بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Rabu, 13 Maret 2013

Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Program P2KP di Kelurahan Abeli Kecamatan Abeli Kota Kendari



 BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Negara kita memiliki banyak persoalan tentang kemiskinan. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari dua pendekatan yaitu kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural. Kemiskinan kultural disebabkan oleh budaya masyarakat yang sudah turun temurun yang menganggap bahwa kemiskinan yang dialami adalah karena nasib. Sedangkan kemiskinan struktural disebabkan oleh adanya perampasan atau akumulasi sumber-sumber daya ekonomi dan politik yang tinggal di desa atau di kota.
Persoalan kemiskinan muncul karena ada sekelompok anggota masyarakat yang secara struktur tidak mempunyai peluang dan kemampuan yang memadai untuk mencapai tingkat kehidupan yang layak akibatnya ia harus  mengakui kemampuan kelompok masyarakat lainnya dalam persaingan mencari nafkah dan pemilikan aset produktif, sehigga semakin lama semakin tertinggal. Masyarakat miskin umumnya lemah terhadap kemampuan berusaha dan terbatasnya akses informasi, sehingga tertinggal jauh dari masyarakat lainnya yang mempunyai potensi lebih tinggi.
Dewasa ini, telah banyak dan berkembang berbagai teori, strategi dan kebijaksanaan yang digunakan pemerintah di Indonesia untuk mengatasi dan memerangi kemiskinan, sehingga tidak mustahil apabila timbul sintesis dari berbagai teori, strategi dan kebijaksanaan baru dalam rangka memerangi dan mengahapus kemiskinan, termasuk kemiskinan di perkotaan dan daerah-daerah di pinggiran kota.
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mengurangi kemiskinan yang melanda negeri ini. Tentunya, program ini dikhususkan untuk mencegah kemiskinan yang terdapat di wilayah perkotaan maupun di pinggiran kota.
P2KP sudah mulai dicanangkan sejak bebrerapa tahun yang lalu dengan memandang bahwa kemiskinan merupakan persoalan yang multidimensional, yang mencakup politik, sosial, ekonomi, aset dan lain-lain. Sehingga, diperlukan prinsip yang jelas yang dipegang oleh pelaku P2KP maupun lembaga-lembaga masyarakat dalam mengembangkan program-program kemiskinan.
 Adapun prinsip yang harus dijunjung tinggi, ditumbuh kembangkan dan dilestarikan oleh semua pelaku P2KP adalah : (a) Demokrasi ; dalam setiap proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak, terutama kepentingan masyarakat miskin, (b) Partisipasi ; yang dibangun dengan menekankan proses pengambilan keputusan oleh warga, mulai dari tataran ide/gagasan, perencanaan, pengorganisasian, pemupukan sumber daya, pelaksanaan hingga evaluasi dan pemeliharaan. (c) Transparansi dan Akuntabilitas ; masyarakat belajar dan melembagakan sikap bertanggung jawab serta tanggung gugat terhadap pilihan keputusan dan kegiatan yang dilaksanakan. (d) Desentralisasi ; dalam proses pengambilan keputusan yang langsung menyangkut penghidupan dan kehidupan masyarakat agar dilakukan sedekat mungkin dengan pemanfaatan atau diserahkan kepada masyarakat itu sendiri. (Direktorat Jendral Prasarana Wilayah : 2003).
Di Kelurahan Abeli Kecamatan Abeli Kota Kendari terdapat beberapa program P2KP yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat di kelurahan tersebut, seperti pembentukan kelompok dasa wisma, pengerasan jalan/lorong, pembuatan saluran air, serta pemberian pinjaman modal usaha. Program tersebut telah dimulai pada tahun 2011 yang dilaksanakan oleh pengurus P2KP di kelurahan Abeli tersebut.  
Namun dalam implementasinya, permasalahan khusus yang sering ditemukan dengan adanya P2KP adalah kurang tepatnya sasaran yang dituju oleh pelaku P2KP antara program yang telah dilaksanakan dengan kebutuhan masyarakat. Keadaan ini juga terdapat di Kelurahan Abeli Kecamatan Abeli Kota Kendari, sebagai salah satu wilayah sasaran program P2KP.
