بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Senin, 04 Maret 2013

Partisipasi Perempuan Dalam Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan (Studi Di Kelurahan Bungguosu kecamatan Wawotobi)



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Negara kita memiliki banyak persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari dua pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, dan kemiskinan struktural. Persoalan pengangguran lebih dipicu oleh rendahnya kesempatan dan peluang kerja bagi angkatan kerja di pedesaan. Upaya untuk menanggulangi hal tersebut menggunakan pendekatan multidisiplin yang berdimensi pemberdayaan. Pemberdayaan yang tepat harus memadukan aspek-aspek penyadaran, peningkatan kapasitas, dan pendyagunaan.
Upaya mengurangi angka kemiskinan yang kian tahun bertambah maka pemerintah mencanangkan berbagai program untuk dilaksanakan serta diharapkan atau mengikut sertakan masyarakat setempat dalam melaksnakan program tersebut dengan sistem perencanaan pembangunan dari bawah ke atas atau Botton up. Begitu pula faktor-faktor lain memerlukan suatu analisis yang lebih mantap, agar jangan sampai terjadi kontradiksi strategis antara faktor yang satu dengan faktor lainnya. Pembangunan yang bersifat demokratis adalah strategi yang harus diterapkan, agar dalam proses pengambilan keputusan tidak berada di satu tangan. Segala saran yang berasal dari tingkat bawah harus ditampung dan dimusyawarahkan. Sebaliknya pula, berbagai yang disarankan oleh pembawa program pembangunan harus dipikirkan oleh tingkat bawah dalam hal ini masyarakat yang bersangkutan. Jadi jelas bahwa pembangunan yang kita laksanakan menuju terwujudnya masyarakat modern yang tumbuh dan berkembang di atas kepribadian bangsa, untuk mencapai cita-cita bangsa sangat membutuhkan adanya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat karena tanpa hal tersebut program pembangunan akan sulit berjalan.
Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan turut mendukung proses penyelenggaraan program PNPM Mandiri Perdesaan, agar program yang dibawakan untuk masyarakat tidak mengalami hambatan. Partisipasi masyarakat setempat sangat diharapkan terutama partisipasi dalam bentuk uang berupa swadaya murni masyarakat. Hal ini untuk mengantisipasi faktor pendanaan apabila terjadi kemacetan dari pemerintah. Keikutsertaan masyarakat setempat diharapkan bisa mempercepat laju pelaksanaan pembangunan sekurang-kurangnya dapat mengurangi beban pemerintah daerah, propinsi maupun pembangunan yang dianggarkan melalui dana APBN.
Kelurahan Bungguosu pertama kali mendapat proyek PNPM perdesaan tahun 2007. Pemerintah Indonesia mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan, serta PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal. PNPM Mandiri Perdesaan adalah program untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan. Pendekatan PNPM Mandiri Perdesaan merupakan pengembangan dari Program Pengembangan Kecamatan (PPK), yang selama ini dinilai berhasil. Beberapa keberhasilan PPK adalah berupa penyediaan lapangan kerja dan pendapatan bagi kelompok rakyat miskin, efisiensi dan efektifitas kegiatan, serta berhasil menumbuhkan kebersamaan dan partisipasi masyarakat.
Dalam pembangunan, keterlibatan masyarakat sebagai subyek atau aktor pembangunan masih lebih banyak di sektor domestik dibandingkan dalam sektor publik. Perempuan, terutama dari kalangan miskin seringkali menjadi penerima informasi kedua karena tidak pernah/jarang terlibat dalam pengambilan keputusan yang diselenggarakan untuk memecahkan permasalahan masyarakat.
Kesadaran kritis kepemimpinan berbasis nilai seharusnya bukan berdasarkan jenis kelamin kepada semua kelompok masyarakat baik melalui media masyarakat maupun malalui musyawarah. Di sisi lain, berdasarkan Annual Report KDP 2006 data sampai per januari 2007 (Harian Kompas, 2007) masih menunjukkan rendahnya partisipasi perempuan terutama pada proses kegiatan musyawarah desa pertanggungjawaban dan serah terima, serta proses pemeliharaan kegiatan dengan rerata secara nasional kurang dari 30 persen keterlibatan perempuan. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa permasalahan umum terjadi karena :
a.       Masih rendahnya pertisipasi perempuan dalam pembangunan.
b.      Masih rendahnya manfaat pembangunan bagi kaum perempuan.
c.       Masih rendahnya terlibat didalam pengambilan keputusan.
d.      Masih ada ketimpangan akses dan control terhadap sumber daya antara laki-laki dan perempuan.
Permasalahan khusus yang sering ditemukan adalah masih rendahnya partisipasi perempuan dalam pelaksanaan kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan terutama pada musyawarah desa pertanggungjawaban, musyawarah desa serah terima dan pemeliharaan kegiatan (Sumber Annual Report 2006, kurang dari 30 %, Harian Kompas, 2007).
Dalam implementasi program PNPM Mandiri Perdesaan, tentunya bukan hanya pihak laki-laki yang berperan, akan tetapi keterlibatan perempuan juga sangat diperlukan. Olehnya itu satu hal yang perlu mendapat perhatian adalah keterlibatan perempuan desa tersebut dalam program ini. Observasi yang dilakukan terhadap kaum perempuan desa menunjukkan bahwa keterlibatan perempuan desa dilaksanakan melalui kegiatan kelompok perempuan desa. Namun keterlibatan mereka belum memberikan dampak terhadap diri mereka sendiri maupun kepada pembangunan desa.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik mengkaji lebih dalam permasalahan dengan mengangkat suatu judul “Partisipasi Perempuan Dalam Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan (Studi Di Kelurahan Bungguosu kecamatan Wawotobi) ”.


B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimanakah bentuk partisipasi perempuan dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan di Kelurahan Bungguosu Kecamatan Wawotobi ?
2.      Faktor-faktor apa yang mempengaruhi partisipasi perempuan terhadap Program PNPM Mandiri di Kelurahan Bungguosu Kecamatan Wawotobi ?
C.    Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah :
1.      Untuk mengetahui bentuk partisipasi perempuan dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan di Kelurahan Bungguosu Kecamatan Wawotobi.
2.      Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi perempuan terhadap Program PNPM Mandiri di Kelurahan Bungguosu Kecamatan Wawotobi.
D.    Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1.      Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan sumbangan pemikiran bagi pelaksanaan pembangunan kedepan yang lebih baik khususnya dalam hal pemberdayaan perempuan.
2.      Sebagai bahan masukan kepada Pemerintah Kabupaten Konawe dalam upaya mengimplementasikan kebijakan nasional hubungannya dengan partisipasi perempuan dalam pembangunan.
3.      Sebagai bahan masukan bagi masyarakat dan pelaku PNPM Mandiri baik secara perorangan maupun secara organisasi untuk selalu menaati peraturan yang berlaku khususnya yang berkaitan dengan PNPM Mandiri. 















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Konsep Partisipasi
Partisipasi adalah keterlibatan secara fisik, mental dan emosi sehingga merasa tergerak untuk berbuat demi kepentingan bersama dalam memikul tanggung jawab (Soepomo, 1992 : 22). Sementara itu Kantz (1999 : 35) juga berpendapat bahwa partisipasi merupakan salah satu dari enam kelompok input pembangunan, lima lainnya adalah tenaga terlatih, biaya, logistik, fasilitas, informasi, dan legitimasi power.
Terkait dengan hal tersebut di atas, oleh Koentjaraningrat (1996 : 36) menjelaskan, masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang besifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Berdasarkan pengertian di atas, dapat kita simpulkan bahwa partisipasi masyarakat menuju kepada suatu kegiatan yang sifatnya kesukarelaan. Hal ini menunjukkan bahwa keterlibatan intimidasi dan underpressure pembangunan sangat tidak relevan konsep partisipasi masyarakat.
Partisipasi masyarakat dalam setiap pembangunan diperlukan suatu cara atau upaya yang dapat ditentukan untuk merealisasikan kegiatan tersebut, Ndraha (1992 : 37), menjelaskan bahwa agar masyarakat tergerak untuk berpartisipasi dalam setiap bentuk kegiatan pembangunan haruslah :

a.       Disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat
b.      Dijadikan stimulan terhadap masyarakat yang berfungsi memotivasi timbulnya respon yang dikehendaki.
Dengan demikian masyarakat merasa dibutuhkan dan berperan dalam proses pembangunan di wilayahnya sehingga secara spontan dengan kesadaran dan rasa tanggung jawab mereka berusaha merealisasikan apa yang mereka telah dihasilkan bersama. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa betapapun idealnya cara meningkatkan partisipasi masyarakat tersebut, jika tidak disertai dengan pendekatan-pendekatan kemasyarakatan terlebih dahulu, maka hasilnya pun akan sia-sia.
Sehubungan dengan pentingnya pendekatan dalam menggerakkan peran aktif masyarakat, maka perlu adanya tekhnik pendekatan terhadap masyarakat adalah sebagai berikut :
1.      Tekhnik pendekatan persuasif yaitu dengan mengadakan perubahan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat.
2.      Tekhnik pendekatan compulsion yaitu dengan mengubah terlebih dahulu tindakan orang-orang atau sekelompok masyarakat.
3.      Tekhnik pendekatan pervarsion yaitu suatu kegiatan pengulangan secara teratur dan terus menerus sehingga lama kelamaan baik secara perorangan maupun kelompok menjadi sadar untuk mengubah sikap sesuai dengan apa yang dilihatnya dan apa yang diulangi berkali-kali.
B.     Bentuk-Bentuk Partisipasi Masyarakat
Berbagai bentuk partisipasi masyarakat yang diwujudkan atau dilaksanakan oleh masyarakat dalam rangka pelaksanaan pembangunan, ada yang berbentuk pikiran dan ada pula yang berbentuk tenaga. Oleh Tjokroamidjojo (1992) membagi bentuk-bentuk partisipasi sebagai berikut :
1.      Partisipasi ide./gagasan
2.      Partisipasi keterampilan/keahlian
3.      Partisipasi tenaga
4.      Partisipasi uang
5.      Partisipasi harta benda
Berdasarkan uraian yang disebutkan di atas dikatakan bahwa rakyat pedesaan diperintah untuk berpartisipasi agar menyumbangkan segala apa yang dimiliki guna membangun proyek-proyek pembangunan yang bersifat fisik jik rakyat dipaksa untuk ikut serta dalam pembangunan maka mereka akan ikut serta dengan terpaksa padahal yang diinginkan keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan diharapkan atas kesadaran sendiri.
Sehubungan dengan bentuk partisipasi masyarakat yang dipaparkan di atas dalam memikul beban pembangunan oleh F. Cohen dan Uphoff (Soepomo, 1992) berpendapat bahwa pengertian partisipasi banyak ragamnya namun terdapat empat bentuk partisipasi bagi pembangunan pedesaan yaitu :

a.       Partisipasi dalam bentuk pengambilan keputusan
b.      Partisipasi dalam bentuk pelaksanaan kegiatan
c.       Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan
d.      Partisipasi dalam bentuk penilaian serta mengembangkan hasil pembangunan.
Olehnya itu dalam penulisan ini, penulis bermaksud mendeskripsikan keikutsertaan perempuan dalam bentuk partisipasi dalam PNPM Mandiri, maka untuk menjelaskannya mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh F. Cohen dan Uphoff (Soepomo, 1992) yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1.      Partisipasi dalam bentuk pengambilan keputusan
Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dimaksudkan untuk keputusan yang menyangkut rencana desa yang dapat dilihat dari dua aspek yaitu :
a.       Frekwensi menghadiri rapat desa yang khususnya membicarakan masalah rencana pembangunan masyarakat desa.
b.      Tindakan yang dilakukan masyarakat dalam rapat-rapat desa. Tindakan ini dapat berwujud mengikuti jalannya rapat dengan baik, menyumbangkan ide-ide, gagasan, mengajukan usul, atau saran-saran dalam rapat desa, memberikan tanggapan atau kritik terhadap masalah-masalah yang dibicarakan serta ikut memberikan suaranya dalam pengambilan keputusan.

