pribadi nama keluarga down. Cicero didesak untuk mengubah nama ini deprecatory ketika ia memasuki politik, namun menolak, mengatakan bahwa ia akan membuat Cicero lebih mulia daripada Scaurus (“bengkak-ankled”) dan Catulus (“Puppy”).
Cicero adalah orator dan negarawan Romawi kuno yang umumnya dianggap sebagai ahli pidato Latin dan ahli gaya prosa. adalah seorang Romawi filsuf, negarawan, pengacara, ahli teori politik, dan Romawi konstitusionalis . Dia dianggap sebagai salah satu terbesar Roma orator dan penata prosa. Cicero adalah pemikir besar Romawi tentang negara dan hukum. Pemkiran Cicero banyak dipengaruhi oleh karya-karya Plato dan ajaran filsafat kaum Stoa. Pengaruh yang demikian besar ini nampak dalam dua karya Cicero, yaitu De Republica (tentang negara), dan De Legibus (tentang hukum dan Undang- Undang). Cicero lebih dikenal sebagai seorang filsuf dan negarawan ketimbang seorang pengacara. Hal itu tak terlepas pada kecintaannya akan kebijaksanaan-kebijaksanaan filsafat Yanani kuno baik pra sokratik maupun post sokratik. Cicero adalah salah satu pemikir legendaris di bidang politik pada jaman klasik.    
Kemudian, dua karya Cicero yaitu De Republica (tentang negara), dan De Legibus (tentang hukum atau undang-undang). Dengan demikian ajaran Cicero tentang asal mula negara tidak berbeda dengan ajaran Plato, yaitu melalui perjanjian masyarakat dan kontrak sosial. Namun demikian Cicero telah memodifikasi pemikiran Plato dengan memasukkan pengaruh-pengaruh Stoic didalamnya.
Buku Cicero yang terkenal adalah De Republica (Commenwealth). Bukunya ini punya kemiripan dengan bukunya Plato yang berjudul Republic. Isinya berbentuk dialog antara para sahabatnya. Topik utamanya berkaitan dengan tema-tema politik dan keadilan. Dalam bukunya ini, ada lima ajaran utama Cicero tentang kehidupan politik dalam sebuah Negara. Pertama, Cicero mengkonfrontasikan pertanyaan kewajiban para filsuf dalam Negara. Kedua, membahas tentang sifat persemakmuran (commenwealt). Baginya, commenwealt adalah sebuah urusan rakyat. Manusia adalah makhluk sosial alami, dan membentuk masyarakat politik. Ketiga, diskusi tentang hukum alam. Menurut Cicero, hukum alam adalah konvensi-konvensi relative yang hanya melayani kepentingan mereka yang berkuasa. Keempat, pembelaan keadilan sebagai sebuah atribut universal dari akal dan dapat diakses oleh semua makhluk rasional. Hal ini bertujuan untuk menentang keputusan-keputusan para pemimpin politik, dan perang yang terjadi atas nama Negara. Kelima, mendiskusikan ciri-ciri penguasa yang baik. Moral baik dan sifat praktis penguasa menjadi kekuatan yang dapat memberi motivasi.
Dalam pandangan Cicero, negara adalah suatu kenyataan yang harus ada dalam kehidupan manusia. Negara disusun oleh manusia berdasarkan atas kemampuan rasionya, khususnya rasio murni manusia yang disesuaikan dengan hukum alam kodrat. Kendatipun ajaran Cicero berbeda dengan ajaran Epicurus yang menganggap negara sebagai hasil perbuatan manusia yang berfungsi sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan mereka, namun ajaran Cicero ini jelas menunjukkan konsep perjanjian masyarakat tentang asal mula negara.
Dalam mengkonstruksi negara idealnya, cicero menurut model Republik Romawi, dalam bukunya yang berjudul De Republica (On The Commonwealth), Cicero menawarkan sebuah bentuk negara yang menganut konstitusi campuran, yaitu sebuah konstitusi yang mengawinkan kebaikan dari berbagai sistem politik yaitu; sistem monarki, aristokrasi, dan demokrasi. Monarki di mata Cicero dipandang memiliki kebaikan, karena dalam sistem ini keberadaan seorang raja layaknya seorang bapak yang akan mengayomi anak-anaknya. Namun rakyat memiliki bagian yang telalu kecil dan suara yang tidak signifikansi dalam