بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Selasa, 05 Maret 2013

REALITAS SERBA BERUBAH DARI KARL PRIBRAM

Berikut disajikan suatu artikel tentang Karl Pribram, seorang ilmuwan syaraf dari Universitas Stanford yang terkenal dengan teori otak holografisnya, ditulis oleh Marylin Ferguson, penulis buku "The Aquarian Conspiracy" dari tahun 1960-an, yang menjadi buku klasik dari gerakan New Age./hudoyo

Jika Anda ingin tahu, di mana revolusi riset otak yang akan datang
berlangsung, pelajarilah apa yang pada saat ini diminati oleh Karl Pribram.
Sepanjang karirnya, ilmuwan syaraf berusia 58 tahun dari Universitas
Stanford ini selalu berada di dekat--kalau bukan penganjur utama--dari
hampir semua pergolakan pemikiran tentang bagaimana otak bekerja.

Pada dewasa ini ia mengajukan suatu model yang mencakup segala-galanya dan
mengejutkan, yang menimbulkan kegemparan di kalangan mereka yang tertarik
dengan misteri kesadaran manusia. "Model holografis"-nya memadukan riset
otak dengan fisika teoretik; model itu menjelaskan persepsi sehari-hari,
dan sekaligus membebaskan pengalaman-pengalaman paranormal dan
transendental dari sifat supernaturalnya dengan menjelaskannya sebagai
bagian dari alam.

Seperti temuan-temuan tertentu dari fisika kuantum, pemikiran-ulang yang
radikal dari teori ini tiba-tiba membuat ucapan-ucapan paradoksal dari para
ahli mistik sepanjang sejarah dapat dipahami. Ahli bedah otak, peneliti dan
profesor yang bertubuh kecil ini mencoba menjelaskan data yang dihasilkan
oleh laboratoriumnya di Universitas Stanford, tempat proses-proses otak
dari hewan menyusui tingkat tinggi--terutama bangsa Primata [kera tingkat
tinggi, termasuk manusia]--diteliti dengan ketat.

Perkembangan terakhir dari pemikiran Karl Pribram membuat lengkap peralihan
dirinya dari apa yang disebutnya sendiri "seorang behavioris yang gigih"
dalam tahun 1940-an, menjadi perintis psikologi kognitif dalam tahun
1950-an, dan sekali-sekali mendukung para psikolog humanistik dalam tahun
1960-an dan awal 1970-an, sampai menjadi pembela radikal dari pengalaman
spiritual pada akhir tahun 1970-an.

Ahli biologi, T.H. Huxley, pernah menulis, "Duduklah di hadapan fakta
seperti anak kecil, dan bersiaplah untuk membuang setiap pengertian yang
ada sebelumnya, mengikuti dengan rendah hati ke mana pun dan ke jurang apa
pun Anda di bawa oleh Alam; kalau tidak, Anda tidak akan pernah belajar
apa-apa." Keterpakuan Pribram yang polos terhadap fakta-fakta yang
ditemukannya telah membawanya ke jurang seperti itu.

Ia lahir di Vienna, dan hijrah ke Amerika Serikat sebagai anak berusia
delapan tahun. Ia belajar di Universitas Chicago, tempat ia memperoleh
gelar BA dan MD dalam waktu lima tahun yang mencengangkan.

Setelah menjalani residence dan internship [masa-masa pendidikan dokter
ahli] di Illinois, ia mulai berpraktek sebagai ahli bedah otak di Florida.
Di situlah ia mulai meneliti--di Yerkes Laboratories di Orange Park, di
bawah bimbingan ilmuwan otak terkemuka, Karl Lashley. (Yang juga bekerja di
Yerkes adalah D.O. Hebb dan Austin Riesen, yang kelak menjadi terkenal
berkat risetnya dalam pematian-indra, dan Roger Sperry, yang kelak menjadi
perintis dalam penelitian pembelahan otak.)

Selama tiga puluh tahun Lashley telah meneliti "engram"--yakni lokasi dan
substansi dari ingatan. Ia melatih binatang-binatang percobaan, lalu secara
selektif merusak bagian-bagian dari otak mereka, dengan mengasumsikan bahwa
pada suatu titik ia akan menemukan lokasi dari apa yang telah mereka
pelajari. Perusakan bagian-bagian otak itu membuat perilaku hewan itu
menjadi agak kacau, tetapi tampaknya, selama tidak ada kerusakan otak yang
mematikan, tidak mungkin untuk menghapuskan apa yang telah mereka pelajari.

Pada suatu titik, Lashley yang kebingungan mengatakan dengan masam, bahwa
penelitiannya membuktikan bahwa hal itu tak mungkin dipelajari. Pribram
ikut serta dalam penulisan riset monumental dari Lashley, dan ia juga
menekuni misteri engram itu. Bagaimana mungkin ingatan tidak tersimpan di
suatu bagian otak melainkan tersebar di seluruh otak?