2.      Partisipasi dalam bentuk pelaksanaan kegiatan
Partisipasi dalam bentuk pelaksanaan kegiatan ini dapat dilihat dari dua aspek yaitu :
a.       Keikutsertaan secara langsung dalam pelaksanaan pembangunan misalnya keikutsertaan dalam pembuatan jalan desa, pembuatan pos romda dan lain-lain.
b.      Keikutsertaan secara tidak langsung tetapi membantu secara sepenuhnya dalam pelaksanaan pembangunan yakni dalam bentuk sumbangan material seperti pasir, batu dan sebagainya serta sumbangan dana (biaya).
3.      Partisipasi dalam bentuk memanfaatkan hasil
Partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan serta menikmati hasil pembangunan desa yakni :
a.       Ikut serta dalam memanfaatkan fasilitas umum seperti fasilitas sekolah, fasilitas klinik dan sebagainya.
b.      Ikut serta dalam menikmati manfaat secara pribadi seperti merasa puas terhadap hasil pembangunan yang telah tercapai, merasa aman di dalam hidup bemasyarakat, serta memperoleh kehidupan masa depan yang lenih baik.
4.      Partisipasi dalam bentuk penilaian
Partisipasi dalam bentuk penilaian hasil-hasil pembangunan desa dapat dilihat dalam tiga aspek yakni :
a.       Tanggapan masyarakat terhadap tindakan hasil-hasil pelaksanaan pembangunan dan rumusan keputusan desa.
b.      Tanggapan masyarakat terhadap tindakan pembangunan dengan rencana yang telah ditentukan baik dari segi waktu, biaya, dan tempat.
c.       Keterlibatan dalam menanggapi sesuai tidaknya dengan kebutuhan masyarakat desa.
Soepomo (1992:137), menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan adalah:
a.       Faktor Interen
1.      Adanya kepemimpinan positif yang berpandangan ke depan, yang kongkrit dan bertanggung jawab.
2.      Adanya pengaruh dan hubungan yang kongkrit antara pemerintah desa dan daerah.
3.      Adanya bantuan dalam bantuan yang lanca.
4.      Pemberian penghargan kepada masyarakat.
5.      Adanya pembangunan yang terarah dan rapi.
6.      Adanya kesadaran sosial masyarakat.
b.      Faktor Ekstern
1.      Letak geografis dan adanya komunikasi
2.      Adanya pengaruh hubungan yang kongkrit antar pemerintah daerah dan desa
3.      Adanya bantuan dalam hal yang wajar
4.      Pemberian penghargaan kepada masyarakat
5.      Kompetisi gerak yang sehat dan positif dalam masyarakat
C.    Konsep Pemberdayaan Perempuan
Keberadaan masyarakat adalah unsur masyarakat yang memungkinkan suatu masyarakat bertahan dan dalam pengertian dinamis pengembangan diri dan mencapai tujuan. Memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan mendirikan masyarakat (Kartasasmita, 1996 : 144).
Upaya memberdayakan masyarakat harus dilakukan melalui tiga jurusan. Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling), memotivasi dan membangkitkan kesadaran (awarenes) akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering), kemudian diperlukan langah-langkah positif selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Ketiga, dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi tambah lemah, karena kurang berdaya dalam menghadapi yang kuat.
Selanjutnya menurut Kartasasmita (1996), kegiatan pemberdayaan masyarakat hendaknya dimulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan. Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah : pertama, mengenali masalah mendasar yang menyebabkan terjadinya kesenjangan. Kedua, mengidentfikasi alternatif untuk memecahkan masalah, dan ketiga, menetapkan beberapa alternatif yang dipilih dengan memperhatikan efisiensi dan efektifitas, memperhitungkan sumber daya yang tersedia dan dapat dimanfaatkan, serta posisi yang dikembangkan. Kemudian dalam pelaksanaan ada beberapa persyaratan pokok yang perlu diperhatikan : pertama, kegiatan yang dilakukan harus terarah atau menguntungkan masyarakat yang lemah, terbelakang dan tertinggal. Kedua, pelaksanaan dilakukan oleh masyarakat itu sendiri, dimulai dari pengenalan apa yang akan dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Ketiga, mengembangkan kegiatan bersama (kooperatif) dalam kelompok yang dibentuk atas dasar wilayah tempat tinggal, jenis usaha atau kesamaan latar belakang. Keempat, menggerakkan partisipasi dari masyarakat untuk turut serta membantu dalam rangka kesetiakawanan nasional. Disini termaksud keikutsertaan orang-orang setempat yang telah maju.
Pemberdayaan dalam suatu usaha dapat diartikan sebagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah atau swasta dalam rangka memberikan kekuatan perusahaan untuk dapat berkembang melalui bantuan pendidikan dan keterampilan serta bantuan modal (Harjanto, 1995 : 11).
Selanjutnya, pemberdayaan dapat juga diartikan sebagai usaha yang dilakukan untuk memberikan kekuatan perusahaan, suatu organisasi agar mampu mengembangkan dirinya melalui bantuan, baik yang bersifat materiil maupun yang bersifat teknis melalui pendidikan dan pelatihan secara teratur (Soekirno, 1995 : 23). Berdasarkan beberapa uraian tersebut di atas tentang konsep pemberdayaan maka dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan adalah peningkatan kekuatan perusahaan/lembaga/kelompok melalui berbagai bantuan baik yang bersifat materil maupun non materil dalam bentuk teknis operasional dari pemerintah atau mitra usaha sehingga memungkinkan usaha untuk dapat dikembangkan.
Pemberdayaan merupakan sebagai sebuah strategi, sekarang telah banyak diterima bahkan telah berkembang dalam berbagai literatur di dunia barat. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pembangunan Sosial di Kopenhagen tahun 1992 juga telah memuatnya dalam berbagai kesepakatannya. Namun, upaya mewujudkan dalam praktik pembangunan tidak selalu berjalan mulus. Banyak pemikir dan praktisi yang belum memahami dan mungkin tidak meyakini bahwa konsep pemberdayaan merupakan alternatif pemecahan terhadap dilema-dilema pembangunan yang dihadapi. Mereka yang berpegangan pada teori pembangunan model lama juga tidak mudah menyesuaikan diri dengan pandangan-pandangan dan tuntutan-tuntutan keadilan. Mereka yang tidak nyaman terhadap konsep partisipasi dan demokrasi dalam pembangunan tidak akan merasa tentram dengan konsep pemberdayaan ini. Lebih lanjut, disadari pula adanya berbagai bias terhadap pemberdayaan masyarakat sebagai suatu paradigma baru pembangunan.
Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma pembangunan, yakni yang bersifat “people-centred, participatory, empowering, and sustainable” (Cambers, 1995 dalam Benjamin, 1998). Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safetynet), yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan dimasa yang lalu. Konsep ini berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa yang antara lain oleh Friedmann, 1992 (Usman, 67 : 1998) disebut alternative development, yang menghendaki inclusive democracy, appropriate economic growth, gender aquality and intergenerational equtiy.
Konsep pemberdayaan tidak mempertentangkan pertumbuhan dengan pemerataan, karena seperti dikatakan oleh Donald Brown, 1995 (Usman 69 : 1998), keduanya tidak harus diasumsikan sebagai “incompatible or antithetical”. Konsep ini mencoba melepaskan diri dari perangkap “zero-sum game” dan “trade off”. Ia bertitik tolak dari pandangan bahwa dengan pemerataan tercipta landasan yang lebih luas untuk pertumbuhan dan yang akan menjamin pertumbuhan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, seperti yang dikatakan oleh Kirdar dan Silk, 1995 (Sumodiningrat, 1996) “the pattern of growth is just a infortant as the rate of growth”, yakni bukan yang ertikal menghasilkan “trickle-down”, seperti yang terbukti tidak berhasil, tetapi yang bersifat horizontal (horizontal flows), yakni “broadly based, employment intensive, and not compartmentalized” (Ranis, 1995 dalam Sumodiningrat, 41 : 1996). 
Lahirnya konsep pemberdayaan sebagai antitesa terhadap pembangunan yang kurang memihak pada rakyat mayoritas. Konsep ini dibangun dari kerangka logik sebagai berikut : (1) bahwa proses pemusatan kekuasaan terbangun dari pemusatan kekuasaan faktor produksi, (2) pemusatan kekuasaan faktor produksi akan melahirkan masyarakat pekerja dan masyarakat pengusaha pinggiran, (3) kekuasaan akan membangun bangunan atas atau sistem pengetahuan, sistem politik, sistem hukum, dan sistem ideologi yang manipulatif untuk memperkuat legitimasi, dan (4) pelaksanaan sistem pengetahuan, sistem politik, sistem hukum dan ideologi secara sistematik akan menciptakan dua kelompok masyarakat, yaitu masyarakat budaya dan masyarakat tunadaya ( Trijono dan Pranaka, 1996 dalam Dewanta 2000). Akhirnya yang terjadi ialah dikotomi, yaitu masyarakat yang berkuasa dan manusia yang dikuasai. Untuk membebaskan situasi menguasai dan dikuasai, maka harus dilakukan pembebasan malalui proses pemberdayaan bagi yang lemah (empowerment and powerless).
Secara konseptual, pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain, memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat (Anonim, 2005).
Dalam konsep pemberdayaan, menurut Prijono dan Pranarka, 1996 (dalam Dewanta, 2000), manusia adalah subyek dari dirinya sendiri. Proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan kemampuan kepada masyarakat agar menjadi berdaya, mendorong dan memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan pilihan hidupnya. Lebih lanjut diakatakan bahwa pemberdayaan harus ditujukan pada kelompok atau lapisan masyarakat yang tertinggal.
Menurut Sumodiningrat (1996), bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki. Adapun pemberdayaan masyarakat senantiasa menyangkut dua kelompok yang saling terkait, yaitu masyarakat sebagai pihak yang diberdayakan dan pihak yang menaruh kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan.
Mubyarto (1985) menekankan bahwa terkait dengan pemberdayaan ekonomi rakyat. Dalam proses pemberdayaan rakyat diarahkan pada pengembangan sumber daya manusia (di pedesaan), penciptaan peluang berusaha yang sesuai dengan keinginan masyarakat. Masyarakat menentukan jenis usaha, kondisi wilayah yang pada gilirannya dapat menciptakan lembaga dan sistem pelayanan dari, oleh dan untuk masyarakat setempat. Upaya ala pemberdayaan masyarakat ini kemudian pada pemberdayaan ekonomi rakyat.