Hal ini tentunya dapat mengundang berbagai persepsi atau pandangan masyarakat Kelurahan Abeli terhadap program P2KP yang notabenenya adalah program penanggulangan kemiskinan, tetapi justru mengundang berbagai macam pandangan, baik yang puas ataupun yang tidak puas dengan program P2KP. Pandangan tersebut seperti kurang tepat sasaran antara program yang ada dengan kebutuhan masyarakat, adanaya unsur-unsur pilih kasih antara pengurus P2KP dengan warga Kelurahan Abeli, serta ketidaktransparanan pengurus P2KP.
Olehnya itu, berangkat dari ilustrasi latar belakang di atas maka penulis tertarik mengadakan penelitian yang berjudul Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Program P2KP di Kelurahan Abeli Kecamatan Abeli Kota Kendari.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penenlitian ini yaitu bagaimana persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) di Kelurahan Abeli Kecamatan Abeli Kota Kendari ?
C.    Tujuan Penelitian
Berdasarkan  latar belakang  di atas, maka yang menjadi tujuan dalam  penelitian ini yaitu untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) di Kelurahan Abeli Kecamatan Abeli Kota Kendari.
D.    Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah :
a.       Sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya yang penelitiannya  relevan dengan judul ini.
b.      Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Sulawesi Tenggara, khususnya pemerintah Kota Kendari dalam mengkaji pembangunan masyarakat miskin di perkotaan.
c.       Sebagai bahan informasi bagi para kepala daerah mengenai program pembangunan masyarakat miskin di perkotaan.
















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Konsep Persepsi
Persepsi dapat diartikan suatu hasil yang dilahirkan atas kesadaran sesuatu hal melalui perantara pikiran sehat. Persepsi menurut Thoha (2007 : 141), bahwa “persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman, pada dasarnya memahami persepsi bukan suatu pencatatan yang benar terhadap situasi yang dihadapi, melainkan merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi.
Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Krech (Thoha, 2007 : 142), bahwa “peta kognitif individu itu bukanlah penyajian potografik dari suatu kenyataan fisik, melainkan agak bersifat konstruksi pribadi yang kurang sempurna mengenai obyek tertentu, diseleksi sesuai dengan kepentingan utamanya dan dipahami menurut kebiasaanya”.
Secara ringkas pendapat di atas tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu proses kognitif yang kompleks dan menghasilkan suatu gambaran unik tentang kenyataan yang barangkali sangat berbeda dari kenyataannya.
Pendapat lain yang dikemukakan oleh Rifai (2003 : 231), persepsi adalah suatu proses yang ditempuh individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar memberikan makna bagi lingkungan mereka. Sedangkan persepsi menurut Rakhmat (1994), menyatakan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi berdasarkan pengalaman, peristiwa yang serupa yang pernah dialami.
Ciri-ciri persepsi menurut Rakhmat sebagai berikut :
a.       Persepsi merupakan sebagai cara pandang.
b.      Adanya stimulus (input), pengorganisasian stimulus dan penerjemahan atau penafsiran stimulus.
c.       Adanya pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
d.      Adanya proses pemberian arti terhadap lingkungan seorang individu.
Salah satu alasan mengapa persepsi demikian penting dalam hal menafsirkan dunia sekeliling kita adalah bahwa kita masing-masing mempersepsi, tetapi mempersepsi secara berbeda apa yang dimaksud dengan sebuah situasi ideal. Persepsi merupakan sebuah proses yang hampir bersifat otomatik dan persepsi bekerja dengan cara yang hampir serupa pada masing-masing individu. Sekalipun demikian, persepsi secara tipikal menghasilkan persepsi-persepsi yang berbeda-beda.      
Persepsi berasal dari bahasa Inggris yang berarti tanggapan yang pada dasarnya lebih dekat pada pengertian kesan (Hayeb, 1993 : 58). Pendapat yang lain, juga dikemukakan oleh Desi Derato yang menyatakan bahwa persepsi adalah pangalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan kesan (Rahmat, 1994 : 57).
Sedangkan menurut Bruner menyatakan bahwa persepsi adalah proses kategorisasi, organisasi yang dirancang oleh suatu masukan tertentu (objek-objek di luar peristiwa dan lain-lain) dan organisme merespon dengan menghubungkan masukan itu dan salah satu kategori (golongan) objek-objek atau peristiwa-peristiwa. Proses sengaja mencari kategori yang tepat terhadap masukan tersebut, dengan demikian persepsi juga bersifat intersial (mencari kesimpulan) dari berbagai masukan rangsangan (Sarwono, 1983 : 95).