administrasi. Aristokrasi dalam pandangannya pun memiliki kebaikan, yaitu kebijaksanaan akan memimpin dan membimbing negara. Namun kebebasan rakyat terlalu dibatasi karena tidak dilibatkan dalam pembagian kekuasaan politik. Sedangkan demokrasi walau dinilai oleh Plato dan Aristoteles merupakan sebuah sistem yang buruk, bagi Cicero demokrasi juga memiliki kelebihan karena memberi ruang pada rakyat untuk aktif berpartisipasi dalam kehidupan politik. Namun, menurut Cicero ketiganya terlalu mudah merosot karena bentuknya yang jahat (masing-masing memiliki kekurangan yang membusukkannya): monarkhi menjadi tirani, aristokrasi menjadi pluktorasi atau ologarkhi, dan demokrasi menjadi hukum rimba.
Cicero percaya bahwa sifat negara ideal secara esensial bergantung pada pengaturan- pengaturan institusional para pejabat publik. Kepala diantara mereka adalah para senator, dan ia melihat senat sebagai inti sistem hukum dan kekuasaan yang direkomenasikannya. Senat sebaiknya menngontrol kebijakan publik. Kata kunci yang diartikan oleh cicero tentang kekuasaan adalah dominus, ”pakar” kebijakan publik. Bahwa keutamaan senat dalam suatu negara adalah berada dalam konstitusi.
Konstitusi campuran adalah isi dari buku Cicero yaitu de Republica. Menurut analisis Cicero dalam bentuk Republik Roma adalah konstitusi jenis terbaik. Cicero menolak konstitusi- konstitusis sederhana karena kecendrungan untuk terdegradasi menjadi tirani. Cicero lebih menyukai konstitusi campuran seperti Roma dimana memadukan tiga tipe sederhana menjadi satu bentuk pemerintahan yang moderat dan berimbang. Dalam negara semacam ini terdapat terdapat elemen tertinggi atau elemen muliadengan kekuasaan (potestas) bagi magistrat, kewenagan (auctoritas) bagi para tokoh, dan kebebasan (libertas) bagi rakyat. Hak, kewajiban, dan fungsi diseimbangkan secara adil, dengan stiap warga apa pada tingkatan dan posisinya sendiri. Sebagai kesetaraan yang adil dan sejati, konstitysi campuran menghasilakn stabilitas besar, karena penyebab degradasi dikendalikan lewa pembatas- pembatas struktural.
Pernyataan Cicero tentang Konstitusi Campuran, ia memikirkan Republik roma dengan para konsul sebagi pemegangkekuatan raja, senat sebagai pemegang kekuatan aristokrasi, dan tribun-tribun serta majelis-majelis rakyat sebagai pemegang kekuatan demokrasi. Masing masing memeriksa dan menyeimbangkan yang lain.dari pencariannya atas sifat campuran Roma yang berimbang, Cicero menulai sejarah konstitusionalnya dengan pendirian legendaris romulus dan berlanjut melewati kekuasaan tradisional tujuh raja, penghapuswan monarkhi, dan penggantiannnya dengan aristokrasi, hingga pertengahan abad kelima ketika dua belas tabel (twelve Table) diundangkan dan oligarkhi kaum decemvir ditumbangkan
Dalam bukunya kedua, yaitu De Legibus, Cicero memperluas mengenai apa yang disebut hukum alam. Cicero mendefenisikan hukum adalah nalar tertinggi yang ditanamkan ke alam yang memerintahhkan apa yang musti dilakukan dan melarang hak yang sebaliknya. Hukum adalah kekuatan alamiah; ia meruapakn pikiran dan nalar manusis yang cerdas, standar yang digunakan untuk mengukur keadilan dan ketidakadilan. Namun, karena seluruh pembahasan harus sejalan dengan nalar penduduk seringkali perlu membahasnya dengna nalar yang popular, dan memberi nama hukum apa yang dalam bentuknya yang tertulis memutuskan apa pun yang dia kehendaki baik berupa perintah dan larangan. Sebab, inilah defenisi hukum yang biasa dipakai.
Cicero menekankan, hukum apa pun yang dibuat oleh manusia atau tradisi apaun yang mereka praktekkan, yang tidak sesuai dengan hukum alam itu tidak absah. Manusia mngkin saja dipaksa oleh kekuatan fisik penguasa yang lebih superior untuk mematuhi keutusan- keputusan yang bertentangan dengan alam tetapi dia memiliki kewajiban untuk melakukannya. Dengan demikian, manusia bukan merupakan subyek badi hukum yang dibebankan kepadanya melainkan hanya untuk “hukum alami” yang dia berikan kepada dirinya sendiri.
