بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Kamis, 16 Mei 2013

Berbicara Tentang Gender

Bicara perempuan atau gender, biasanya kita bicara 'korban'. Aktivis  perempuan atau kaum feminis tak jarang jatuh pada topik caci-maki terhadap peng-objek-kan perempuan, penindasan dan kekerasan terhadap perempuan, dan  betapa selama bertahun-tahun perempuan telah dengan sengaja 'dikalahkan'  secara ekonomi, politik, bahkan dilegitimasi secara struktural.  
Ini tidak salah. Memang angka-angka statistik maupun berbagai studi kasus  menunjukkan, betapa tidak terwakilinya (suara) perempuan di politik, di media massa, di posisi-posisi kunci perusahaan, bahkan di rumah tangga. Namun untuk hanya berkeluh-kesah dan melawan 'api dengan api', rasanya tidak menyelesaikan persoalan. Kondisi yang rumit ini tentunya memerlukan pendekatan tertentu agar kemudian pihak wanita mempunyai kesetaraan peran dengan lawan jenisnya.  
Kita semua pun tau bahwa bahwa Gender adalah perbedaan-perbedaan sifat wanita dan pria yang tidak hanya mengacu pada perbedaan biologis, tetapi juga mencakup nilai-nilai sosial budaya. Sehingga menimbulkan nilai-nilai lain yang berlanjut menjadi nilai umum terhadap kelompok jenis tertentu. Konsep ini lebih memberikan kemungkinan pembagian kerja yang luas bagi pria maupun wanita. Istilah seks lebih banyak digunakan untuk perbedaan biologis. Untuk menentukan kebijakan di bidang pembangunan, maka perlu dilakukan analisis gender di semua proyek. Analisa gender dalam pelaksanaannya berusaha mencatat kelaziman/tingkat partisipasi pria dan wanita dalam kegiatan yang membentuk sistem produksi atau jasa, upaya meningkatkan kualitas perencanaan pembangunan, agar lebih tanggap kebutuhan aktual wanita.
Dalam kehidupan sehari-hari sering dipermasalahkan tentang pekerjaan pria maupun wanita yang diharapkan sesuai dengan kodratnya. Pandangan masih berkisar pada faktor biologis di mana wanita yang berbadan lemah seyogyanya mendapat pekerjaan yang ringan sedangkan pria yang fisiknya kuat semestinya mendapat pekerjaan yang lebih menampilkan kekuasaan. Pandangan semacam ini tidak dapat dipertahankan karena dalam berbagai penelitian dibuktikan bahwa wanita mampu memiliki ketrampilan, kecerdasan dan melakukan berbagai tugas. Sebaliknya banyak pria yang memilih pula pekerjaan-pekerjaan "feminim". Maka perlu ada suatu perubahan pandangan tentang eksistensi pria dan wanita sesuai dengan budaya yang mengembangkan potensinya sebagai manusia utuh bukan dari pandangan biologis saja. Apalagi dalam kemajuan IPTEK dewasa ini, di mana banyak hasil teknologi membantu kemudahan-kemudahan yang dahulu harus dilakukan secara fisik, cakrawala pekerjaan bagi pria maupun wanita semestinya dilihat dari segi gender (kelamin yang lebih berdasar budaya).
Masalah gender yang tak pernah usang ini pernah menjadi bahan diskusi dalam  konferensi Young Women Leaders Network di Bangkok - Thailand, 3-4 November  2000. Diselenggarakan oleh Friedrich Ebert Stiftung (FES) Southeast Asia  Gender Project, konferensi dua hari ini mempertemukan para perempuan muda - aktivis partai politik, LSM, anggota parlemen, dan media massa dari 11 negara Asia Tenggara dan Timur serta Jerman.
Seperti ditekankan Dr.Gabriele Burns, kepala proyek gender FES Asia  Tenggara, salah satu tujuan konferensi singkat ini adalah menjawab pertanyaan, "Is there any such thing as Young Women=New Politics'?" - apa memang ada fenomena 'perempuan muda sama dengan politik (cara) baru? Waktu yang sangat terbatas menjadikan pertemuan perdana ini 'hanya' sebuah langkah awal dari kerjasama dan jaringan organisasi, LSM, politisi dan para jurnalis Asia dan Jerman.