Olehnya itu, pemberdayaan perempuan adalah usaha sistematis dan rencana untuk mencapai kesetaraan dan keadilan yang meliputi aspek kondisi (kualitas dan kemampuan) atau posisi (kedudukan atau peran) laki-laki dan perempuan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (Zulfina Adriani, 2007).
Pemberdayaan perempuan adalah penguatan perempuan dalam berbagai bentuk sosial, ekonomi, dan politik berdasarkan pada keterkaitan antara kebebasan pribadi dan aturan masyarakat yang berlaku. Pemberdayaan perempuan seharusnya tidak dimaksudkan untuk memaksa perempuan bersaing dengan laki-laki dalam sektor publik untuk mencapai posisi yang sejajar, tetapi seharusnya dilakukan untuk mendorong perempuan (dan juga laki-laki) menciptakan kerja sama yang sinergi antara laki-laki dan perempuan baik dalam sektor domestik maupun publik dalam mencapai tatanan keluarga dan masyarakat yang aman dan nyaman (Agustin Setiawati, 2007).
Pemberdayaan perempuan merupakan langkah nyata untuk mewariskan semangat yang positif dan berkelanjutan pemberdayaan itu sendiri kepada generasi penerus. Pemberdayaan perempuan (PNPM Mandiri Pedesaan, 2008) bertujuan untuk meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, termasuk kelompok perempuan dalam proses pembangunan dalam berbagai langkah antara lain :
1.      Penyadaran kritis tentang hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara, dan peran perempuan dalam pembangunan.
2.      Mencerdaskam perempuan perdesaan, agar menyadari potensi dan kelemahan mereka dan lingkungannya, menyangkut kebutuhan dasar (sandang, pangan, papan serta kesehatan dan pendidikan) dan hak mereka dalam partisipasi pembangunan di daerahnya, serta mereka mampu menemukenali alternatif solusi yang dapat direalisasi.
3.      Memberikan ruangan partisipasi perempuan dalam setiap tahap pelaksanaan program (perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dan pelestarian).
Berdasarkan beberapa konsep/teori tentang pemberdayaan perempuan yang disampaikan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan perempuan merupakan pengetahuan perempuan dalam berbagai bentuk kehidupan sosial, budaya, ekonomi, dan politik berdasarkan pada keterkaitan antara kebebasan pribadi dan aturan masyarakat yang berlaku. Bentuk penguatan tersebut berupa : (1) motivasi, yakni penyadaran kritis tentang hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara, dan peran perempuan dalam pembangunan, (2) mencerdaskan kemampuan perdesaan, agar menyadari potensi dan kelemahan mereka dan lingkungannya, menyangkut kebutuhan dasar (sandang, pangan, papan, dan kesehatan serta pendidikan) dan hak mereka dalam pertisipasi pembangunan di perdesaan, serta mereka mampu menemukenali alternatif solusi yang dapat direalisasi, (3) memberikan ruangan partisipasi perempuan dalam setiap tahap pelaksanaan program (perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, dan pelestarian).                                   
D.    Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan
Sejak tahun 2007 pemerintah mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang terdiri dari PNPM Mandiri Pedesaan, PNPM Mandiri Perkotaan serta PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal. Program ini adalah program untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan dengan pendekatan pembangunan sebelumnya.
PNPM Mandiri Pedesaan pada prinsipnya adalah peningkatan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin pedesaan secara mandiri melalui peningkatan partisipasi masyarakat (terutama masyarakat miskin, kelompok perempuan, dan komunitas/kelompok yang terpinggirkan), meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat dan pemerintah, meningkatnya modal sosial masyarakat serta inovasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna (Depdagri, 2007).
Visi PNPM Mandiri Pedesaan adalah tercapainya kesejahteraan dan kemandirian masyarakat miskin pedesaan. Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat. Kemandirian berarti mampu mengorganisir diri untuk memobilisasi sumber daya yang ada di lingkungannya, mampu mengakses sumber daya diluar lingkungannya, serta mengolah sumber daya tersebut untuk mengatasi kemiskinan. Sedang misi PNPM Mandiri Pedesaan adalah :
1.      Meningkatkan kapasitas masyarakat dan kelembagaan.
2.      Pelembagaan sistem pembangunan partisipatif.
3.      Peningkatan fungsi dan peran pemerintah lokal.
4.      Peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana sosial dasar ekonomi masyarakat.
5.      Pengembangan jaringan kemitraan dalam pembangunan.
Dalam rangka mencapai visi dan misi PNPM Mandiri Perdesaan tersebut di atas, strategi yang dikembangkan adalah menjadikan masyaraat miskin sebagai kelompok sasaran, menguatkan sistem pembangunan partisipatif, serta mengembangkan kelembagaan kerja sama antar desa. Berdasarkan visi, misi, dan strategi yang dikembangkan, maka PNPM Mandiri Perdesaan lebih menekankan pentingnya pemberdayaan sebagai pendekatan yang dipilih. Dengan demikian melalui PNPM Mandiri Pedesaan diharapkan masyarakat dapat menuntaskan harapan pemberdayaan yaitu tercapainya kemandirian dan berkelanjutan, setelah tahapan pembelajaran dilakukan melalui program-program sebelumnya.
Tujuan umum dari PNPM Mandiri Pedesaan adalah meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di pedesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. Sedangkan tujuan khususnya meliputi :
a.       Meingkatkan kapasitas seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan atau kelompok perempuan, dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan.
b.      Melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan mendayagunakan sumber daya lokal.
c.       Mengembangkan kapasitas pemerintahan desa dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan partisipatif.
d.      Menyediakan prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat.
e.       Melembagakan pengelolaan dana bergulir.
f.       Mendorong terbentuk dan berkembangnya kerja sama antar desa.
g.      Mengembangkan kerja sama antar pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan pedesaan.
Sesuai dengan pedoman umum, PNPM Mandiri Pedesaan mempunyai prinsip atau nilai dasar yang menjadi landasan atau acuan dalam setiap pengambilan keputusan maupun tindakan yang akan diambil dalam pelaksanaan rangkaian PNPM Mandiri Pedesaan. Nilai-nilai dasar tesebut diyakini mampu mewujudkan kemampuan tujuan PNPM Mandiri Pedesaan. Prinsip-prinsip tersebut meliputi :
a.       Bertumpu pada pembangunan manusia, artinya bahwa masyarakat hendaknya memilih kegiatan yang berdampak langsung terhadap upaya pembangunan manusia daripada pembangunan fisik semata.
b.      Otonomi, artinya bahwa masyarakat memiliki hak dan kewenangan mengatur diri secara mandiri dan bertanggung jawab tanpa intervensi negatif dari luar.
c.       Desentralisasi, artinya memberikan ruang yang leih luas kepada masyarakat untuk mengelola kegiatan pembangunan sektorial dan kewilayahan yang bersumber dari pemerintah daerah sesuai dengan kapasitas masyarakat.
d.      Berorientasi pada masyarakat miskin, artinya bahwa segala keputusan yang diambil berpihak kepada masyarakat miskin.
e.       Partisipasi, artinya masyarakat berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materil.
f.       Kesetaraan dan keadilan gender, artinya masyarakat baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kesetaraan dalam perannya disetiap tahapan program dan dalam menikmati manfaat kegiatan pembangunan, kesetaraan juga dalam pengertian kesejajaran kedudukan ada saat situasi konflik.
g.      Demokratis, artinya masyarakat mengambil keputusan pembangunan secara musyawarah mufakat.
h.      Transparansi dan akuntabel, artinya masyarakat memiliki akses terhadap informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral, teknis, legal, maupun administratif.
i.        Prioritas, artinya masyarakat memiliki kegiatan yang diutamakan dengan mempertimbangkan kemendesakkan dan kemanfaatan untuk pengentasan kemiskinan.
j.        Keberlanjutan, artinya bahwa dalam setiap pengambilan keputusan atau tindakan pembangunan, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pemeliharaan kegiatan harus telah mempertimbangkan sistem pelestariannya.
Berdasarkan uraian tersebut, program PNPM Mandiri Pedesaan sangat tapat karena merupakan program peningkatan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin pedesaan secara mandiri malalui peningkatan partisipasi masyarakat (terutama masyarakat miskin, kelompok perempuan dan komunitas/kelompok yang terpinggirkan), meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat dan pemerintah, meningkatkan modal sosial masyarakat serta inovasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna.
E.     Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemberdayaan Perempuan Melalui PNPM Mandiri
Berdasarkan tujuan umum dan tujuan khusus dari PNPM Mandiri Pedesaan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dalam implementasi program di lapangan tentu tidak akan terlepas berbagai faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan dari program ini. Dalam petunjuk teknis operasioanal (PTO) PNPM Mandiri Pedesaan telah digariskan bahwa beberapa faktor tersebut akan mempengaruhi implementasi program ini seperti :
1.      Peran Pelaku
Masyarakat adalah pelaku utama PNPM Mandiri Pedesaan. Sedangkan pelaku-pelaku lainnya adalah unsur pemerintah desa, kecamatan, kabupaten dan seterusnya berfungsi sebagai pelaksana, fasilitator, pembimbing dan pembina agar tujuan, prinsip, kebijakan, prosedur, dan mekanisme PNPM Mandiri Pedesaan tercapai dan dilaksanakan secara benar dan konsisten.
2.      Implementasi kegiatan
Untuk menjamin kualitas pelaksanaan kegiatan yang tetap mengacu pada prinsip dan mekanisme PNPM Mandiri Pedesaan, maka perlu adanya persiapan pelaksanaan yang matang dan terencana. Implementasi kegiatan dimulai dari tahap pelaksanaan, hingga tetap evaluasi dan pengawasan.   