Pribram lalu pindah ke Yale, tempat ia selama 10 tahun banyak menyumbang
kepada sains otak dengan mengembangkan teknik-teknik operasi yang akhirnya
memungkinkan orang mencapai daerah otak yang disebut sistem limbic yang
primitif dan misterius. Penelitiannya tentang berbagai struktur limbic
seperti hippocampus dan amygdala memperlihatkan bahwa teori-teori
tradisional tentang bagaimana "pusat-pusat lebih tinggi" dari otak
mengendalikan pusat-pusat yang lebih rendah perlu diubah secara radikal.
Pusat-pusat otak yang lebih tua [dalam evolusi] itu ternyata mempunyai
kerumitan yang lebih kaya dan lebih banyak kendali daripada yang
dibayangkan sebelumnya.

Lalu Pribram memperlihatkan proses-proses bagaimana bagian limbic dan
bagian frontal dari otak berinteraksi. Dan, pada tahun 1960, ia membantu
melancarkan apa yang dinamakannya "jerit kesakitan" dari rekan-rekannya
kaum behavioris. Buku "Plans and the Structure of Behavior", ditulis oleh
George A. Miller, Eugene Galanter, dan Pribram, kelak dijuluki oleh
kepustakaan di bidang ilmu itu sebagai meluncurkan "revolusi
kognitif"--pergeseran minat ilmiah dari perilaku kepada pikiran. Baik
Miller maupun Pribram berada dalam kubu kaum behavioris sampai waktu itu.
Kaum behavioris bergantung pada model rangsangan-respons sederhana, yang
dikembangkan untuk sebagian dari penelitian otak yang lebih dini tentang
lengkung refleks--yakni respons seluler sederhana--oleh Charles
Sherrington. Pribram berpendapat bahwa Sherrington sendiri tidak bermaksud
mendirikan seluruh bangunan psikologi di atas dasar model refleks.
Pengalaman subyektif harus dikaji juga apabila riset otak diharapkan maju.
Ia dan rekan-rekan penulisnya menamakan pendekatan ini "behaviorisme
subyektif".

Untuk beberapa lama Pribram juga memimpin riset di Institute of Living,
bolak-balik dari Yale. Ia juga memimpin Yerkes Laboratories sebentar
setelah Lashley pensiun.

Ketika ia menerima kedudukan di Pusat Penelitian Lanjut dalam Ilmu-Ilmu
Perilaku di Universitas Stanford pada tahun 1958, dibawanya naskah pertama
dari bukunya "Languages of the Brain", yang akan menghabiskan 15 tahun
sejak dari awal penulisan hingga penerbitannya pada tahun 1971, dan
merupakan buku klasik yang menyajikan penulisan teoretis yang jernih
tentang otak.

Yang menarik adalah bahwa ruang kerja Pribram bersebelahan dengan ruang
Thomas S.Kuhn, yang pada waktu itu menekuni apa yang kelak menjadi salah
satu buku paling berpengaruh pada zaman kita, "The Structure of Scientific
Revolutions", yang di situ ia menguraikan proses bagaimana pandangan dunia
ilmiah secara berkala terjungkir-balik dalam apa yang disebutnya
"pergeseran paradigma".

Pribram dan rekan-rekan kerjanya termasuk yang pertama menggunakan modeling
komputer untuk memahami aspek-aspek pikiran dan perilaku. Salah satu
sumbangannya yang paling dramatis adalah temuan bahwa pusat-pusat motorik
otak bukan hanya terlibat dalam gerakan tubuh tetapi juga dalam proses
pikiran yang mendahului gerakan--yang disebut "rencana tindakan" [plans of
action]. Menjadi jelas bahwa ada hubungan syaraf yang amat penting antara
pusat-pusat motorik dari otak dan proses belajar, suatu hubungan yang sudah
diduga oleh para terapis pendidikan.

Membaca sekilas judul bab-bab dari buku "Languages of the Brain", kita
memperoleh pencerahan tentang minatnya yang intens dalam mengkaji hubungan
antara proses-proses otak dengan pengalaman dan perilaku manusia yang
aktual. "Gambar", "Perasaan", "Pencapaian", "Tanda", "Simbol", "Bicara dan
Pikiran", "Pengaturan Masalah-masalah Manusia." Ia berkata, sains otak
harus menggarap kesadaran tentang kesadaran. Sains itu tidak dapat lebih
lama mengesampingkan bagian alam yang kita namakan subyektif.

Pribram masih merasa sangat terganggu dengan misteri yang menariknya ke
dalam riset otak: bagaimana cara orang ingat?

Pada pertengahan tahun 1960-an ia membaca suatu artikel dalam majalah
Scientific American yang menguraikan pembuatan pertama dari sebuah
hologram, yakni sejenis "foto" tiga-dimensional yang dihasilkan melalui
fotografi tanpa lensa. Dennis Gabor telah menemukan prinsip matematis dari
holografi dalam tahun 1947, suatu temuan yang kelak membuatnya menerima
hadiah Nobel, tetapi suatu demonstrasi dari holografi harus menunggu sampai
ditemukannya sinar laser.



Hologram adalah salah satu temuan fisika modern yang betul-betul
menakjubkan, dan sungguh menggemparkan batin bagi orang yang pertama kali
melihatnya. Gambarnya yang tampak seperti hantu dapat dipandang dari
berbagai sudut, dan tampak melayang di dalam ruang.