Selanjutnya Hammer dan Organ menyatakan bahwa persepsi merupakan suatu proses dimana seseorang mengorganisasikan dalam pikirannya, menafsirkan, mengalami mengolah pertanda gejala sesuatu itu mempengaruhi pola perilaku yang akan diterima (Indrawijaya, 1984 : 85).
Menurut Soerjono Soekanto, menyatakan bahwa persepsi adalah kesan didalam pikiran manusia dengan hasil penggunaan panca indera yang berbeda sama sekali dengan kepercayaan (believe) dan takhayul. Jadi persepsi adalah bagaimana terjadinya suatu daya tanggapan, kesan atau sikap seseorang terhadap apa yang dilihatnya, terhadap lingkungannya sebagai hasil penafsiran dan penggunaan pada indaranya (1981).
Menurut Hasirun (2000 : 8-10), persepsi seseorang terhadap apa yang ada di lingkungannya atau disekitarnya akan timbul bila terdapat rangsangan pada diri manusia. Timbulnya proses persepsi yang dimulai dari tahap penerimaan rangsangan, baik dari dalam maupun dari luar manusia dikategorikan ada 5 (lima) yang mempengaruhinya, antara lain :
1.       Faktor lingkungan, yaitu yang secara sempit hanya menyangkut warna, bunyi, sinar dan secara luas dapat menyangkut faktor ekonomi, sosial dan politik. Semua unsur faktor ini dapat mempengaruhi seseorang dalam menerima dan menafsirkan sesuatu rangsangan.
2.      Faktor konsepsi, yaitu pendapat dari teori seseorang tentang manusia dan segala tindakannya. Seseorang yang mempunyai konsepsi, pendapat dan teori bahwa manusia pada dasarnya baik, canderung menerima semua rangsangan sabagai sesuatu yang baik atau paling tidak sebagai sesuatu yang bermanfaat.
3.      Faktor yang berkaitan dengan konsep seseorang tentang dirinya sendiri. Seseorang mungkin beranggapan bahwa dirinya yang terbaik, sedangkan orang lain kurang baik dari diri sendiri.
4.      Faktor yang berhubungan dengan motif dan tujuan yang pokoknya berkaitan dengan dorongan dan tujuan seseorang untuk menafsirkan sesuatu rangsangan.
5.      Faktor pengalaman masa lampau, yang dapat menimbulkan proses selektif (selectirity) dan proses menutupi kekurangan informasi (cloruse).
Selain kelima faktor tersebut yang mempengaruhi proses timbulnya persepsi, maka ada hal-hal lain yang dapat menyebabkan sesuatu objek yang sangat dipersepsikan berbeda oleh dua orang atau lebih yang berbeda. Perbedaan persepsi dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti :      
1.      Perhatian, biasanya dapat menangkap seluruh rangsangan yang ada disekitarnya sekaligus, tetapi kita memfokuskan perhatian kita pada satu atau dua objek saja. Perbedan fokus antara satu orang dengan orang lainnya menyebabkan terjadinya perbedaan persepsi antara mereka.
2.      Set, adalah harapan seseorang akan rangsangan yang akan timbul. Rangsangan tersebut bermacam-macam harapan sehingga menyebabkan pula terjadinya perbedaan persepsi diantara orrang yang satu dengan orang yang lainnya.
3.      Kebutuhan, merupakan kebutuhan-kebutuhan sesaat maupun yang menetap pada diri seseoramg, akan mempengaruhi persepsi orang tersebut. Dengan demikian, adanya kebutuhan-kebutuhan yang berbeda-beda antara setiap orang dapat menyebabkan terjadinya perbedaan-perbedaan persepsi.
4.      Sistem nilai, sistem nilai ini berlaku dalam suatu masyarakat berpengaruh pula terhadap persepsi. Apabila dalam suatu masyarakat terdapat sistem nilai yang berbeda, maka akan menimbulkan perbedaan persepsi sesuai dengan sistem nilai yang berbeda dengan sistem nilai mereka masing-masing.