Nah, kemudian muncul pertanyaan, bagaimana pandangan Al Quran mengenai kesetaraan Jender ?. Tentunya, dalam kitab suci ini pun ditemukan dalil-dalil mengenai kesetaraan Gender. Adapun dalil-dalil dalam Al-quran yang mengatur tentang kesetaraan gender tersbut adalah sebagai berikut :
a. Tentang hakikat penciptaan lelaki dan perempuan
Surat Ar-rum ayat 21, surat An-nisa ayat 1, surat Hujurat ayat 13 yang pada intinya berisi bahwa Allah SWT telah menciptakan manusia berpasang-pasangan yaitu lelaki dan perempuan, supaya mereka hidup tenang dan tentram, agar saling mencintai dan menyayangi serta kasih mengasihi, agar lahir dan menyebar banyak laki-laki dan perempuan serta agar mereka saling mengenal. Ayat -ayat diatas menunjukkan adanya hubungan yang saling timbal balik antara lelaki dan perempuan, dan tidak ada satupun yang mengindikasikan adanya superioritas satu jenis atas jenis lainnya.
b. Tentang kedudukan dan kesetaraan antara lelaki dan perempuan
Surat Ali-Imran ayat 195, surat An-nisa ayat 124, surat An-nahl ayat 97, surat Ataubah ayat 71-72, surat Al-ahzab ayat 35. Ayat-ayat tersebut memuat bahwa Allah SWT secara khusus menunjuk baik kepada perempuan maupun lelaki untuk menegakkan nilai-nilai islam dengan beriman, bertaqwa dan beramal. Allah SWT juga memberikan peran dan tanggung jawab yang sama antara lelaki dan perempuan dalam menjalankan kehidupan spiritualnya. Dan Allah pun memberikan sanksi yang sama terhadap perempuan dan lelaki untuk semua kesalahan yang dilakukannya. Jadi pada intinya kedudukan dan derajat antara lelaki dan perempuan dimata Allah SWT adalah sama, dan yang membuatnya tidak sama hanyalah keimanan dan ketaqwaannya.
Selain itu, menurut D.R. Nasaruddin Umar dalam "Jurnal Pemikiran Islam tentang Pemberdayaan Perempuan" (2000) ada beberapa hal yang menunjukkan bahwa prinsip-prinsip kesetaraan gender ada di dalam Qur’an, yakni:
a.   Perempuan dan Laki-laki Sama-sama Sebagai Hamba
Menurut Q.S. al-Zariyat (51:56), (ditulis alqurannya dalam buku argumen kesetaraan gender hal 248) Dalam kapasitas sebagai hamba tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Keduanya mempunyai potensi dan peluang yang sama untuk menjadi hamba ideal. Hamba ideal dalam Qur’an biasa diistilahkan sebagai orang-orang yang bertaqwa (mutaqqun), dan untuk mencapai derajat mutaqqun ini tidak dikenal adanya perbedaan jenis kelamin, suku bangsa atau kelompok etnis tertentu, sebagaimana disebutkan dalam Q.S. al-Hujurat (49:13)
b.   Perempuan dan Laki-laki sebagai Khalifah di Bumi
Kapasitas manusia sebagai khalifah di muka bumi (khalifah fi al’ard) ditegaskan dalam Q.S. al-An’am(6:165), dan dalam Q.S. al-Baqarah (2:30) Dalam kedua ayat tersebut, kata ‘khalifah" tidak menunjuk pada salah satu jenis kelamin tertentu, artinya, baik perempuan maupun laki-laki mempunyai fungsi yang sama sebagai khalifah, yang akan mempertanggungjawabkan tugas-tugas kekhalifahannya di bumi.
 

2 komentar:

sawsawsaw mengatakan...

sangat mantap dan perlu disosialisasikan artikel2 dri sini

Unknown mengatakan...

Alhamdulillah dengan adanya artikel ini para perempuan tidak direndahkan lagi terhadap kaum laki2, kita semua sejajar

Posting Komentar

Footer Widget 1

Sample Text

Text Widget

Footer Widget 3

Recent Posts

Download

Blogger Tricks

Blogger Themes

Diberdayakan oleh Blogger.

Footer Widget 2

Popular Posts