بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Selasa, 02 April 2013

Wajah Lain Sosok Karl Heinrich Marx

             Ada apa gerangan tokoh kontreversi Marx dijadikan sebagai bahan cercaan dan cacian bagi orang yang mengatasnamakan sebuah kesucian ? mengapa harus Marx yang menjadi tumbal bagi suatu keyakinan transenden yang bersifat Ilahiah ? Apakah memang wajah Marx harus selalu di gambarkan seperti hantu yang gentayangan dan sangat menyeramkan?
            Tulisan ini mungkin hanyalah sebuah serpihan kenakalan yang coba mengungkap sebuah fenomena yang dianggap sebagai suatu hal yang telah umum, dimana Klaim Ateisme, komunis terlanjur telah melekat dalam diri Marx yang tentunya dibumbui dengan atribut keburukan semisal najis, haram, atau mungkin jahannam yang keparat. Apapun pelabelan terhadap diri Marx bagi penulis tidak terlalu menentukan realitas inherennya, karena jangan-jangan yang terjadi sebenarnya adalah sebuah bentukan opini yang dibentuk oleh relasi kekuasaan, hal itu wajar sebab pemikiran Marx memang sangat berbahaya bagi sebuah rezim kekuasaan. Termasuk lembaga agama yang sangat gencar melakukan pembusukan karakter pada Marx.
            Filsafat materialisme yang dianut oleh Marx , yang dianggap sebagai bibit dari komunisme bagi penulis mesti kita tafsir ulang , karena dalam literatur Marx filsafat materialisme ini ternyata hanya menjadi landasan dalam menemukan gerak sejarah masyarakat yang intinya dikatakan bahwa secara sosiohistoris yang menjadi ruh sejarah adalah basis material yaitu  kepemilikan dan hubungan terhadap sumber dan alat produksi Lalu mengapa mesti klaim ateisme kemudian begitu mudahnya dilekatkan pada Marx ? sementara tidak ada hubungan yang mendasar menghubungkan antara pemikiran tersebut dengan unsur spiritual.
            Masyarakat komunis yang dicita-citakan oleh Marx tidak seperti anggapan umum bahwa masyarakat yang tak beragama atau masyarakat yang tak bertuhan, melainkan suatu tatanan masyarakat yang berkeadilan dimana masyarakat hidup tanpa kesenjangan dan tanpa perbedaan status yang mencolok, suatu masyarakat yang tanpa penindasan dan pemerasaan, masyarakat yang tanpa negara. Stigma tanpa agama dan tak bertuhan yang dipahami selama ini ketika mendengar kata komunis adalah suatu hal yang keliru, memang komunis dalam literatur Indonesia adalah sebuah kepercayaan yang tak mengenal Tuhan bahkan digambarkan sangat kejam, tetapi itu tak lebih sebagai politik pembusukan yang dilakukan pemerintah orde baru kartena trauma sejarah gerakan 30 S PKI, dan kejadian itu pun masih perlu di telusuri kebenaraanya. Kalau standar kekejaman dijadikan penilaian maka bagaimana dengan pembunuhan secara massal yang dilakukan terhadap orang-orang yang diduga terlibat gerakan PKI, padahal banyak sekali orang yang dibunuh tersebut adalah orang yang beriman. Lalu klaim apa yang diberikan pada orang yang membunuh dengan mengatas namakan Tuhan ? atas nama kesucian ? bukankah pembunuhan itu malah lebih tidak bertuhan dibandingkan dengan ‘komunis’ itu.
            Kalimat tegas yang dikatakan oleh Marx bahwa agama adalah candu bagi masyarakat tidak berlebihan jika dijadikan sebagai ‘peluru’ untuk membenci Sosok berewok itu, tapi pemaknaan seperti itu mesti lebih kritis, mengapa Marx mengatakan agama adalah candu bagi masyarakat ? sebab pada konteks zaman pada waktu itu, agama dalam hal ini gereja ternyata menjadi alat kekuasaan untuk melakukan penindasan bagi masyarakat termasuk melakukan hegemoni kesadaran pada rakyat, kaum agamawan saat itu meninabobokan masyarakat dengan janji-janji Tuhan dialam lain yaitu kehidupan yang indah disurga, sehingga masyarakat terlena dan membiarkan dirinya dieksploitasi dan diperas oleh penguasa . jadi wajar saja jika Marx beranggapan seperti itu, tetapi harus dicatat bahwa yang dikritik habis oleh Marx adalah lembaga keagamaan pada waktu itu, tidak ada penjelasan bahwa Marx tidak bertuhan atau tidak menganut  spiritualitas, jangan-jangan Marx menganut keyakinan transenden yang keluar dari mainstream pada waktu itu yang mana agama telah terdistorsi dalam struktur lembaga keagamaan. Bukankah jika kita jernih menilai, spirit Marx adalah nilai kesucian yang tak bertopeng ?
            Yang luput dari perhatian kita memahami Marx adalah wajah humanisme dan spirit keadilan dan spirit perlawanan terhadap penindasan dan pemerasan dalam pemikirannya. Yang lebih banyak diekspose adalah wajah jeleknya, padahal bila kita mau jujur ada spirit kenabian yang terkandung dalam pemikiran Marx, walau sulit untuk diterima jika Marx disejajarkan dengan tohoh besar dan agung yang pernah ada mengisi ruang sejarah dunia. Sepak terjang pemikiran Marx yang menghendaki keadilan, dimana tidak ada lagi pemerasaan dan penindasan dalam hidup adalah kunci dari seluruh pemikirannya yang sayang di salah artikan.
            Malah saya membayangkan Marx sedang duduk bersantai di surga sambil tertawa, entah Ia tertawa melihat orang-orang memperdebatkan dan mencaci pemikirannya, atau karena melihat kita yang sok suci yang berlindung dibawah jubah agama, padahal kita tak lebih ‘kapitalis religius’ yang menghitung untung rugi dalam ber-Tuhan . Bukankah surga bukan hanya milik orang yang mengaku ber-Tuhan dalam bingkai agama ?  tapi jangan-jangan surga pun adalah candu bagi Marx. Orang seperti Marx tak butuh surga karena dalam konsepsi penyembahan yang ia pahami adalah kecintaan pada tuhan yang diwujudkan dengan keberpihakan pada kaum tertindas dan teraniaya. Maklumlah, sebab surga pun ternyata sangat diskriminatif terutama terhadap perempuan dan membuat manusia terlena, sehingga melupakan Tuhan yang selalu ada bersama dengan jeritan orang teraniaya dan tertindas, lalu masihkah kita ikut-ikutan membenci Marx ?

0 komentar:

Posting Komentar

Footer Widget 1

Sample Text

Text Widget

Footer Widget 3

Recent Posts

Download

Blogger Tricks

Blogger Themes

Diberdayakan oleh Blogger.

Footer Widget 2

Popular Posts