5.      Ciri keperibadian, akan mempengaruhi pula persepsi seseorang karena tiap-tiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda akan menyebabkan pula terjadinya perbedaan persepsi antara orang yang satu dengan orang yang
 lainnya menurut keperibadiannya masing-masing (Rakhmat, 1994 : 8-10).
David Krech dan Richard S. Crutchfield mengemukakan bahwa persepsi ditentukan oleh faktor-faktor fungsional dan faktor struktural yang menetukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada karakteristik itu. Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor personal. Sedangkan faktor struktural semata-mata berasal dari stimulasi fisik dan efek saraf yang ditimbulkan pada sistem-sistem saraf individu, artinya bila mempersepsinya sebagai sesuatu keseluruhan dan kita tidak melihat bagian-bagian yang lain lalu menghimpunnya.
Menurut Thoha (1993 : 143), faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan persepsi antara lain :
1.      Faktor Psikologi
Persepsi seseorang mengenai segala sesuatu di dunia ini sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologi. Sebagai contoh, terbenamnya matahari diwaktu senja yang indah tentram, akan dirasakan sebagai bayang-bayang kelabu bagi seseorang yang buta warna.
2.      Faktor Keluarga
Pengaruh yang besar terhadap anak-anak adalah keluarganya. Orang tua yang telah memberikan sosialisasi dalam memahami dan melihat kenyataan di dunia ini banyak sikap dan persepsi mereka diturunkan kepada anak-anaknya.
3.      Faktor Kebudayaan Dari Luar
Kebudayaan lingkungan masyarakat tertentu, juga merupakan salah satu faktor yang kuat didalam mempengaruhi sikap, nilai dan cara seseorang dalam memandang dan memahami keadaan dunia ini.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa persepsi akan timbul bilamana diluar diri manusia atau masyarakat mampu merangsang panca indera sehingga manusia atau masyarakat tersebut memberikan tanggapan tentang sesuatu dengan melalui proses penerimaan, penyeleksian, pengorgnisasian, pengertian dan pegujian terlebih dahulu.          
B.     Konsep Masyarakat
Istilah masyarakat diambil dari alur kata “syaraka” bahasa arab yang secara umum berarti saling berperan serta, saling bergaul. Sedangkan “society” dalam bahasa inggris ataupun “socus” dalam bahasa latin yang berarti sekumpulan kawan atau teman bergaul.
Selanjutnya Ralf  Linton sebagaimana yang dikutip Harsoyo dalam Wiranata (2002 : 69) mendefinisaikan masyarakat yaitu setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama sehingga mereka itu mengorganisasikan dirinya dan berpikir tentang dirinya sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.
Menurut Koentjaraningrat (1990 : 87) masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup bersama, diantaranya adalah ikatan-ikatan nilai-nilai dan norma-norma serta aturan yang menjadi patokan dalam berinteraksi  hubungan antara mereka menempati wilayah yang sama.
Menurut Roucek dan Waren dalam Syani (1986 : 83-84), masyarakat adalah sekelompok manusia yang memiliki rasa kesadaran bersama dimana mereka berdiam pada daerah yang sama, yang sebagian besar atau seluruh warganya memperhatikan adat-adat kebiasaan dan aktifitas yang sama pula.
Sedangkan menurut Linton dalam Soekanto (1981) bahwa masyarakat merupakan kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama  cukup lama, sehingga mereka dapat mengatur diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas – batas yang telah dirumuskan.
Selanjutnya dikatakan bahwa apabila dalam suatu daerah/wilayah tertentu terdapat manusia yang hidup lebih dari satu orang atau lebih maka dapat dikatakan terbentuk suatu masyarakat (Soekanto,1985:37)
Soekanto dalam Syani (1994:32) mengemukakan ciri masyarakat yaitu manusia yang hidup bersatu, bercampur untuk waktu yang lama mereka sadar bahwa mereka mempunyai satu kesatuan, serta merupakan suatu sistem hidup bersama.
C.    Konsep Kemiskinan
Kemiskinan memang menjadi suatu permasalahan pelik setiap negara, tetapi apa sebenarnya defenisi dari kemiskinan. Dalam setiap tempat kemiskinan itu sangatlah berbeda tergantung kondisi dan situasi dari suatu wilayah tersebut, ini berarti bahwa derajat kemiskinan itu relatif. Oleh sebab itu, maka disini  dituangkan defenisi-defenisi kemiskinan menurut para ahli :
Menurut Bradley R. Schiller yang dikutip oleh Bayo(1985), “Kemiskinan adalah ketidaksanggupan untuk mendapatkan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial yang terbatas”.