Prinsipnya diuraikan dengan baik oleh pakar biologi Lyall Watson:

"Jika Anda menjatuhkan sebuah kerikil ke dalam sebuah kolam, ia akan
menghasilkan serangkaian gelombang yang bergerak keluar sebagai
lingkaran-lingkaran yang konsentris. Jatuhkan dua kerikil yang serupa ke
dalam kolam pada dua titik yang berbeda, dan Anda akan mendapatkan dua set
gelombang yang bergerak saling menghampiri. Ketika gelombang-gelombang itu
bertemu, akan terjadi interferensi. Jika puncak satu gelombang bertemu
dengan puncak gelombang yang lain, mereka akan bekerja bersama dan
menghasilkan gelombang diperkuat yang besarnya dua kali besar semula. Jika
puncak satu gelombang bertemu dengan lembah gelombang yang lain, mereka
akan saling menghapuskan dan di titik itu airnya akan tenang. Begitulah,
terjadi segala macam kombinasi antara kedua gelombang itu, dan hasil
akhirnya adalah suatu susunan rumit dari riak-riak yang dikenal sebagai
'pola interferensi'.

"Gelombang cahaya mempunyai perilaku yang sama. Cahaya yang paling murni
yang dapat kita peroleh adalah sinar laser, yang mengeluarkan seberkas
cahaya yang semua gelombangnya mempunyai frekuensi (warna) sama, seperti
yang dihasilkan oleh kerikil ideal di dalam sebuah kolam yang sempurna.
Bila dua berkas sinar laser bertemu, mereka menghasilkan pola interferensi
berupa riak-riak terang dan gelap, yang dapat dipotret pada sebuah pelat
film. Dan bila salah satu berkas sinar laser itu bukan datang langsung dari
sumber laser, melainkan dipantulkan dulu oleh sebuah obyek, misalnya wajah
manusia, pola yang dihasilkan akan menjadi sangat rumit, namun masih dapat
direkam. Rekaman itu disebut hologram dari wajah itu."

Cahaya yang sampai ke pelat film itu datang dari dua sumber: dari obyek itu
sendiri; dan dari berkas acuan, cahaya yang dipantulkan oleh sebuah cermin
dari sumber ke pelat. Bercak-bercak hitam putih yang tampak tidak punya
arti (informasi) pada pelat itu tidak berbentuk mirip obyek aslinya; tetapi
gambar itu dapat disusun kembali dengan menyorotkan seberkas sinar koheren
seperti sinar laser. Hasilnya adalah gambar 3-dimensi dari obyek semula
diproyeksikan ke dalam ruang, pada suatu jarak tertentu dari pelat.

Jika pelat hologram itu digunting, maka masing-masing guntingan akan
menghasilkan gambar semula yang utuh. Berita bahwa sebuah hologram dapat
dibuat berdasarkan matematika Gabor, menggugah minat banyak ilmuwan.
Sejumlah insinyur melihat bahwa ide itu dapat diterapkan pada biologi, dan
Bela Ulas dari Laboratorium Bell mengemukakan spekulasi tentang kemungkinan
itu. Ini dulu juga telah terlintas dalam pikiran Gabor.

Pribram melihat hologram itu sebagai model yang menggairahkan tentang
bagaimana otak mungkin menyimpan ingatan. Mungkin otak menggarap
interaksi-interaksi, menafsirkan frekuensi dan menyimpan gambar, seperti
hologram, tidak terlokalisasi melainkan tersebar di seluruh otak. Pada
tahun 1966, ia menerbitkan makalah pertama yang mengemukakan hubungan itu.
Selama beberapa tahun kemudian, Pribram dan sejumlah peneliti lain
menemukan apa yang tampaknya merupakan strategi syaraf untuk mengetahui,
untuk mengindra, dengan menggunakan komputasi matematis. Tampaknya untuk
dapat melihat, mendengar, membau, mengecap, otak melakukan penghitungan
rumit terhadap frekuensi-frekuensi data yang diterimanya. Proses matematis
ini tidak mempunyai hubungan yang masuk-akal dengan dunia nyata sebagaimana
kita cerap.



Pribram percaya bahwa matematika rumit itu mungkin berlangsung sementara
impuls-impuls syaraf menjalar sepanjang, dan melompat di antara, sel-sel
syaraf melalui suatu jaringan serat-serat halus pada sel-sel itu.
Serat-serat itu bergerak sebagai gelombang-gelombang lambat sementara
impuls itu menyeberangi sel, dan gelombang-gelombang itu mungkin melakukan
fungsi kalkulasi. Dalam membuat suatu hologram, gelombang cahaya direkam
sebagai kode, dan hologram yang diproyeksikan menguraikan kode, atau
menguraikan kekaburan, dari gambar itu. Demikian pula otak mungkin
menguraikan kode dari jejak ingatan yang disimpannya. Milyaran bit
informasi dapat disimpan dalam suatu ruang yang sangat kecil. Pola pada
pelat holografis tidak mempunyai dimensi ruang-waktu. Gambar tersimpan di
mana-mana pada pelat itu.

Adalah khas sifat Pribram bahwa ia akan mengambil temuan baru di luar
bidang disiplinnya dalam upaya untuk memahami ingatan. Kadang-kadang ia
dikritik oleh sejawatnya sesama neurosaintis--yang khas merupakan
sekelompok kecil orang yang sangat terspesialisasikan--karena
spekulasi-spekulasinya yang berani.