Cicero bersama Plato, dan Polybius adalah pembela gigih dari kegunaan sosial dari agama. Cicero percaya bahwa agama melegitimasi tindakan- tindakan pemerintah dan membujuk para warga negara untuk menghormati institusi- institusi mereka dan penghargaan terhadap para penguasa serta kebijakan- kebijaknnya, jadi mencipatakan satu basis dukungan yang luas dan loyalitas yang bertahan lama. Singkatnya agama adala pondasi mutlak yang krusial bagi pendidikan dan keluhuran sipil, kesatuan dan ketertiban negara. Alasan- alasan Cicero mengapa agama penting bagi negara adalah yang utama, agama memberikan kewenangan kepada negara sehingga memungkinkannya memerintahkan loyalitas dan kepatuhan dari warga negara. Seandainya negara dianggap didirikan oleh dewa, maka seluruhnya yang dikerjakan memiliki legitimasi. Para warga negara yang akhirnya percaya bahwa dewa- dewa selalu mengawasi, akan berhati- hati dalam perilaku individual mereka dan mencermati sikap- sikap buruk mereka, sepertinya akan menuruti petunjuk moral dan komunitas. Akhirnya pengaruh sosial bersih dari agama adalah penjinakan dan menenangkan rakyat. Ia mengangkat rakyat keluar dari kebiadaban dan barbarisme dan menjadi instrumen dalam pembentukan suatu jalan hidup ang harmoni, sempurna dan beradab. Melalui agama sebuah masyarakat yang damai dan tertib adapat diteguhkan, memiliki moral, kegigihan, kekuatan yang diperlukan untuk penjagaan diri dari dunia yang kejam. Stoicisme Marzab Stoic, mempunyai asal mula yang sejaman dengan Epicureanisme. Namun demikian, sejarahnya yang lebih panjang, doktrinnya tidak begitu kaku, dan pengaruhnya jauh lebih besar. Stoicisme merupakan mazhab yang mendidik negarawan sebaik para filsuf. Bersama- sama dengan doktrin Hukum universal dan kewargaan dunia, Stoic baru tampaknya menyeru kepada temparamen dan pandangan orang- orang Romawi yang dimasukkan ke dalam sistem politik dan hukum meraka.
Marcuss Aurellius Cicero adalah tokoh terkemuka dari mazhab Stoic, mempersentasekan tipe kebajikan Stoic. Dia bukan hanya menghabiskan waktu secara sungguh- sungguh untuk meditasi, namun mencurahkan 16 jam stiap harinya pada pemerintahan kerajaan Romawi. Tetapi apa yang baik dari semua pelayanan publik stoic ini sebagimana klaim Stoicisme, dunia tidak berarti dan jika kesehatan, kekayaan, atau kekuasaan yang ada pada mereka tidak berguna? Bagi Cicero dan kaum Stoic baru, jawabannya sangat jelas, bahwa hidup adalah seperti permainan. Apa yang nyata adalah bahwa permainan bisa dihadirkan secara benar dan ara pemain bisa memenuhi bagian- bagian mereka secara benar.
Menurut kaum Stoic, Tuhan memberikan setiap individu suatu peran: seseorang mungkin berada dalam kasta pemguasa, yang lain mungkin sebagai budak. Pemain yang baik harus bisa memainkan keduannya; yang penting baginya adalah menerima peran tersebut tanpa berlebihan atau mengeluh dan menjalankannnya dengan baik. Bagian dalam permainan, sebagimana semua hal di dunian ini, semuannya tidak berguna. Namun utuk menjadi pemain yang baik seseorang harus menjalankan fungsinya, apapun peran yang harus dilakukan. Dia harus berupaya menuju kesempurnaan apakah dengan peran sebagai raja ataukah budak karena kebaikan watak terletak pada perbuatan menuju kesempurnaan tersebut. dengan penalaran ini, stoicime memberikan bimbingan kepada para wali maupun pelayan publik.

0 komentar:

Posting Komentar

Footer Widget 1

Sample Text

Text Widget

Footer Widget 3

Recent Posts

Download

Blogger Tricks

Blogger Themes

Diberdayakan oleh Blogger.

Footer Widget 2

Popular Posts