F.     Kerangka Pikir
Untuk mengetahui partisipasi perempuan terhadap pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya terhadap pelaksanaan PNPM di Kelurahan Bungguosu Kecamatan Wawotobi Kabupaten Konawe, maka penulis membuat bagan kerangka pikir sebagai berikut :
Bentuk Partisipasi perempuan
-          Partisipasi dalam bentuk pengambilan keputusan
-          Partisipasi dalam bentuk pelaksanaan kegiatan
-          Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan
-          Partisipasi dalam bentuk penilaian serta mengembangkan hasil pembangunan
  





Faktor yang mempengaruhi
-          Peran pelaku
-          Implementasi kegiatan
Pelaksanaan program PNPM
 









BAB III
METODE PENELITIAN
A.    Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Bungguosu Kecamatan Wawotobi Kabupaten Konawe, dengan melihat bentuk partisipasi perempuan dalam program PNPM Mandiri Pedesaan. Pemilihan ini didasarkan atas pertimbangan bahwa berdasarkan pengamatan awal penulis melihat partisipasi perempuan dalam pelaksanaan program PNPM Mandiri Pedesaan, sehingga dengan demikian dapat   memberikan peran kepada perempuan dalam pelaksanaan program PNPM tersebut.
B.     Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif yakni memberikan gambaran dengan fakta, data dan informasi guna menjelaskan penyelesaian masalah penelitian tentang partisipasi perempuan dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan di Kelurahan Bungguosu Kecamatan Wawotobi Kabupaten Konawe.
C.    Informan Penelitian
Adapun informan dalam penelitian ini adalah para perempuan di Kelurahan Bungguosu yang berpartisipasi langsung dengan PNPM Mandiri Pedesaan, dalam hal ini adalah perempuan pengurus PNPM sebanyak 8 orang. Selain informan tersebut di atas, peneliti mengambil informan kunci (key informan) yaitu Kepala Kelurahan Bungguosu dan Sekretaris Lurah. Penetapan informan ini didasarkan atas pertimbangan bahwa mereka mengetahui partisipasi perempuan melalui PNPM Mandiri Pedesaan.  
D.    Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Adapun jenis data dalam penelitian ini adalah jenis data kualitatif. Jenis data kualitatif adalah data yang merupakan penjelasan-penjelasan, uraian-uraian yang dideskripsikan.
2. Sumber Data
Selain itu dalam penelitian ini diperoleh pula sumber data yang terdiri atas dua bagian yaitu :
1.    Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sejumlah informan penelitian melalui tahap wawancara partisipasi perempuan dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan.  
2.     Data sekunder yaitu data yang berupa catatan-catatan dari dokumen yang terdapat di Kantor Kelurahan Bungguosu mengenai jumlah penduduk dan data yang relefan dengan permasalahan penelitian.
E.     Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Studi kepustakaan (Library Studi) yaitu cara memperoleh data  dengan mempelajari literatur laporan dan bahan tertulis lainnya yang ada hubungannya dengan judul penelitian.
2. Penelitian lapangan (Field Reseach) yaitu cata memperoleh data dengan melalukan penelitian langsung di lapangan. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data primer melalui teknik :
a.       Observasi yaitu melakukan pengamatan langsung di lokasi penelitian terutama dalam kaitannya dengan partisipasi perempuan dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan.
b.      Wawancara yaitu mengadakan wawancara lngsung dengan informan. Dalam wawancara ini digunakan pedoman wawancara yang telah disusun secara sistematis berdasarkan permasalahan yang diteliti untuk memperoleh gambaran mengenai partisipasi perempuan dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan.
c.       Dokumentasi yaitu sumber informasi yang berupa bukti tertulis mengenai karakteristik lokasi penelitian baik berupa dokumentasi pribadi maupun dokumenatsi resmi.

 
F.     Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh nantinya akan diolah dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yakni untuk mendapatkan gambaran secara sistematis tentang partisipasi perempuan dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Pedesaan, yang mengacu pada konsep Miles dan Huberman dalam (Satori dan A’an, 2010 : 39) yaitu menggambarkan secara sistematis dan mendalam setiap masalah yang ditelaah. Analisa yang berlangsung melalui empat tahap yakni : pertama, data collection (tahap pengumpulan data) yaitu pada saat proses memasuki lingkungan penelitian dan melakukan pengumpulan data penelitian. Kedua, data reduction (tahap reduksi data) yaitu pada saat proses pemilihan data, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dari lapangan. Ketiga, data display (tahap penyajian data) yakni penyajian informasi  dalam memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Keempat, tahap penarikan kesimpulan, pada tahap ini penarikan kesimpulan dari data yang telah dianalisis, sehingga akan diharapkan penelitian benar-benar menggambarkan kenyataan.  





BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1.      Letak Wilayah
Kelurahan Bungguosu merupakan satu kelurahan yang ada di Kecamatan Wawatobi Kabupaten Konawe. Untuk mencapai daerah tersebut, dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua, roda empat, maupun sejenisnya. Adapun batas wilayah Kelurahan Bungguosu adalah :
-          Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Lalosabila
-          Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Tawanga
-          Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Puusinauwi
-          Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Tudaono
Kelurahan Bungguosu mencakup daerah daratan dengan luas wilayah 780 Ha. Secara tataguna tanah Kelurahan Bungguosu terbagi atas pemukiman, persawahan, perkebunan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1 : Luas Wilayah Kelurahan Bungguosu Berdasarkan Pemanfaatannya Tahun 2010
No
Luas Wilayah
Luas (ha)
Persentase (%)
1.
2.
3.
4.
Pemukiman Penduduk
Luas Persawahan
Luas Perkebunan
Lain-lain
100
150
337
193
12,82
19,23
43,20
24,74

Total
780
100
Sumber : Data Kantor Kelurahan Bungguosu Tahun 2010
Berdasarkan tabel 1 di atas, menunjukkan bahwa kelurahan Bungguosu memiliki lahan seluas 780 ha, dimana lahan yang sudah diolah seluas 587 ha sedangkan sisanya 193 ha yang merupakan lahan bagian perkantoran, pekuburan dan tanah yang belum diolah.
2.      Kondisi Kependudukan
Berdasarkan hasil registrasi penduduk sampai dengan tahun 2010, penduduk Kelurahan Bungguosu berjumlah 919 jiwa yang terbagi atas 480 laki-laki dan 439 perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki menunjukkan porsi yang lebih banyak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel  berikut :
Tabel 2 : Jumlah Penduduk Kelurahan Bungguosu Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2010
No
Kelompok Umur
(Tahun)
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
(Jiwa)
1.
2.
3.
4.
0 – 20
21 - 40
41 - 60
61 ke atas
248
165
  51
  16
214
148
  59
  18
402
313
110
  34

Jumlah
480
439
919
         Sumber : Data Kantor Kelurahan Bungguosu Tahun 2010
Berdasarkan data tabel di atas, menunjukkan bahwa umur penduduk dari umur 0 tahun hingga 20 tahun terdapat sebanyak 402 orang, sementara umur 21 tahun hingga 40 tahun terdapat sebanyak 313 orang, umur 41 tahun hingga 60 tahun terdapat sebanyak 110 orang, sementara selisihnya yakni umur 61 tahun ke atas terdapat sebanyak 34 orang.
Selanjutnya untuk melihat komposisi mata pencaharian penduduk yang ada di Kelurahan Bungguosu Kecamatan Wawotobi dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3 : Komposisi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian Di Kelurahan  Bungguosu Tahun 2010
No
Jenis Mata Pencaharian
Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Wiraswasta
Petani
PNS
Pertukangan
Pensiunan
Pelayanan jasa
Lain-lain
50
48
45
35
15
10
  9
23,60
22,64
21,22
16,50
  7,07
  4,71
  4,24

Jumlah
212
100
Sumber : Data Kantor Kelurahan Bungguosu Tahun 2010
Berdasarkan data tabel 3 di atas, dapat diketahui bahwa jenis mata pencaharian penduduk Kelurahan Bungguosu yang paling banyak digeluti adalah wiraswasta yang berjumlah 50 orang atau sekitar 23,60 persen dibandingkan dengan yang mempunyai pekerjaan lain yakni 48 orang sebagai petani atau sekitar 22,64 persen, yang mempunyai pekerjaan sebagai PNS yakni sebanyak 45 orang atau sekitar 21,22 persen, pertukangan sebanyak 35 orangatau sekitar 16,50 persen, pensiunan sebanyak 15 orang atau sekitar 7,07 persen, di bidang pelayanan jasa sebanyak 10 orang atau sekitar 4,71 persen, dan pekerjaan lainnya yakni 9 orang atau sekitar 4,24 persen.
B.     Bentuk Partisipasi Perempuan Dalam Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan Di Kelurahan Bungguosu Kecamatan Wawotobi
Memasuki era reformasi, kegiatan pembangunan semakin meningkat baik secara kualitas maupun secara kuantitasnya, dimana aktifitas pembangunan ini  meningkat setelah adanya pemberian kewenangan kepada daerah secara penuh untuk mengurus dan mengelolah rumah tangganya sendiri yang mana hal  ini memerlukan kemampuan dalam berbagai aspek sumber daya manusia dalam mengelolah sumber daya yang tersedia.
Oleh karena itu, kegiatan pembangunan harus selalu senantiasa diarahkan pada  peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat Desa maupun Kelurahan sebagai unit daerah terkecil dengan mengedepankan berbagai metode atau pendekatan perencanaan pembangunan yang lebih baik dan berkelanjutan. Pada masa orde baru  sistem perencanaan pembangunan bersifat sentralistik dimana proses dan mekanisme perencanaan pembangunan mengacu kepada perencanaan dari atas atau top-down planning. Maka dengan bergulirnya pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah pada era reformasi ini, orientasi perencanaan pembangunan mengalami pergeseran proses dan mekanisme menjadi perencanaan pembangunan yang mengacu kepada perencanaan dari bawah ke atas atau bottom-up planning. Perencanaan pembangunan dari bawah ke atas merupakan proses  perencanaan pembangunan yang dimulai dari tingkat bawah dengan mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan monitoring/evaluasi  program pembangunan, dimana salah satu implementasi hal tersebut adalah dengan adanya PNPM Mandiri Pedesaan.
Di lain sisi, dalam upaya pembangunan bangsa seutuhnya, baik dari aspek infrastruktur maupun dari aspek sosial ekonomi, tentunya tidak jarang ditemukan kendala atau hambatan-hambatan dalam upaya mensejahterakan masyarakat tersebut. Kendala itu terkadang disebabkan karena tidak konsistennya para pengelola kebijakan pembangunan maupun kurang tepatnya paradigma pembangunan yang telah dicanangkan tersebut.
Selain itu, bahwa pada dasarnya pembangunan Kelurahan/Desa adalah upaya untuk menguatkan struktur sosial ekonomi masyarakat dengan berbasis pada partisipasi aktif dari masyarakat. Hal ini searah asumsi bahwa pembangunan Kelurahan/Desa dan hakekatnya merupakan kegiatan terencana yang mengandung tiga unsur pokok yaitu :  metode, proses dan tujuan. 1) Sebagai metode, pembangunan Kelurahan/Desa yang baik harus melibatkan seluruh anggota masyarakat yang berkaitan langsung dengan kepentingan masyarakat social ekonomi mereka. 2) Sebagai proses, pembangunan Kelurahan/Desa merupakan proses transformasi budaya yang diawali dengan kehidupan tradisional yang mengendalikan kebiasaan-kebiasaan secara turun-temurun untuk diubah menjadi masyarakat modern yang berdasarkan kemajun hidup pada kemandirian dalam menerima ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Dan 3) Sebagai tujuan, pembangunan Kelurahan/Desa adalah untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat dan menciptakan kesempatan yang lebih baik bagi pengembangan mata pencaharian serta mengusahakan terciptanya prasarana fisik dan pelayanan sosial yang sama dengan daerah perkotaan.
Sehingga, salah satu upaya pemerintah dalam mensejahterakan masyarakat Indonesia adalah dicanangkannya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan di setiap pelosok wilayah di seluruh nusantara, termasuk di Kelurahan Bungguosu Kecamatan Wawatobi Kabupaten Konawe. Tentunya upaya ini tidak terlepas dari visi dan misi PNPM Mandiri Pedesaan itu sendiri. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa yang menjadi visi dari PNPM Mandiri Pedesaan adalah tercapainya kesejahteraan dan kemandirian masyarakat miskin pedesaan. Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat. Kemandirian berarti mampu mengorganisir diri untuk memobilisasi sumber daya yang ada di lingkungannya, mampu mengakses sumber daya diluar lingkungannya, serta mengolah sumber daya tersebut untuk mengatasi kemiskinan. Sedang misi PNPM Mandiri Pedesaan adalah :
1.      Meningkatkan kapasitas masyarakat dan kelembagaan.
2.      Pelembagaan sistem pembangunan partisipatif.
3.      Peningkatan fungsi dan peran pemerintah lokal.
4.      Peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana sosial dasar ekonomi masyarakat.
5.      Pengembangan jaringan kemitraan dalam pembangunan.
Dari visi dan misi tersebut di atas, diharapkan agar dengan diterapkannya program tersebut maka kesejahteraan masyarakat dapat terwujud utamanya bagi masyarakat miskin. Akan tetapi, di lain sisi ada pula salah satu indikator penyebab tidak maksimalnya hasil yang dicapai dalam pelaksanaan program PNPM tersebut, yakni kurangnya partisipasi perempuan dalam program itu.
Hal ini bukan berarti perempuan selamanya tidak dilibatkan dalam program PNPM akan tetapi, sentuhan dari ide-ide atau pemikiran-pemikiran dari pihak perempuan tentunya sangat dibutuhkan demi kelancaran pelaksanaan program pengentasan kemiskinan tersebut. Hal ini tentunya berkaitan dengan partisipasi perempuan dalam segala aspek pembangunan termasuk partisipasinya dalam program PNPM Mandiri pedesaan di Kelurahan Bungguosu Kecamatan Wawotobi Kabupaten Konawe. 
Adapun bentuk-bentuk partisipasi perempuan dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan di Kelurahan Bungguosu adalah sebagai berikut :
a.      Partisipasi Dalam Bentuk Pengambilan Keputusan
Sebagaimana kita ketahui bahwa sebelum menjalankan sebuah program pembangunan hubungannya dengan kebijakan PNPM Mandiri Pedesaan, maka langkah yang pertama kali ditempuh adalah memusyawarahkan atau membicarakan bersama tentang rencana pembangunan ke depannya agar keputusan yang dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kehendak semua peserta musyawarah, tak terkecuali pihak perempuan sebagai salah satu pihak peserta rapat. Hal tersebut penting karena perencanaan pembangunan merupakan proses pemikiran dan penentuan secara matang daripada hal-hal yang akan dilakukan sebagi bentuk upaya untuk melakukan perubahan-perubahan menjadi lebih baik. Karena perubahan yang dimaksud adalah menuju arah peningkatan dari keadaan semula, menjadi lebih baik dengan melalui usaha yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat.
Kondisi di atas, juga diterapkan oleh pengurus PNPM Mandiri Pedesaan di Kelurahan Bungguosu, bahwa setiap saat ada rencana program pembangunan oleh pengurus PNPM, maka semua pihak tersebut tentunya akan mengggelar rapat pengurus, sebagaimana yang diungkapkan oleh salah seorang pengurus PNPM Mandiri Pedesaan di Kelurahan Bungguosu, Masni (30), bahwa :
“alhamdulilah, selama saya menjadi pengurus PNPM di tempat ini, saya merasa sangat terlibat dengan semua bentuk program yang dicanangkan oleh PNPM. Saya megatakan demikian karena saya selalu dilibatkan oleh pengurus-pengurus lainnya dalam rapat pembahasan agenda program pembangunan oleh PNPM. Tentunya, dalam rapat tersebut bahwa semua pendapat peserta rapat yang hadir akan ditampung dan dipertimbangkan semua pendapatnya, termasuk pendapat-pendapat ataupun saran-saran saya dalam rapat sebagai bentuk perwakilan suara  dari pihak perempuan. Dengan demikian, saya sebagai perempuan tentunya merasa ikut menentukan sebuah keputusan dalam rapat-rapat tersebut. Hal tersebut terjadi pada saat-saat rapat pembahasan rencana program dan di dalamnya tentu terdapat pengambilan keputusan seperti rapat pembahasan pembuatan drainase, pembuatan jalan setapak dan lain sebagainya”. (wawancara, 9 Juli 2012).