Pribram teringat akan ucapan seorang pionir penelitian ingatan, Ewald
Hering, bahwa pada suatu titik dalam hidupnya, setiap saintis harus membuat
keputusan. "Ia mulai tertarik pada makna dari pekerjaannya dan temuannya,"
kata Pribram. "Lalu ia harus memilih. Jika ia mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dan mencoba menemukan jawaban, memahami apa arti
semua itu, ia akan tampak bodoh bagi teman-teman sekerjanya. Sebaliknya, ia
dapat menyerah dan melepaskan upaya untuk memahami arti dari semuanya; ia
tidak tampak bodoh, dan semakin banyak ia tahu, semakin sempit bidang yang
diketahuinya."

"Anda harus memutuskan untuk berani tampak bodoh."

Dalam suatu konperensi kecil di Stanford belum lama berselang, Pribram
diundang untuk berdebat dengan seorang lawan tentang teori holografis. Ia
diserang secara efektif pada beberapa segi teknis, yang menunjukkan bahwa
holografi otak dapat dipastikan merupakan varian dari holografi optik, dan
bukan analogi yang eksak. "Saya bertahan cukup baik, tetapi mereka berhasil
menyudutkan saya di sana-sini," ingatnya.

Setelah itu, seorang muda datang menghampirinya dan bertanya kepadanya,
bagaimana ia bisa merasa begitu yakin. Bagaimana ia bisa bicara terus,
bertahan terhadap argumen-argumen yang disiapkan secara matang?

"Sederhana saja, " jawab Pribram. "Ini sudah saya alami dari sejak saya
terjun ke dalam sains--dan selama ini saya ternyata benar."

Dia bilang, jika Anda berada di garis depan, Anda tidak dapat menerangkan
segala sesuatu. "Jika Anda tahu semuanya, itu bukan garis depan."



Ilmuwan fisika terkemuka, Niels Bohr, pernah berkata, bila muncul inovasi
besar, pada mulanya ia tampak kacau dan aneh. Ia tidak dipahami sepenuhnya
oleh penemunya, dan merupakan misteri bagi orang lain. Bila suatu ide tidak
tampak aneh pada mulanya, ide itu tidak punya harapan di masa depan.

Pribram berkata, kita sekarang berada di zaman yang di situ hanya
kecanggihan teknologis yang mendapat ganjaran; peneliti tidak boleh membuat
ekstrapolasi, atau berpikir. "Orang Eropa lebih berorientasi teoretik.
Orang Amerika paling banyak menguji hipotesis, dan lupa bahwa hipotesis itu
muncul dari tesis. Bahkan di dalam sains kita yang sangat sukses, kita
biasanya tidak lebih dari mencapai deskripsi tentang suatu wilayah.

"Itu cukup bagi banyak orang," kata Pribram. "Mereka bilang, 'Nah, kita
sudah menjawab pertannyaannya.' Mereka tampaknya merasa bahwa mereka tidak
berani untuk memahami, terutama jika mereka harus masuk ke bidang ilmu yang
tidak mereka kuasai sepenuhnya. Mereka takut sains mereka akan salah."

Pribram sendiri tidak memperlihatkan kekerdilan seperti itu; ia berupaya
memahami ilmu fisika lebih baik dan mengikuti kuliah-kuliah pasca-sarjana
tentang metode matematis lanjut. Jika fakta-faktanya harus membawanya ke
dalam jurang, ia akan terjun dengan persiapan penuh.

Pada tahun 1970 atau 1971, suatu pertanyaan terakhir yang mengganggu mulai
menghantui pikirannya. Jika otak ini memang mengetahui dengan cara menyusun
hologram--yakni dengan mentransformasikan secara matematis
frekuensi-frekuensi yang datang dari "alam luar"--siapa di dalam otak yang
menafsirkan hologram itu?

Ini adalah pertanyaan tua yang terus menghantui. Para filsuf sejak zaman
Yunani telah berspekulasi tentang "roh di dalam mesin", "orang kecil di
dalam orang kecil", dan seterusnya. Di manakah sang "aku", entitas yang
memakai otak?

Siapakah yang melakukan tindakan memahami itu? Atau, seperti dirumuskan
oleh Santo Fransiskus dari Asisi, "Apa yang kita cari adalah yang mencari."

Ketika memberikan ceramah pada suatu malam di sebuah simposium di
Minnesota, Pribram menyampaikan renungannya, bahwa mungkin jawabannya
terletak di bidang psikologi gestalt, sebuah teori yang mengatakan bahwa
apa yang kita persepsikan "di alam luar" adalah sama--isomorphic
dengan--proses pikiran kita sendiri.

Tiba-tiba ia menyeletuk, "Barangkali alam semesta ini sebuah hologram
juga!"