Menurut Sayogyo dalam Syamsi, “Kriteria untuk garis kemiskinan terletak pada jumlah pendapatan setara dengan beras. Dibedakan antara penduduk desa dan kota. Apabila penduduk desa sebanyak 240 kg beras perkapita pertahun sedangkan penduduk kota sebanyak 280 kg perkapita pertahun”.
Menurut Emil Salim, “Kemiskinan biasanya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok”.
Menurut Niels Mulder yang dikutip oleh Bayo (1985), aktor kemiskinan adalah, “Mereka yang tidak sampai pada suatu tingkat kehidupan yang minimal seperti ditunjukan oleh garis kemiskinan yang mengungkapkan taraf minimal untuk dapat hidup dengan cukup dan wajar. Mereka yang tidak sampai patokan itu dipandang sebagai orang miskin.”.
Konsep kemiskinan menurut Soekanto adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya dalam kelomok itu.
Sasono dan Arief (1981) mengemukakan bahwa kemiskinan bukan saja fakta tetapi dalam kemiskinan ada kemungkinan, artinya dia membuka kemungkinan untuk diketahui akar-akarnya lantas dibangun. Kemiskinan mengandung kemungkinan karena penanganannya seharusnya mendapatkan alat yang tepat pula.
Sumodiningrat menyebutkan beberapa pola kemiskinan seperti yang diuraikan berikut ini :
1.      Persistent poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun. Daerah seperti itu pada umumnya merupakan daerah kritis akan sumber daya alamnya atau daerahnya yang terisolasi.
2.      Cycucal poverty, yaitu kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara keseluruhan.
3.      Seasonal poverty, yaitu kemiskinan musiman seperti yang sering dijumpai pada kasus-kasus nelayan dan petani tanaman pangan.
4.      Accidental poverty, yaitu kemiskinan karena terjadinya bencana alam atau dampak dari kebijaksanaan yang menyebabkan menurunnya kesejahteraan suatu amasyarakat.
Dari beberapa defenisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kemiskinan adalah kurangnya pendapatan dan kurangnya pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok yang memadai guna mencukupi kesejahteraan sosial dalam kehidupannya. Dan terlihat jelas dalam defenisi di atas bahwa kemiskinan itu terjadi pada individu-individu atau manusianya baik itu secara perorangan maupun kolektif/kelompok, sehingga dalam kasus ini, kemiskinan perkotaan yang dimaksud bukanlah daerah perkotaan yang mengalami kemiskinan melainkan orang-orang yang berada di dalam daerah perkotaan sebagian besar menderita kemiskinan.
Persoalan kemiskinan muncul karena ada sekelompok anggota masyarakat yang secara struktur tidak mempunyai peluang dan kemampuan yang memadai untuk mencapai tingkat kehidupan yang layak akibatnya ia harus mengakui kemampuan kelompok masyarakat lainnya dalam persaingan mencari nafkah dan pemilikan aset produktif, sehingga semakin lama semakin tertinggal. Masyarakat miskin umumnya lemah terhadap kemampuan berusaha dan terbatasnya akses informasi, sehingga tertinggal jauh dari masyarakat lainnya yang mempunyai potensi lebih tinggi.
Kondisi kemiskinan di Indonesia dengan pola kemiskinan tersebut secara relatif dapat dijumpai diberbagai daerah baik di perkotaan maupun di pedesaan. Dimana kemiskinan yang terjadi di perkotaan umumnya mengikuti pola kedua, ketiga, dam keempat. Krisis eknomi dan sosial yang merambah ke seluruh kota-kota di Indonesia semakin menambah jumlah penduduk miskin dalam bayangan pola accidental poverty. Kemiskinan yang terjadi di Indonesia menegaskan bahwa kemiskinan itu bersumber pada dua faktor yaitu kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural. Kemriskinan secara struktural ditandai oleh struktural ekonomi yang dualistis sehingga menyebabkan kepincangan pendapatan karena golongan miskin tidak mempunyai kondisi internal yang memadai dan kurang memperoleh akses terhadap potensi-potensi yang ada. Sementara disatu sisi, didapat golongan yang berpotensi lebih dan mempunyai akses informasi serta keterampilan berkembang lebih cepat lagi. Selanjutnya, kemiskinan kultural lebih berakar pada faktor-faktor budaya setempat (lokal) dan golongan masyarakat tertentu terhadap kehidupan. Sikap-sikap itu antara lain tercermin dalam watak mereka yang cenderng fatalistik.