Dari informasi yang diungkapkan oleh informan di atas, kita bisa mendapatkan gambaran bahwa di Kelurahan Bungguosu kaitannya dengan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan dari pengurus PNPM Mandiri Pedesaan, selalu dilibatkan di dalamnya. Hal ini sangat ideal ketika diterapkan secara terus menerus oleh sebuah lembaga pemberdayaan masyarakat dalam hal ini PNPM dalam upayanya mensejahterakan masyarakat, karena tidak menutup kemungkinan bahwa pendapat dari pihak perempuan lebih rasional dibanding pendapat mayoritas laki-laki.
Dengan demikian, partisipasi tersebut ditentukan oleh intensitas pertemuan dalam rapat yang digelar, sehingga menghasilkan yang namanya keputusan tak terkecuali perempuan yang terlibat di dalamnya sebagai pengurus PNPM Mandiri Pedesaan, sebagaimana yang dikemukakan oleh salah satu pengurus PNPM di Kelurahan Bungguosu, Aniati (40) bahwa:
“sebagai pengurus dari pihak perempuan PNPM di kelurahan ini, kami pun merasa punya tugas dan wewenang layaknya pengurus lainnya dalam program ini. Dalam perjalanannya, setiap kali ada program terbaru yang akan dilaksanakan oleh PNPM di kelurahan ini, tanpa harus didatangi lebih awal oleh pengurus lain dalam menentukan keputusan mengenai program yang tepat, maka kami sudah tau diri untuk ikut mengambil andil menentukan keputusan mengenai program tersebut. Hal ini dikarenakan kami sebagai pihak perempuan juga merupakan salah satu unsur penentu keputusan program PNPM seperti keputusan program pemberian dana bergulir, dimana yang biasanya terampil mengelola hal itu adalah perempuan”. (wawancara, 9 Juli 2012).

Keterangan di atas, semakin memperjelas posisi perempuan sebagai pengurus PNPM Mandiri Pedesaan yang tidak perlu diragukan lagi, karena ternyata setiap kali ada rencana pembahasan program pembangunan, maka tanpa harus diberitahu terlebih dahulu pengurus dari pihak perempuan sudah tau akan kedudukannya sebagai salah satu penentu keputusan. Tentunya, semua program yang ada, terkhusus program-program yang idealnya pantas dilaksanakan oleh perempuan pun dijalankan oleh kelompok wanita ini dalam PNPM, seperti kepengurusan pemberian dana bergulir di Kelurahan Bungguosu.
Dari dua keterangan informan di atas, maka disimpulkan bahwa peran maupun partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan penentuan program PNPM di Kelurahan Bungguosu telah menunjukkan efektifitas keterlibatannya dalam pengambilan keputusan tersebut, dimana dalam setiap rapat-rapat yang digelar untuk memutuskan program yang tepat, maka perempuan merupakan salah satu pemeran dalam pengambilan keputusan tersebut.    
Selain itu, hubungannya dengan pengambilan keputusan menyangkut kepentingan desa/kelurahan, maka oleh semua pengurus termasuk perempuan dalam PNPM harus memperhatikan dua aspek, yakni frekwensi menghadiri rapat desa dan tindakan yang dilakukan masyarakat dalam rapat-rapat desa. Tindakan ini dapat berwujud mengikuti jalannya rapat dengan baik, menyumbangkan ide-ide, gagasan, mengajukan usul, atau saran-saran dalam rapat desa, memberikan tanggapan atau kritik terhadap masalah-masalah yang dibicarakan serta ikut memberikan suaranya dalam pengambilan keputusan.
Jadi, ketika dua aspek di atas dijalankan oleh semua pengurus PNPM Mandiri Pedesaan di Kelurahan Bungguosu termasuk pengurus perempuan dari PNPM tersebut, maka harapan dari semua pihak dan lapisan masyarakat tentang akan pentingnya kehadiran program pemberdayaan bagi masyarakat miskin akan terwujud dan tidak mengecewakan. Sebagaimana pengakuan salah seorang informan, Harmila (35), bahwa :
“saya sebagai pengurus dari pihak perempuan dalam PNPM Mandiri Pedesaan, tentunya menginginkan pertemuan yang rutin dalam pembahasan agenda program PNPM yang akan dilaksanakan ke depannya. Hal ini perlu karena adanya penyesuaian yang cukup rumit dalam menyatukan pendapat kami sebagai pengurus dari pihak perempuan dengan pengurus lainnya dalam PNPM. Olehnya itu, dengan pertemuan yang akan sering digelar tersebut menghasilkan kesepahaman pendapat dengan pengurus lain dalam pengambilan keputusan. Karena betapa tidak, peran kami sebagai perempuan dalam pengambilan keputusan dalam forum musyawarah yang digelar cukup berpengaruh, seperti keputusan pembutan jalan rintisan atau kegiatan-kegiatan ibu-ibu PKK”. (wawancara, 9 Juli 2012).

Dari keterangan di atas, memberikan informasi betapa pentingnya keseringan rapat yang harus digelar sebelum melahirkan sebuah keputusan dalam program PNPM. Hal ini perlu karena pendapat perempuan juga menjadi pertimbangan bahkan sangat mempengaruhi keputusan musyawarah yang digelar. Kondisi ini tentunya memerlukan solidaritas kelompok yang bermusyawarah tersebut, dalam hal ini adalah semua pengurus PNPM di Kelurahan Bungguosu, tak terkecuali perempuan. Hal tersebut di atas, didukung oleh pengakuan Kepala Kelurahan Bungguosu, Bapak Muh. Natsir, SE (45) yang menyatakan bahwa :
“saya melihat bahwa semua pengurus PNPM di Kelurahan ini mempunyai solidaritas internal pengurus PNPM yang merasa mempunyai tanggung jawab serta mendapat amanah tehadap apa yang mereka jalankan hari ini. Bentuk solidaritas itu mereka tunjukkan dalam bentuk musyawarah yang sering mereka adakan. Tentu saja pengurus yang hadir bukan hanya pihak laki-laki tapi juga pihak perempuan yang notabenenya sebagai perwakilan dari pihak perempuan, sehingga keputusan yang diambil adalah kombinasi antara pendapat laki-laki dan perempuan yang sama-sama berperan sebagai pengurus PNPM tersebut”. (wawancara, 9 Juli 2012).