Ia berhenti, sedikit tertegun memikirkan implikasi dari apa yang
dikatakannya. Apakah hadirin yang duduk di depannya semuanya
hologram--perwujudan dari frekuensi-frekuensi, yang ditafsirkan oleh
otaknya dan oleh otak masing-masing? Jika hakekat realitas itu sendiri
bersifat holografis, dan otak bekerja secara holografis, maka alam semesta
ini sesungguhnya--seperti dikatakan oleh agama-agama di Timur--adalah maya:
tontonan sihir. Kekonkritan alam ini adalah ilusi.



Tidak lama kemudian, ia melewatkan seminggu bersama anak laki-lakinya, juga
seorang fisikawan, mendiskusikan ide-idenya dan mencari kemungkinan
jawabannya di dalam disiplin fisika. Anaknya menyebutkan bahwa seorang
fisikawan terkemuka, David Bohm, sudah beberapa lama berpikir dengan cara
yang mirip. Beberapa hari kemudian, Pribram membaca karya-karya kunci dari
Bohm, yang menyarankan suatu tatanan baru dalam fisika. Pribram merasa
seperti disengat listrik. Bohm menguraikan suatu alam semesta yang
holografis.

Menurut Bohm, apa yang tampak sebagai alam yang stabil, teraba, terlihat,
terdengar, adalah suatu khayalan. Alam itu bersifat dinamis dan
kaleidoskopis--tidak sungguh-sungguh "ada". Yang kita lihat sehari-hari
adalah tatanan yang eksplisit, atau terbabar (unfolded), seperti kalau kita
menonton film. Tetapi ada suatu tatanan lain yang mendasarinya, yang
merupakan cikal-bakal dari tatanan generasi kedua ini. Dinamakannya tatanan
yang lain itu 'implicate' atau 'enfolded' (terserap). Tatanan terserap itu
mengandung realitas kita sesungguhnya, seperti DNA di dalam inti sel
mengandung potensial kehidupan dan menentukan pembabarannya.

Bohm menggambarkan suatu tetesan tinta yang tak larut di dalam cairan
gliserin. Jika cairan itu perlahan-lahan diputar denga suatu alat mekanis,
demikian rupa sehingga tidak terjadi difusi, tetesan tinta itu akhirnya
akan tertarik memanjang menjadi benang tipis yang tersebar di dalam seluruh
sistem, demikian rupa sehingga tak terlihat oleh mata. Jika alat mekanis
itu diputar dengan arah berlawanan, benang itu akan perlahan-lahan
menggumpal kembali sampai tiba-tiba gumpalan itu muncul sebagai tetesan
tinta semula.

Sebelum terjadi penggumpalan, tetesan itu dapat dikatakan "terserap" ke
dalam cairan kental, dan kemudian terbabar lagi.

Lalu, bayangkanlah ada beberapa tetesan serupa yang telah diputar dalam
cairan kental dengan sejumlah putaran yang berbeda dan berada di
tempat-tempat yang berbeda. Jika sistem itu diputar ke arah berlawanan
dengan cukup cepat, akan tampak seolah-olah ada satu tetesan tinta yang
permanen yang bergerak berpindah tempat di dalam cairan. Sesungguhnya obyek
seperti itu tidak ada. Contoh lain: sederetan lampu listrik pada sebuah
billboard iklan yang berkedip hidup dan mati dengan presisi tertentu,
sehingga memberi kesan ada cahaya yang bergerak membentuk anak panah yang
meluncur, kartun animasi, dsb, yang memberikan ilusi suatu gerakan yang
kontinyu.

Seperti itu pula, semua yang tampak sebagai zat dan gerakan adalah
khayalan. Mereka muncul dari suatu tatanan alam lain yang lebih primer.
Bohm menyebut fenomena ini holomovement (gerakan-holo).

Katanya, sejak zaman Galileo, kita memandang alam semesta ini melalui
berbagai lensa. Tindakan kita mengobyektivasikan, seperti dalam sebuah
mikroskop elektron, mengubah apa yang ingin kita lihat. Kita ingin
menemukan pinggirnya, membuatnya diam untuk sesaat, padahal hakekat
sebenarnya adalah suatu tatanan lain dari realitas, suatu dimensi lain,
yang di situ tidak ada benda-benda. Seolah-olah kita memfokuskan sesuatu
yang kita "amati", seperti Anda memfokuskan suatu gambar, padahal kekaburan
sebetulnya lebih tepat untuk menggambarkan realitas. Kekaburan itu sendiri
adalah realitas dasar.



Terlintas dalam pikiran Pribram bahwa matematika otak mungkin juga
merupakan sebuah lensa. Transformasi matematis ini menciptakan obyek-obyek
dari frekuensi-frekuensi yang kabur, membuatnya menjadi suara dan warna dan
rasa kinestetik (rabaan), bau dan citarasa.

"Mungkin realitas ini bukan seperti yang kita lihat dengan mata kita," kata
Pribram. "JIka kita tidak memiliki lensa itu--matematika yang dilakukan
oleh otak--mungkin kita akan melihat sebuah alam yang diorganisasikan
menurut domain frekuensi. Tidak ada ruang, tidak ada waktu--yang ada
hanyalah peristiwa (events). Dapatkah realitas dibaca dari domain itu?"