Ala Bayo (1985 : 32), mengemukakan beberapa faktor penyebab kemiskinan diantaranya faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal, kemiskinan itu terjadi karena orang miskin sendiri atau orang miskin itu sendiri yang menyebabkan kemiskinan bagi dirinya yang terletak pada budaya orang miskin itu sendiri.
Faktor eksternal, kemiskinan yang diderita oleh individu itu disebabkan oleh faktor-faktor atau kekuatan-kekuatan yang ada di luar individu. Faktor eksternal ini terdiri dari alam dan faktor buatan. Faktor alam seperti keadaan alam dan sumber daya alam lainnya. Faktor buatan, seperti manusia yang terlibat di dalamnya, manusia bagaikan serigala bagi sesamanya.
Robert J. Lampman (dalam Anggraini : 2006), menyebutkan salah satu ciri mengenai sebab-sebab kemiskinan adalah dalam budaya yang tumbuh dalam individu yang mengalami deprivasi atau kemiskinan. Salah satu budaya yang tumbuh dalam individu yang mengalami kemiskinan adalah sikap Nrimo atau Fatalisme. Pemahaman seperti ini selalu menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional, yang selalu bergantung pada pola pikir yang mengatakan bahwa kemiskinan itu adalah nasib.
A Levitan dalam Bayo (1996) mengatakan bahwa ciri kemiskinan itu nampak dari kurangnya barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup yang layak. Sementara itu, kemiskinan juga dicirikan oleh kekurangan gizi, pakaian dan perumahan yang tidak memadai, tingkat pendidikan yang rendah, tidak ada atau sedikit sekali kesempatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang elementer dan lain-lain.
John Friedman (dalam Andre Bayo, 1996) mengemukakan bahwa kemiskinan ditandai oleh ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuatan sosial, yang meliputi modal yang produktif atau aset (misalnya tanah, perumahan, peralatan, kesehatan, dan lain-lain), sumber-sumber keuangan (income dan kredit yang memadai), organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk dapat mencapai kepentingan bersama (partai politik, koperasi, dan sebagainya), jaringan sosial dan politik untuk memperoleh pekerjaan, pengetahuan, dan keterampilan yang memadai dan informasi yang berguna untuk mewujudkan kehidpan masyarakat.
Dewasa ini, sudah berkembang berbagai teori strategi dan kebijaksanaan yang digunakan di Indonesia untuk mengatasi dan memerangi kemiskinan, sehingga tidak mustahil apabila timbul sintesis dari berbagai teori, strategi dan kebijaksanaan baru dalam rangka memerangi dan menghapus kemiskinan, terutama kemiskinan di perkotaan dan daerah-daerah pinggiran kota.
Namun, kebijaksanaan tersebut diperlukan untuk memadukan pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia. Singarimbun (1996), mengemukakan bahwa seyogyanya pertumbuhan tersebut adalah dalam bentuk partisipatoris yang memberikan peluang bagi inisiatif perseorangan dalam berpartisipasi dalam pelaksanaan pembangunan, serta pendistribusian yang dapat menguntungkan bagi semua lapisan masyarakat.               
D.    Dimensi Kemiskinan Menurut P2KP
Dimensi kemiskinan menurut P2KP merupakan persoalan struktural dan multidimensional yang mencakup politik, sosial, ekonomi, aset dan lain-lain. Hal ini tentunya senada dengan jenis-jenis kegiatan pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) yang telah ada di Kelurahan Abeli, berupa :
1.      Program sosial yang berorientasi mensejahterakan masyarakat di bidang sosialnya berupa pemberian sembako, pegobatan gratis.
2.      Program ekonomi yang bertujuan mensejahterakan masyarakat di bidang ekonominya seperti pengembangan jiwa kewirausahaan, dan pemberian dana bergulir atau bantuan pinjaman moda usaha.