Dari keterangan di atas, tentunya memposisikan pihak perempuan dalam setiap rapat-rapat yang digelar oleh pengurus PNPM sebagai bagian yang tidak bisa diabaikan, karena ia merupakan pihak yang perlu dipertimbangkan pendapat-pendapatnya dalam sebuah rapat. Seperti demikianlah bentuk partisipasi perempuan sebagai pengurus PNPM dalam menentukan keputusan program kebijakan pembangunan. 
b.      Partisipasi Dalam Bentuk Pelaksanaan Kegiatan

Partisipasi masyarakat merupakan jiwa dari pemberdayaan masyarakat. Pembangunan yang memberdayakan adalah pembangunan yang membebaskan masyarakat dari ketergantungan atas pelayanan pembangunan itu sendiri. Oleh karena itu partisipasi dalam pembangunan harus melalui penumbuhan kemauan, kemampuan, dan rasa percaya diri masyarakat.
Pola pembangunan partisipatif adalah pola pembangunan yang mendudukkan masyarakat, baik secara individu atau kelompok, sebagai pelaku utama dan penentu keputusan dan tindakan pembangunan. Hubungannya dengan partisipasi perempuan dalam bentuk pelaksanaan kegiatan PNPM Mandiri Pedesaan di Kelurahan Bungguosu, maka tentunya harus melewati yang namanya perencanaan program terlebih dahulu. Dalam usaha perencanaan program, dituntut adanya kesiapan dari masyarakat dan Kelurahan dalam menyelenggarakan pertemuan-pertemuan musyawarah secara swadaya dan menyiapkan kader-kader Kelurahan yang bertugas secara sukarela serta adanya kesanggupan untuk mematuhi dan melaksanakan ketentuan dalam PNPM Mandiri Pedesaan. Dalam hal ini tidak terlepas dari keterlibatan pihak perempuan, dimana pihak ini mampu menopang suksesnya program PNPM ke depannya.
Berdasarkan wawancara dengan salah seorang informan penelitian di Kelurahan Bungguosu, Harmila (35), mengatakan bahwa :
“sebagai seorang fasilitator PNPM untuk kecamatan Wawotobi dan kebetulan saya bertempat tinggal di Kelurahan Bungguosu, tentunya tugas saya adalah memberikan pelayanan semaksimal mungkin terkait dengan kebutuhan-kebutuhan perencanaan maupun pelaksanaan program PNPM termasuk di Kelurahan Bungguosu, dan hal ini saya jalani secara rutin karena amanah lembaga pemberdayaan masyarakat”. (wawancara, 9 Juli 2012).

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, maka kita dapat mengetahui bahwa ternyata di Kelurahan Bungguosu, keterlibatan perempuan dalam rencana program PNPM sangat dibutuhkan karena mereka dianggap mampu mengerjakan yang tidak dapat dikerjakan oleh pihak laki-laki. Hal ini sejalan dengan pendapat dari pengurus PNPM lainnya di Kelurahan Bungguosu, Isra (35), bahwa :
“ada sebagian program PNPM di kelurahan ini yang memang hanya dapat dikerjakan oleh perempuan bukan laki-laki. Tentunya kami sebagai pengurus dari pihak perempuan harus bertanggung jawab dalam kesuksesan program yang dimaksud. Program yang dimaksud seperti kegiatan ibu-ibu PKK, pengembangan jiwa kreatifitas pada ibu-ibu rumah tangga dan lain sebagainya” (wawancara, 9 Juli 2012).

Keterangan di atas, menunjukkan bahwa ada sebagian program PNPM yang diselenggarakan di Kelurahan Bungguosu yang tidak dapat dijalankan oleh pengurus lain selain pengurus pihak perempuan, seperti pelaksanaan kegiatan ibu-ibu PKK, dan program lainnya yang bernuansa perempuan. selain itu, berdasarkan keterangan di atas pula maka pengurus dari pihak perempuan harus mampu menjalankan tugas dan fungsinya layaknya sebagai pengurus agar amanah yang diberikan kepada mereka dapat mereka emban dengan penuh rasa tanggung jawab.
Dari semua program yang direncanakan dan akan dilaksanakan oleh PNPM di Kelurahan Bungguosu, di dalamnya juga terdapat usaha untuk keterlibatan perempuan. Dalam hal ini, keuletan serta kesungguhan pihak perempuan dalam mewujudkan program di atas sangat diperlukan agar mendapatkan hasil yang optimal, sebagaimana pernyataan dari salah seorang informan,  Iszanati (30), bahwa :
“kami sebagai pengurus dari pihak perempuan tentunya mempunyai semangat mensukseskan semua pelaksanaan program PNPM. Hal ini kami wujudkan dalam bentuk kesungguhan kami menjalankan maupun mengawasi jalannya semua program PNPM yang telah kami canangkan”. (wawancara, 9 Juli 2012).

Dari keterangan di atas, kita bisa mendapatkan gambaran bahwa semangat partisipasi perempuan dalam pelaksanaan semua program PNPM di Kelurahan Bungguosu terwujud dalam bentuk kesungguhan mereka menjalankan program tersebut.
Dari semua keterangan informan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi perempuan dalam pelaksanaan kegiatan PNPM di Kelurahan Bungguosu terwujud dalam peran fasilitator PNPM dari pihak perempuan serta kesungguhan mereka dalam menjalankan program tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sekretaris Kelurahan Bungguosu, Bapak Sukarman (43), bahwa :         
“Dalam perencanaan program PNPM dibutuhkan kesungguh-sungguhan para anggota pengelola baik itu laki-laki maupun perempuan, agar program tersebut tepat sasaran sehingga mendapatkan hasil yang optimal”. (wawancara, 9 Juli 2012).

Pernyataan Sekretaris Lurah Bungguosu di atas, semakin memperkuat posisi perempuan dalam perencanaan program karena secara tidak langsung ketika menyinggung program PNPM maka disitu pulalah terdapat peran perempuan. Adapun bentuk implementasinya adalah dengan Musyawarah Khusus Perempuan (MKP), yakni musyawarah yang dihadiri oleh kaum perempuan dan dilakukan dalam rangka membahas gagasan-gagasan dari kelompok-kelompok perempuan dan menetapkan usulan kegiatan yang merupakan kebutuhan Kelurahan dalam hal ini adalah Kelurahan Bungguosu. Usulan yang disampaikan perlu mempertimbangkan hasil penggalian gagasan sebelumnya. Usulan hasil musyawarah tersebut selanjutnya dilaporkan ke musyawarah Kelurahan perencanaan untuk disahkan sebagai bagian dari usulan Kelurahan.
Selanjutnya, berdasarkan hasil pengamatan, bahwa di Kelurahan Bungguosu terdapat pelaksanaan program PNPM yang tidak terlepas dari peran pihak wanita, dimana subyek ini memposisikan dirinya sebagai sesuatu yang tidak bisa terlepas dari semua bentuk pelaksanaan program PNPM. Hal ini didukung oleh salah satu ketentuan dasar PNPM Mandiri Pedesaan yakni mengenai kesetaraan dan keadilan Gender. Dalam hal ini, untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender salah satu langkah yang dilakukan adalah pemihakan kepada perempuan. Pemihakan memberi makna berupaya pemberian kesempatan bagi perempuan untuk memenuhi kebutuhan dasar, ekonomi, dan politik serta mengakses aset produktif. Salah satu wujud keberpihakan kepada perempuan, PNPM di Kelurahan Bungguosu mengharuskan adanya keterlibatan perempuan sebagai pemegang perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian, dalam hal ini kepentingan perempuan harus terwakili secara memadai.
Hal di atas senada dengan pemaparan salah seorang informan yang bertugas sebagai UPK (Unit Pengelola Kegiatan) PNPM di Kelurahan Bungguosu, Neniarti (37) yakni :
“saya sebagai petugas UPK PNPM di Kelurahan Bungguosu merupakan bentuk keterlibatan atau pemberdayaan perempuan dalam pelaksanaan program PNPM. Dalam hal ini saya berusaha mengaspirasikan semua kebutuhan maupun kepentingan kaum perempuan dalam pelaksanaan program PNPM. Dan alhamdulilah hal ini semakin mendapatkan titik terangnya”. (wawancara, 9 Juli 2012).
Dari pengakuan informan di atas, merupakan bukti diberdayakannya perempuan dalam pelaksanaan program PNPM khususnya di Kelurahan Bungguosu yang merupakan lokasi penelitian. Selain itu, pemberdayaan perempuan ini tentunya sesuai dengan Petunjuk Teknis Operasional (PTO) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang sudah diatur sedemikian rupa, misalnya untuk menjamin kualitas pelaksanaan kegiatan yang tetap mengacu pada prinsip dan mekanisme PNPM Mandiri Pedesaan, maka perlu adanya persiapan pelaksanaan yang matang dan terencana. Persiapan pelaksanaan ini lebih ditujukan kepada aspek sumber daya manusia, termasuk perempuan yang merupakan salah satu unsur pengurus PNPM serta seluruh pelaku PNPM pada umumnya.
c.       Partisipasi Dalam Bentuk Pemanfatan hasil Pembangunan
Tak kalah menariknya, bahwa dalam setiap rencana serta pelaksanaan program pembangunan yang dicanangkan oleh PNPM Mandiri Pedesaan, maka akan tiba gilirannya memanfaatkan hasil pembangunan tersebut. Hal ini merupakan sesuatu hal yang wajar karena sudah merupakan buah atau hasil keringat yang telah mereka lakukan.
Hal demikian tentunya dapat dirasakan oleh siapa saja dalam masyarakat, ternsasuk para pengurus PNPM di Kelurahan Bungguosu tak terkecuali pihak perempuaan yang terdapat di dalamnya, seperti yang diungkapkan oleh salah seorang informan dalam penelitian ini, Iszanati (30), bahwa :
“secara pribadi saya begitu bangga dengan melihat dan merasakan sendiri semua hasil jerih payah kami dalam melaksanakan program PNPM di Kelurahan ini. Tentunya, berbedalah dengan pihak yang hanya ikut merasakan apa yang dihasilkan dari program dalam hal ini masyarakat secara umum. Tapi, bagi saya sebagai pengurus PNPM sekaligus sebagai masyarakat di sini sangat senang dan bangga karena biar bagaimanapun juga ini adalah salah satu hasil dari partisipasi kami sebagai pihak perempuan dalam PNPM Mandiri Pedesaan. Dengan demikian, maka kami pun mencoba memanfaatkan hasil program tersebut, seperti dengan adanya pembuatan drainase, dimana sebelumnya banyak air hujan yang tergenang di pekarangan rumah kami pada saat hujan, maka dengan adanya drainase kami cukup membuat saluran air yang kecil untuk diteruskan ke pembuangan air tersebut. Dengan begitu rumah kami pun bebas dari genangan air hujan ketika turun hujan” (wawancara, 9 Juli 2012).   