Ia menawarkan bahwa pengalaman transendental--keadaan mistikal--mungkin
memberikan kepada kita akses langsung kepada alam itu. Sungguh,
laporan-laporan subyektif dari keberadaan seperti itu sering kali terdengar
mirip deskripsi realitas kuantum, suatu kebetulan yang membawa sementara
fisikawan untuk berspekulasi ke arah itu. Dengan memintasi cara persepsi
kita sehari-hari yang bersifat menyempitkan--yang oleh Aldous Huxley
dinamakan nilai yang mereduksikan--kita dapat menyetel kesadaran kita
dengan sumber atau matriks dari realitas.

Dan pola-pola interferensi syaraf otak, proses-proses matematisnya, mungkin
identik dengan keberadaan primer dari alam semesta. Artinya, proses-proses
mental kita secara efektif terbuat dari prinsip pengorganisasian yang sama.
Para fisikawan dan ahli astronomi kadang-kadang berkata bahwa hakekat alam
semesta yang sejati bersifat imaterial tetapi tertib. Einstein menyatakan
ketakjuban mistikal melihat harmoni ini. Ahli astronomi James Jeans berkata
bahwa alam semesta ini lebih mirip sebuah pikiran besar daripada sebuah
mesin besar, dan ahli astronomi Arthur Eddington berkata, "Bahan alam
semesta ini adalah bahan batin." Lebih belakangan, ahli sibernetika David
Foster menggambarkan "alam semesta yang cerdas", yang kekonkritannya yang
tampak sehari-hari dihasilkan--merupakan efek--dari data kosmik dari suatu
sumber terorganisir yang tak dapat dikenal.

Secara singkat, superteori holografis mengatakan bahwa otak kita secara
matematis mengkonstruksikan realitas "keras" dengan menafsirkan
frekuensi-frekuensi dari suatu dimensi yang mengatasi waktu dan ruang. Otak
ini sebuah hologram, menafsirkan suatu alam semesta holografik.

Pribram secara menarik kadang-kadang mengakui, "Saya harap Anda menyadari
bahwa saya tidak mengerti semua ini." Pengakuan ini biasanya menghasilkan
desah kelegaan bahkan di kalangan pendengar yang paling saintifik, yang di
situ setiap orang kecuali para fisikawan--yang lebih tahu--mencoba
menerapkan proses berpikir linear dan logis terhadap dimensi yang
nonlinear. Anda tidak dapat menggunakan cara berpikir sebab-akibat untuk
memahami peristiwa-peristiwa yang tak terikat oleh waktu dan ruang.



Fenomena psikis tidak lain adalah hasil-samping dari matriks yang
"serentak-ada di mana-mana" ini. Otak individual adalah "pecahan" dari
hologram yang lebih besar. Masing-masing mempunyai akses dalam kondisi
tertentu kepada semua informasi yang terkandung dalam keseluruhan sistem
sibernetika itu. Sinkronisitas--peristiwa-peristiwa bersamaan yang tampak
mempunyai tujuan atau keterkaitan yang lebih tinggi--juga cocok dengan
model holografis. Kebetulan-kebetulan yang bermakna itu berasal dari
hakekat matriks yang bertujuan, berpola, dan mengorganisasikan.
Psikokinesis, batin yang mempengaruhi materi, mungkin adalah hasil alamiah
dari interaksi di tingkat dasar. Model holografis memecahkan teka-teki lama
dari 'psi': ketidakmampuan instrumen untuk menjejaki transfer energi yang
tampaknya terjadi dalam telepati, penyembuhan, dan clairvoyance. Jika
peristiwa-peristiwa ini terjadi dalam suatu dimensi yang mengatasi waktu
dan ruang, tidak perlu energi untuk pergi dari sini ke sana. Seperti
dikatakan oleh seorang peneliti, "Tidak ada suatu tempat tertentu di mana
pun juga."

Selama bertahun-tahun, mreka yang tertarik pada fenomena batin manusia
telah meramalkan bahwa suatu teori terobosan akan muncul; bahwa teori itu
akan disusun dari matematika untuk menegakkan bahwa hal-hal adikodrati
adalah bagian dari alam.

Model holografis adalah teori integral seperti itu, yang meliputi seluruh
hal-hal yang ganjil dari sains dan roh. Teori ini mungkin merupakan
paradigma paradoksikal, tanpa tepi, yang dicari oleh sains.

Kemampuannya menjelaskan memperkaya dan memperluas banyak disiplin, memberi
makna pada fenomena-fenomena lama dan menampilkan pertanyaan-pertanyaan
baru yang urgen. Yang tersirat dalam teori itu adalah asumsi bahwa keadaan
kesadaran yang harmonis dan koheren lebih sesuai dengan tingkat realitas
dasar, yakni suatu dimensi ketertiban dan keselarasan. Kesesuaian itu akan
dirintangi oleh amarah, kecemasan dan ketakutan, dan diperlancar oleh cinta
dan empati. Ini mempunyai implikasi bagi proses belajar, lingkungan,
keluarga, seni, agama dan filsafat, penyembuhan dan penyembuhan-diri.
Apakah yang memecah-belah kita? Apakah yang membuat kita utuh?

Uraian tentang suatu rasa mengalir, tentang kerjasama dengan alam--dalam
proses kreatif, dalam kinerja atletik yang luar biasa, dan kadang-kadang
dalam kehidupan sehari-hari--apakah uraian seperti itu menandai kesatuan
kita dengan sumber?