3.      Program lingkungan berupa pembuatan/perbaikan infrastruktur seperti pembuatan drainase dan pembuatan jalan rintisan atau jalan setapak.
Dalam kehidupan sehari-hari dimensi-dimensi kemiskinan muncul dalam berbagai bentuk diantaranya adalah :
1.        Dimensi politik, sering muncul dalam bentuk tidak dimilikinya wadah organisasi yang mampu memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat miskin, sehingga mereka benar-benar tersingkir dari proses pengambilan keputuan penting yang menyangkut diri mereka.
2.        Dimensi sosial, sering muncul dalam bentuk tidak terintegrasikannya masyarakat miskin ke dalam institusi sosial yang ada dan terinternalisasikannya budaya kemiskinan yang merusak kualitas manusia dan etos kerja mereka.
3.        Dimensi ekonomi, muncul dalam bentuk rendahnya penghasilan sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sampai batas yang layak.
4.        Dimensi aset, ditandai dengan rendahnya kepemilikan masyarakat miskin diberbagai hal yang mampu menjadi modal hidup mereka, termasuk aset kualitas sumber daya manusia (human capital), peralatan kerja, modal dana hunian atau perumahan dan pemukiman, dan sebagainya (Direktorat Jenderal dan Prasarana Wilayah : 2003).
E.     Prinsip Dan Nilai Di P2KP
Mengingat bahwa Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) adalah landasan dan pemicu tumbuhnya sinergi gerakan kemitraan dalam Program Pemberdayaan Masyarakat di Perkotaan dari, oleh, dan untuk masyarakat, maka diperlukan prinsip dan nilai yang jelas sehingga dapat dipakai sebagai acuan perilaku dan arah bagi semua pelaku P2KP maupun bagi lembaga-lembaga masyarakat dalam mengembangkan program-program kemiskinan.
Namun prinsip-prinsip kemasyarakatan dan prinsip-prinsip pembangunan nilai-nilai yang melandasi pelaksanaan P2KP adalah nilai-nilai universal kemanusiaan. Prinsip yang harus dijunjung tinggi, ditumbuh kembangkan dan dilestarikan oleh semua pelaku P2KP adalah :
a.       Demokrasi ; dalam setiap proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak, terutama kepentingan masyarakat miskin, maka mekanisme pengambilan keputusan dalam pelaksanaan P2KP dilakukan secara kolektif dan demokrasi.
b.      Partisipasi ; yang dibangun dengan menekankan proses pengambilan keputusan oleh warga, mulai dari tataran ide/gagasan, perencanaan, pengorganisasian, pemupukan sumber daya, pelaksanaan hingga evaluasi dan pemeliharaan.
c.       Transparansi dan Akuntabilitas ; masyarakat belajar dan melembagakan sikap bertanggung jawab serta tanggung gugat terhadap pilihan keputusan dan kegiatan yang dilaksanakan.
d.      Desentraalisasi ; dalam proses pengambilan keputusan yang langsung menyangkut penghidupan dan kehidupan masyarakat agar dilakukan sedekat mungkin dengan pemanfaatan atau diserahkan kepada masyarakat itu sendiri.
(Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah : 2003).
Mengingat nilai-nilai universal kemanusiaan yang harus dijunjung tinggi, ditumbuh kembangkan dan dilestarikan oleh semua pelaku P2KP dalam melaksanakan P2KP adalah :
a.       Dapat dipercaya, bahwa semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan P2KP harus benar-benar dapat menjaga kepercayaan yang diberikan masyarakat maupun pemerintah untuk menerapkan aturan main P2KP dengan baik dan benar.
b.      Ikhlas/kerelawanan, bahwa dalam pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan P2KP benar-benar berlandaskan niat ikhlas untuk turut memberikan kontribusi bagi penigkatan kesejahteraan masyarakat miskin yang ada di wilayahnya, dan tidak mengharapkan imbalan materi, jasa, maupun kepentingan kelompok.
c.       Kejujuran, bahwa dalam proses pengambilan keputusan, pengelolaan dana serta pelaksanaan kegiatan P2KP harus dilakukan dengan jujur, sehingga tidak dibenarkan adanya upaya-upaya untuk merekayasa, memanipulasi maupun menutup-nutupi sesuatu.