Dari keterangan di atas, kita dapat mengetahui bahwa apa yang dirasakan oleh pihak perempuan dengan hasil pembangunan yang telah dicanangkan oleh PNPM di Kelurahan Bungguosu tentu sangat memuaskan bagi semua pihak, terutama bagi pihak perempuan dari kalangan pengurus PNPM itu sendiri. Bukan hanya secara kelembagaan manfaat yang diperoleh oleh pihak perempuan tesebut, tapi juga secara pribadi mereka mendapatkan kepuasan tersendiri. Hal ini berkaitan dengan partisipasi masyarakat tak terkecuali perempuan dalam masyarakat, hubungannya dengan partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan serta menikmati hasil pembangunan, dalam hal ini adalah ikut serta dalam menikmati manfaat secara pribadi seperti merasa puas terhadap hasil pembangunan yang telah tercapai, merasa aman di dalam hidup bemasyarakat, serta memperoleh kehidupan masa depan yang lebih baik.
Kondisi demikan, merupakan kondisi ideal yang seharusnya dilakukan maupun yang harus dirasakan oleh masyarakat di Kelurahan Bungguosu dalam memanfaatkan hasil pembangunan yang telah dicapai baik dalam skala kecil maupun dalam skala besarnya, termasuk hasil pembangunan program PNPM Mandiri Pedesaan di tempat tersebut. Karena betapa tidak, sebuah program yang gencar-gencarnya digalangkan oleh pemerintah baik dari pusat maupun dari pemerintah daerah sudah seharusnya bagi masyarakat sebagai obyek pembangunan untuk menikmati serta memanfaatkan hasil dari program pembangunan tersebut, yakni sebuah program pemberdayaan masyarakat yang berorientasi untuk kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat itu sendiri. Program tersebut tentunya bersumber dari pemerintah dan salah satunya adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan. Hal ini senada dengan pengakuan salah seorang informan, Hikmah (30), bahwa :
“sudah saatnya semua elemen masyarakat harus merasakan dan menikmati hasil dari sebuah program pembangunan termasuk program PNPM yang ada di kelurahan ini. Bukan hanya pihak kami sebagai perempuan pengurus PNPM yang harus menikmatinya, tetapi juga masyarakat sebagai obyek dari program yang kami buat”. (wawancara, 9 Juli 2012).

Keterangan di atas, merupakan bentuk pernyataan seorang pengurus PNPM dari kaum perempuan, dimana di dalamnya terdapat pendapat bahwa bukan pengurus PNPM lah yang menikmati hasil pelaksanaan program PNPM termasuk perempuan, tetapi juga masyarakat sebagai sasaran program pembangunan.
Tentunya hal tersebut di atas, merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat termasuk pihak perempuan di Kelurahan Bungguosu dalam sektor pembangunan yang dicapai melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan. Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh Kepala Kelurahan Bungguosu, Bapak Muh. Natsir (45), bahwa :
“dalam upaya yang dilakukan oleh pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah dalam pembangunan kesejahteraan masyarakat, maka sudah menjadi sebuah keharusan bagi segenap masyarakat Kelurahan Bungguosu, termasuk perempuan dalam rangka memanfaatkan semua hasil pembangunan tersebut”(wawancara, 10 Juli 2012).

Keterangan Kepala Kelurahan Bungguosu di atas semakin memperkuat informasi akan pentingnya partisipasi masyarakat termasuk perempuan dalam memanfaatkan hasil pembangunan. Pembangunan tersebut, jika mengacu pada aspek pemberdayaan masyarakat, maka hal tersebut adalah PNPM yang sudah dicanangkan sejak beberapa tahun lalu. Tentunya, keharusan pihak perempuan secara khusus maupun masyarakat secara umum dalam memanfaatkan hasil pembangunan adalah untuk melihat sejauh mana asas manfaat yang telah dicapai oleh pemerintah.    
d.      Partisipasi Dalam Bentuk Penilaian Serta Mengembangkan Hasil Pembangunan
 Partisipasi permpuan dalam PNPM Mandiri Pedesaan mutlak adanya. Pelibatan para pelaku pembangunan sangat jelas aturannya. Keterlibatan perempuan dalam PNPM sebagai pelaku pembangunan bisa secara langsung dan bisa juga melalui aspirasi yang dijaring pada sub-komunitas, dalam hal ini dijalankan oleh petugas UPK PNPM dari pihak perempuan. Agar hasil serap aspirasi berdaya guna dan berhasil guna tinggi, maka perlu adanya penyadaran yang terus-menerus, agar aspirasi masyarakat tidak menghasilkan daftar keinginan, melainkan menghasilkan daftar kebutuhan prioritas. Hal ini untuk menghindari sikap ketergantungan mutlak yang berkepanjangan, menumbuhkembangkan sikap keberdayaan, dan menuju terwujudnya kemandirian yang nyata.
Partisipasi di atas, salah satunya adalah memberikan penilaian serta mengembangkan hasil pembangunan. Artinya, perempuan sebagai indikator penyelenggara program PNPM tentu akan mengetahui sejauh mana keberhasilan program pembangunan yang telah dijalankan, dengan begitu maka pihak tersebut akan berusaha mengembangkan program untuk mencapai sasaran yang ideal, yakni tercapainya kemandirian sosial ekonomi masyarakat di Kelurahan Bungguosu.
Hal tersebut, senada dengan penilaian petugas UPK PNPM, Neniarti (35) terkait dengan program PNPM yang telah dilaksanakan di Kelurahan Bungguosu, yakni :
”saya melihat, program PNPM Mandiri Pedesaan yang telah dilaksanakan di tempat ini sudah memberikan dampak dan perubahan yang positif terhadap masyarakat di sini, meskipun hasilnya belum terlalu maksimal. Akan tetapi, dengan begitu paling tidak hal ini sudah memberikan sesuatu yang berarti bagi masyarakat dan sudah menjadi tugas dan wewenang kami sebagai pengelola mengembangkan program tersebut dengan melihat kekurangan yang timbul di lapangan”. (wawancara, 10 juli 2012).

Keterangan informan di atas, menunjukkan bahwa dari pihak pengelola PNPM di Kelurahan Bungguosu menilai dan menganggap bahwa program yang telah dilaksanakan sudah memberikan dampak yang positif terhadap masyarakat, meskipun masih terdapat sedikit perubahan. Akan tetapi hal ini tidak menjadi sebuah hambatan, justru dengan mengetahui kekurangan tersebut, akan menjadi pegangan bagi pihak pengelola untuk mengembangkan program pembangunan selanjutnya.
Selain itu, ada pula partisipasi perempuan dalam hal mengembangkan hasil pembangunan, dalam hal ini adalah hasil pelaksanaan program PNPM yang ada di Kelurahan Bungguosu. Partisipasi ini tentunya bertujuan mempertahankan serta melestarikan program yang telah ada tersebut, sebagaimana yang diungkapkan oleh salah seorang informan, Neniarti (35), bahwa :
”tentunya kami juga mempunyai partisipasi dalam hal mengembangkan hasil pembangunan atau program PNPM dalam bentuk menjaga kualitas hasil program tersebut. Maksudnya adalah menjaga semua hasil pelaksanaan program PNPM di Kelurahan Bungguosu semaksimal mungkin. Adapun jika ditemukan sebagian hasil program PNPM telah mengalami sedikit kerusakan maka secepatnya untuk diperbaiki, dan hasil program yang masih tetap kokoh dan membawa manfaat yang banyak bagi masyarakat, maka hal itu menjadi pokok pemikiran untuk dikeluarkan program lanjutan dari program yang telah banyak membawa dampak positif itu”. (wawancara, 10 Juli 2012).

Dari keterangan di atas, menunjukkan bahwa dari program yang telah dilaksanakan di Kelurahan Bungguosu, tentunya memerlukan yang namanya pengembangan lanjutan dari pihak pengelola PNPM. Seperti misalnya hasil program yang mengalami sedikit kerusakan maka secepatnya diperbaiki, begitu pula dengan program yang membawa dampak positif bagi masyarakat, maka dipikirkan selanjutnya mengenai program lanjutan sebagai follow up program sebelumnya.
Dari semua informasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bentuk partisipasi perempuan dalam bentuk penilaian dan pengembangan hasil pelaksanaan program PNPM di Kelurahan Bungguosu, tertuang dalam hal penilaian mereka terhadap semua hasil-hasil program PNPM, serta usaha mereka dalam memperbaiki hasil program yang dianggap mengalami kerusakan dan mengusahakan program lanjutan bagi program-program yang dianggap bermanfaat bagi masyarakat. Hal tersebut senada dengan pengakuan Kepala Kelurahan Bungguosu, Bapak Muh. Natsir, SE. (45) yang menyatakan bahwa :
”hal yang paling penting dalam sebuah pelaksanaan program pembangunan termasuk program PNPM adalah tanggapan atau penilaian masyarakat terhadap hasil pembangunan itu, serta usaha mengembangkan semua hasil program pembangunan tersebut yang dianggap berhasil. Hal ini datangnya dari pihak siapa saja termasuk kaum perempuan dari Kelurahan Bungguosu ini, dan inilah yang merupakan bentuk partisipasi perempuan dalam menilai serta mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicanangkan”. (wawancara. 10 Juli 2012).

Keterangan di atas, menggambarkan bahwa perempuan sebagai salah satu bagian dari masyarakat tidak terlepas dari peranannya sebagai salah satu penilai dan pengembang dalam pembangunan. Tentunya penilaian itu akan dijadikan sebagai pegangan bagi pengelola PNPM untuk merumuskan program pembangunan selanjutnya. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa dalam kegiatan pembangunan partisipatif, masyarakat seharusnya menjadi pelaku utama dan penentu. Artinya aspirasi, kepentingan, kemauan, dan kemampuan masyarakatlah yang menjadi landasan pembangunan. Oleh karena itu peran para pelaku pembangunan lainnya haruslah ditempatkan sebagai mitra sejajar. Interaksi yang terjadi adalah interaksi antar pihak yang setara meskipun berbeda fungsi, sehingga terbentuklah kerabat kerja pembangunan seperti kerja sama yang lazim terjadi dalam satu organ tubuh (mata, mulut, tangan, kaki, dan lainnya).
C.    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Perempuan Terhadap Program PNPM Mandiri di Kelurahan Bungguosu Kecamatan Wawotobi  
Adanya partisipasi perempuan dalam PNPM, semakin mempertajam perlunya pihak perempuan dalam setiap program pembangunan, termasuk dalam Program Nasional Pengentasan Kemiskinan  (PNPM) Mandiri Pedesaan yang dijalankan di Kelurahan Bungguosu Kecamatan Wawotobi. Akan tetapi, dalam perjalanannya dan berdasarkan tujuan umum dan tujuan khusus dari PNPM Mandiri Pedesaan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dalam implementasi program di lapangan tentu tidak akan terlepas berbagai faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan dari program ini. Dalam petunjuk teknis operasioanal (PTO) PNPM Mandiri Pedesaan telah digariskan bahwa beberapa faktor tersebut akan mempengaruhi partisipasi perempuan dalam implementasi program PNPM. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :


1.      Peran Pelaku
Sebagaimana kita ketahui bahwa masyarakat pada umumnya merupakan pelaku utama dalam PNPM Mandiri Pedesaan. Sedangkan pelaku-pelaku khusus adalah dari unsur pemerintah Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten dan seterusnya berfungsi sebagai fasilitator, pembimbing, dan pembina agar tujuan, prinsip, kebijakan, prosedur dan mekanisme PNPM Mandiri Pedesaan tercapai dan dilaksanakan secara benar dan konsisten.
Tentunya, peran di atas juga dijalankan oleh pihak perempuan sebagai pengurus PNPM di Kelurahan Bungguosu, dimana mereka menjalankan tugas dan fungsinya yang telah diamanahkan oleh PNPM kepada pihak perempuan, seperti yang diungkapkan oleh petugas UPK PNPM di Kelurahan Bungguosu, Neniarti (35), bahwa :
“berbicara mengenai peran perempuan dalam pelaksanaan program PNPM, tentu  sangat menentukan kesuksesan program tersebut. Mengapa demikian ? karena banyak diantara program-program yang dijalakan oleh PNPM itu memerlukan peran peempuan di dalamnya, sehingga apabila selain dari perempuan yang jalankan peran itu maka akan mengalami kegagalan, sehingga peran tersebut harus dijalankan oleh perempuan untuk menemui kesuksesan program itu”. (wawancara, 10 Juli 2012)

Informasi di atas, memberikan kedudukan yang penting bagi perempuan di dalam menjalankan semua program PNPM di Kelurahan Bungguosu. Hal ini bukan berarti semua peran laki-laki digantikan oleh perempuan, tetapi ada sebagian program PNPM yang pelakunya adalah harus pihak perempuan bukan laki-laki, sehingga dalam pelaksanaannya akan menemui kesuksesan, begitu pula sebaliknya, apabila peran tersebut dijalankan laki-laki maka akan menemui kegagalan jika hal itu bukan basic peran laki-laki. Hal demikian, dibenarkan oleh Kepala Kelurahan Bungguosu, Bapak Muh. Natsir, SE (45), bahwa :
“memang saya melihat kepengurusan PNPM di Kelurahan ini disesuaikan dengan kedudukan mereka sebagai laki-laki atau perempuan. Artinya, baik laki-laki maupun perempuan diberikan tugas pokok masing-masing dengan tidak menayalahi peran. Sehingga dengan demikian perempuan sebagai item program PNPM di sini akan memiliki partisipasi yang tinggi karena sudah dipercayakan untuk mengurus salah satu kegiatan PNPM”. (wawancara, 10 Juli 2012).