Makin banyak orang bereksperimen dengan 'keadaan kesadaran yang berubah'
(altered states of consciousness). Apakah mereka menciptakan masyarakat
yang lebih koheren, resonan, dengan menanamkan ketertiban ke dalam hologram
sosial yang besar, seperti "kristal benih"? Mungkin ini adalah proses
misterius dari evolusi kesadaran.

Model holografis juga membantu menjelaskan kekuatan aneh dari gambar
(image)--mengapa peristiwa dipengaruhi oleh apa yang kita bayangkan, apa
yang kita visualisasikan. Suatu gambar yang dipegang dalam keadaan
transendental mungkin dijadikan nyata.

Keith Floyd, psikolog dari Virginia Intermont College, berkata tentang
kemungkinan holografis, "Bertentangan dengan apa yang diketahui banyak
orang, mungkin bukan otak yang menghasilkan kesadaran--melainkan
sebaliknya, kesadaranlah yang menciptakan apa yang terlihat sebagai
otak--materi, ruang, waktu, dan segala sesuatu lain, yang dengan senang
hati kita tafsirkan sebagai alam fisik."



Bila suatu paradigma bergeser, kata Pribram, sains sering kali dipaksa
memeriksa kembali konsep-konsep terdahulu yang pernah ditolak. Liebniz,
filsuf dan ahli matematika abad ke-17 M, yang temuannya kalkulus integral
memungkinkan dikembangkannya holografi, pernah mempostulatkan suatu alam
dari monad-monad--yakni unit-unit yang mengandung informasi dari
keseluruhan. Liebniz menyatakan bahwa perilaku cahaya yang amat tertib
mengisyaratkan adanya tatanan realitas yang berpola dan radikal yang
mendasarinya.

Ada banyak kasus pemikir-pemikir di zaman dahulu menjelaskan apa yang
seharusnya tak dapat dijelaskan pada zaman mereka. Misalnya, para ahli
mistik kuno dengan tepat melukiskan fungsi kelenjar epifisis (pineal)
berabad-abad sebelum sains membenarkannya. "Bagaimana ide-ide seperti ini
muncul berabad-abad sebelum kita mempunyai alat untuk memahaminya?" tanya
Pribram. "Mungkin di dalam keadaan holografis--domain frekuensi--empat ribu
tahun yang lalu adalah esok hari."

Begitu pula, Henri Bergson pernah berkata pada tahun 1907 bahwa realitas
yang paling dasar adalah suatu jaringan koneksi yang menjadi landasan, dan
bahwa otak menyaring sebagian besar realitas  yang ada. Pada tahun 1929,
Alfred North Whitehead, filsuf dan ahli matematika, melukiskan alam sebagai
pusat peristiwa-peristiwa yang besar dan mengembang yang di luar persepsi
indera. Kita hanya mengira bahwa materi dan batin ini berbeda, padahal
faktanya keduanya saling jalin-menjalin.

Bergson menyatakan bahwa para artis, seperti para ahli mistik, mempunyai
akses kepada elan vital, yakni suatu impuls kreatif yang mendasar.
Sajak-sajak T.S.Eliot penuh dengan gambar-gambar holografis: "Titik diam
dari dunia yang berputar" yang bukan daging bukan pula tanpa daging, bukan
berhenti bukan pula bergerak, "Dan jangan namakan itu keadaan yang tetap,
yang di situ masa lampau dan masa depan terkumpul. Kecuali titik itu, titik
diam itu./ Tak akan ada lagi tarian, dan yang ada hanyalah tarian."

Ahli mistik Jerman, Meister Eckhart, menyatakan bahwa "Tuhan menjelma dan
lenyap kembali." David Hume, filsuf abad ke-18 M, mengantisipasi teori
David Bohm tentang gerakan-holo, dengan berkata bahwa manusia tidak lain
dari sekumpulan persepsi "yang susul-menyusul dengan kecepatan tak
terbayangkan, dan berada dalam pusaran dan gerakan yang abadi." Ahli mistik
Sufi, Rumi, berkata, "Batin manusia melihat sebab-sebab kedua, tetapi hanya
para nabi yang melihat tindakan dari Sebab Pertama."

Dan, barangkali suatu uraian kuno paling luar biasa tentang realitas
holografis terdapat dalam sebuah Sutra Buddhis:

    Di kahyangan Indra katanya terdapat jaringan mutiara yang tersusun
    demikian rupa, sehingga jika Anda memandang satu mutiara saja, Anda
    melihat seluruh mutiara itu terpantul di dalamnya. Secara itu pula,
    setiap obyek di dunia ini bukan hanya dirinya sendiri, melainkan juga
    mengandung semua obyek yang lain, bahkan sesungguhnya adalah setiap
    obyek yang lain.