Dari keterangan informan di atas, menunjukkan bahwa telah ada pembagian tugas pokok masing-masing antara laki-laki dengan perempuan dalam menjalankan perannya dalam PNPM Mandiri Pedesaan di Kelurahan Bungguosu. Tentu saja hal ini akan meningkatkn partisipasi masyarakat termasuk perempuan dalam menjalankan program PNPM Mandiri Pedesaan.
2.      Implementasi Kegiatan
Faktor kedua yang mempengaruhi partisipasi perempuan dalam menjalankan program PNPM adalah implementasi kegiatan itu sendiri. Dalam implemenatsi kegiatan ini tentunya harus ada program pembangunan yang melibatkan golongan perempuan miskin sehingga dengan program pembangunan tersebut akan mengalami peningkatan pendapatan. Selain itu, berbicara mengenai partisipasi gender dalam program pembangunan yang dicanangkan oleh PNPM di Kelurahan Bungguosu, telah menunjukkan peningkatan. Artinya, dengan program PNPM di tempat tersebut, megundang partisipasi perempuan dalam mendukung maupun menjalankan program tersebut. Hal ini diakui oleh salah seorang pengurus PNPM Mandiri Pedesaan di Kelurahan Bungguosu, Dita (36), bahwa :
”sebagai pengurus PNPM tentu kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk berpartisipasi dalam setiap program yang dicanangkan. Hal ini kami lakukan sebagai bentuk kesadaran akan kedudukan kami sebagai slaha satu bagian dari masyarakat sekaligus sebagai pengurus PNPM Mandiri Pedesaan”. (wawancara, 10 Juli 2012)

Kesadaran akan kedudukan perempuan sebagai bagian dari masyarakat dan sekaligus pengurus PNPM yang dinyatakan oleh informan di atas, akan mamacu tingkat partisipasi perempuan dalam manjalankan program PNPM tersebut. Jika keadaan ini terus berlanjut dalam rentetan waktu yang tidak terbatas maka akan menghasilkan sebuah masyarakat sebagimana yang didambakan dalam visi dan misi dalam PNPM Mandiri Pedesaan. Hal ini ditambahkan dengan pernyatan Sekretaris Lurah Bungguosu,  Bapak Sukarman (43), bahwa :
”alhamdulilah, kepengurusan PNPM Mandiri Pedesaan di Kelurahan Bungguosu ini memiliki partisipasi yang cenderung tinggi, terutama pada saat perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan. Hal ini menjadi kenyataan karena masing-masing yang telibat dalam program itu merasa mempunyai tanggung jawab dengan sukses tidaknya program tersebut, terutama perempuan yang memang mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap apa yang dipercayakan kepada mereka” (wawancara, 10 Juli 2012).

Dari informasi di atas, menyebutkan bahwa di Kelurahan Bungguosu perempuanlah yang biasanya ketika diberi kepercayaan dalam menjalankan tugas, tentunya mereka akan menjaga kepercayaan itu sampai suksesnya program tersebut.
Demikianlah pembahasan mengenai partisipasi perempuan serta faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi itu dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan di Kelurahan Bungguosu Kecamatan Wawotobi Kabupaten Konawe.
      


   















BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan sebelumnya, maka penulis menarik kesimpulan mengenai partisipasi perempuan dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) serta faktor yang mempengaruhinya, yakni sebagai berikut :
1.      Partisipasi dalam bentuk pengambilan keputusan, yakni sebelum menjalankan sebuah program pembangunan hubungannya dengan kebijakan PNPM Mandiri Pedesaan, maka langkah yang pertama kali ditempuh adalah memusyawarahkan atau membicarakan bersama tentang rencana pembangunan ke depannya agar keputusan yang dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kehendak semua peserta musyawarah, tak terkecuali pihak perempuan sebagai salah satu pihak peserta rapat.
2.      Partisipasi dalam bentuk pelaksanaan kegiatan, bahwa pelaksanaan program PNPM tidak terlepas dari peran pihak wanita, dimana subyek ini memposisikan dirinya sebagai sesuatu yang tidak bisa terlepas dari semua bentuk pelaksanaan program PNPM. Hal ini didukung oleh salah satu ketentuan dasar PNPM Mandiri Pedesaan yakni mengenai kesetaraan dan keadilan Gender. Dalam hal ini, untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender salah satu langkah yang dilakukan adalah pemihakan kepada perempuan.
3.      Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan, bahwa apa yang dirasakan oleh pihak perempuan dengan hasil pembangunan yang telah dicanangkan oleh PNPM di Kelurahan Bungguosu tentu sangat memuaskan bagi semua pihak, terutama bagi pihak perempuan dari kalangan pengurus PNPM itu sendiri.
4.      Partisipasi dalam bentuk penilaian serta mengembangkan hasil pembangunan. Artinya, perempuan sebagai indikator penyelenggara program PNPM tentu akan mengetahui sejauh mana keberhasilan program pembangunan yang telah dijalankan, dengan begitu maka pihak tersebut akan berusaha mengembangkan program untuk mencapai sasaran yang ideal, yakni tercapainya kemandirian sosial ekonomi masyarakat.
Adapun faktor yang mempengaruhi partisipasi perempuan dalam pelaksanaan program PNPM Mandiri Pedesaan di Kelurahan Bungguosu yakni :
-          Peran pelaku, bahwa telah ada pembagian tugas pokok masing-masing antara laki-laki dengan perempuan dalam menjalankan perannya dalam PNPM Mandiri Pedesaan, dimana hal ini akan meningkatkn partisipasi masyarakat termasuk perempuan dalam menjalankan program PNPM Mandiri Pedesaan.
-          Implementasi kegiatan, tentunya dalam hal ini ada program pembangunan yang melibatkan golongan perempuan miskin sehingga dengan program pembangunan tersebut akan mengalami peningkatan pendapatan. Dengan demikian, partisipasi gender dalam program pembangunan yang dicanangkan oleh PNPM dapat meningkat.
B.     Saran
Berdasarkan pada kesimpulan dan uraian-uraian diatas maka ada beberapa hal yang menjadi saran dalam penelitian ini yakni :
1.      Pemerintah Kelurahan Bungguosu perlu meningkatkan koordinasinya dengan pemerintah daerah di kabupatennya terkait dengan perlunya keterlibatan perempuan dalam PNPM Mandiri Pedesaan.
2.      Perlu adanya sosialisasi kebijaksanaan terhadap pelaksanaan PNPM sehingga tidak terjadi tumpang tindih antara keinginan masyarakat dengan kebutuhan masyarakat, serta dengan kepentingan pemerintah dalam menentukan prioritas pembangunan di Kelurahan Bungguosu.
3.      Diharapkan agar dari pihak pemerintah baik pemerintah tingkat atas maupun pemerintah Kelurahan  sendiri lebih meningkatkan bimbingan, dorongan serta pemahaman mengenai arti pentingnya kehadiran PNPM bagi kepentingan masyarakat, termasuk pentingnya dukungan partisipatif dari pihak perempuan.







DAFTAR PUSTAKA
Agustin, satyawati, 2007. Pemberdayaan Perempuan. Jurnal Edisi IV/ayasha’s/14 Mei 2007. Diunduh Tanggal 23 Juni 2012. Sumber Website Kalyanamitra, Ayasha’s weblog.
Anonim, 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Perum Balai Pustaka. Jakarta.
Benjamin, White. 1998. Optimisme Makro, Pesimisme, Mikro Penafsiran Kemiskinan Dan Ketimpangan Di Indonesia. PT. Gramedia Widia Sarana. Jakarta.
Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa. 2007. PTO (Petunjuk Teknis Operasional) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan.
Departemen Dalam Negeri, 2007. Penjelasan Teknis Operasional Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan, Tim Koordinasi PNPM Mandiri Pedesaan. Jakarta.
Dewanta, Setyawan. 2000. Kemiskinan Dan Kesenjangan Di Indonesia. Aditya Media. Yogyakarta.
Harian Kompas, 2010. Pemberdayaan Dan Kemiskinan Masyarakat Di Indonesia. Edisi 15 Januari 2007.
Kantz, Sani. 1999. Kepemimpinan. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Kartasasmita, G, 1996. Administrasi Pembangunan Perkembangan Pemikiran Dan Prakteknya Di Indonesia. PT. Pustaka LP3E. Jakarta.
Koentjaraningrat, 1996. Pengantar Ilmu Antropologi. PT. Aksara Baru. Jakarta.
Mubyarto, 1985. Peluang Kerja Dan Peluang Berusaha Di Pedesaan. BPFE. UGM. Yogyakarta.
Ndraha, Talizuduhu. 1992. Dimensi-Dimensi Pemerintah Desa. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Soepomo, 1992. Pembangunan Masyarakat. CV. Karyako. Jakarta.
Sumodiningrat, Gunawan. 1996. Pembangunan Daerah Dan Pemberdayaan Masyarakat. PT. Bina Rena Pariwara. Jakarta.
Tjokroamidjojo, 1992. Perencanaan Pembangunan. Gunung Agung. Jakarta.
Usman, Sunyoto. 1998. Pembangunan Dan Pemberdayaan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 
Zilfina, Adriani. 2007. Analisis Program Pemberdayaan Perempuan Berbasis Gender. Pusat Penelitian Gender (PPG) Universitas Jambi.
-------------------, 1998. Strategi Pembangunan Ekonomi Yang Berkeadilan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
http:www.pemberdayaan.com

0 komentar:

Posting Komentar

Footer Widget 1

Sample Text

Text Widget

Footer Widget 3

Recent Posts

Download

Blogger Tricks

Blogger Themes

Diberdayakan oleh Blogger.

Footer Widget 2

Popular Posts