Sejak perkembangan berangsur-angsur dari sintesis Pribram antara otak
holografis dengan alam semesta holografis dari David Bohm, ide itu telah
menarik minat banyak filsuf dan ahli psikologi humanistik. Perkumpulan
Psikologi Humanistik mensponsori dua simposium satu-hari melalui undangan
pada bulan Desember tahun lalu [1977] di San Francisco, agar Pribram dapat
menjelaskan sepenuhnya konsep-konsep itu kepada suatu kelompok
antar-disiplin. Di antara mereka yang hadir, terdapat George Leonard, Jean
Houston, Charles Tart, Rollo May, Bob Samples, John Perry, Stanley
Krippner, Arthur Deikman, Enoch Callaway, Huston Smith dan Sam Keen. Teori
ini baru-baru ini juga ditayangkan dalam film dokumenter oleh Canadian
Broadcasting Corporation, yang menghasilkan tanggapan penonton paling besar
dalam sejarah jaringan itu.

"Kita berada di sini merayakan terjadinya pergeseran paradigma," kata
Pribram dengan riang. Ketika dia mengatakan bahwa teori ini melihat segala
sesuatu sebagai getaran, hadirin tertawa, dan dia berkata, "Saya rasa saya
tidak perlu mengatakan itu kepada Anda."

Otak yang dulu dengan itu ia dibesarkan adalah sebuah komputer, kata
Pribram kepada hadirin di San Diego pada tahun 1976, tetapi "otak yang kita
kenal sekarang memungkinkan pengalaman yang dilaporkan dari displin
spiritual." Baru-baru ini, dalam sebuah konperensi besar atas undangan yang
disponsori oleh Gereja Unification, Pribram membahas pendekatannya terhadap
fisika kesadaran di dalam suatu sesi dengan lima orang pemenang Hadiah
Nobel.

Bagaimana proses-proses batin dapat diubah untuk memungkinkannya mengalami
langsung domain frekuensi masih merupakan dugaan. Hal itu mungkin
menyangkut suatu fenomena persepsi yang dikenal--yakni "proyeksi" yang
memungkinankan kita mengalami, misalnya, suara stereofonik tiga dimensi
yang penuh, seolah-olah suara itu datang dari suatu titik di tengah-tengah
di antara dua buah pengeras suara, alih-alih datang dari dua sumber suara.
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa indera kinestetik dapat juga
dipengaruhi seperti itu; rangsangan rabaan pada kedua tangan pada suatu
frekuensi tertentu akhirnya dapat menyebabkan orang yang bersangkutan
merasa seolah-olah ia mempunyai tangan ketiga, yang terletak di
tengah-tengah di antara kedua tangan aslinya. Pribram mengatakan adanya
kemungkinan keterlibatan jaringan otak yang berpusat di bagian yang
dinamakan amygdala, yang telah dikenal sebagai tempat terjadinya gangguan
patologis yang disebut deja vu ("pernah melihat"), dan tampaknya juga
terlibat dalam "kesadaran tanpa isi" yang merupakan pengalaman mistikal.
Beberapa perubahan frekuensi dan hubungan fase yang terjadi dalam struktur
ini mungkin merupakan mantra pembuka bagi keadaan transendental.

Pribram berkata, pengalaman mistikal tidak lebih aneh daripada banyak
peristiwa alam, seperti misalnya derepresi selektif dari DNA untuk
membentuk mula-mula suatu alat tubuh, dan kemudian alat tubuh yang lain.
"Jika kita memperoleh ESP [extrasensory perception--persepsi tanpa indera]
atau fenomena paranormal lain--atau fenomena nuklir dalam fisika--itu
sekadar berarti kita membaca dari suatu dimensi lain pada saat itu. Dalam
keadaan sehari-hari, kita tidak dapat memahaminya."

Pribram mengakui bahwa model ini tidak mudah dicernakan; paham ini terlalu
radikal menjungkirbalikkan semua sistem kepercayaan kita sebelumnya,
pemahaman akal sehat kita tentang benda dan waktu dan ruang. Suatu generasi
baru akan tumbuh yang terbiasa akan cara berpikir holografis; dan untuk
memudahkan itu, Pribram menganjurkan agar siswa di sekolah belajar tentang
paradoks sejak sekolah dasar, oleh karena temuan-temuan ilmiah yang baru
selalu penuh dengan kontradiksi.

Pada tahun 1977, Pribram meramalkan bahwa 'sains lunak' pada masa kini akan
menjadi titik pusat dari 'sains keras' dalam waktu 10 - 15 tahun lagi,
persis seperti psikologi kognitif, yang dulu pernah dianggap "lunak", kini
mengatasi psikologi perilaku (behaviorism). Ia juga meramalkan lahirnya
holisme yang jelas, yakni suatu pergesaran paradigma yang mencakup semua
bidang sains.

Para ilmuwan yang produktif harus siap membela roh sebagai data. "Inilah
sains sebagaimana dibayangkan semula: yakni mencari pemahaman," kata
Pribram. "Hari-hari kaum teknokrat yang berhati dingin dan berkepala batu
tampaknya bisa dihitung dengan jari."*

___________________________________________________________________________

(Dari: "The Holographic Paradigm and Other Paradoxes: Exploring the Leading
Edge of Science", Ken Wilber (editor), 1985,

0 komentar:

Posting Komentar

Footer Widget 1

Sample Text

Text Widget

Footer Widget 3

Recent Posts

Download

Blogger Tricks

Blogger Themes

Diberdayakan oleh Blogger.

Footer Widget 2

Popular Posts