d.      Keadilan, bahwa dalam menetapkan kebijakan dan melaksanakan P2KP harus ditekankan asas keadilan (fairness) adanya kebutuhan nyata dan kepentingan masyarakat miskin.
e.       Kesetaraan, bahwa dalam pelibatan masyarakat dalam pelaksanaan dan pemanfaatan P2KP, tidak membeda-bedakan latar belakang, asal usul, agama, status maupun jenis kelamin dan lain sebagainya.
f.       Kebersamaan dan keragaman, bahwa dalam pelaksanaan kegiatan P2KP perlu dioptimalkan gerakan masyarakat melalui kebersamaan dan kesatuan masyarakat sehingga kemiskinan benar-benar menjadi urusan semua warga masyarakat dari berbagai latar belakang, suku, agama, mata pencaharian dan sebagainya. (Direktorat Jenderal dan Prasarana Wilayah : 2003).
Dalam memberdayakan pelaku-pelaku pembangunan strategis dan masyarakat agar mampu membangun dan menanggulangi kemiskinan secara mandiri, maka strategi yang diambil P2KP dapat melalui :
a.       Membangun kapasitas masyarakat misikin perkotaan untuk mampu membentuk serta melembagakan representative masyarakat yang akuntabel terhadap masyarakat.
b.      Penyediaan akses secara langsung ke sumber daya kunci yang dibutuhkan mayarakat miskin, dalam bentuk dana bantuan langsung masyarakat (BLM) scecara transparan dan akuntabel.
c.       Meningkatkan kapasitas pemerintah daerah untuk bermitra dengan organisasi masyarakat warga dalam penyediaan serta pengembangan bantuan penanggulangan kemiskinan terpadu (PAKET).
Kemandirian masyarakat diharapkan dapat terwujud dengan mengimplementasikan pendekatan Tridaya. Pendekatan Tridaya pada hakekatnya merupakan pendekatan yang menekankan proses pemberdayaan sejati mendukung pembangunan berkelanjutan, yaitu pemberdayaan manusia seutuhnya agar mampu membangkitkan ketiga daya yang telah dimiliki manusia, yaitu daya sosial agar tercipta masyarakat efektif secara sosial, daya ekonomi agar tercipta masyarakat produktif secara ekonomi dan daya pembangunan agar tercipta masyarakat yang peduli dengan pembangunan agar tercipta lingkungan yang lestari (Direktorat Jenderal dan Prasarana Wilayah : 2003).
Hal tersebut diatas juga didasarkan pendekatan pembangunan bertumpu pada kelompok (community bassed development approach), dimana kelompok-kelompok dapat dibangun atas dasar berbagai ikatan pemersatu (kesamaan tujuan, kesamaan kegiatan, kesamaan domisili) yang pada dasarnya mengarah pada efisiensi, efektifitas serta mendorong tumbuh dan berkembangnya kapital sosial.                
F.     Konsep Pembangunan dan Masyarakat Kota
Pembangunan bertujuan untuk menaikkan tingkat hidup dan kesejahteraan rakyat atau menaikkan mutu hidup rakyat. Mutu dapat diartikan sebagai derajat terpenuhinya kebutuhan dasar, yang terdiri atas tiga bagian, yaitu kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup hayati, kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup manusiawi, dan derajat untuk memilih.
Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional yang termaksud dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu”melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia mamajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.
Pembangunan yang mendasarkan pada keswadayaan dapat dilihat sebagai jalan keluar untuk mendapatkan pendapatan, mengatasi kesenjangan, dan sekaligus meningkatkan partisipasi rakyat kecil dalam pembangunan.
Dhaldjoeni (1997 : 235) memberi pengertian masyarakat kota sebagai suatu community adalah suatu kelompok teritorial dimana penduduknya menyelenggarakan kegiatan-kegiatan hidup sepenuhnya. Dhaldjoeni menyebutkan ciri-ciri masyarakat kota, yakni (1). Berisikan kelompok manusia, (2). Menempati suatu wilayah geografis, (3). Mengenal pembagian kerja kedalam spesialisasi dengan fungsi-fungsi yang saling beruntung, (4). Memiliki kebudayaan dan sistem sosial bersama yang mengatur kegiatan mereka, (5). Peranan anggotanya sadar akan kesatuan serta kewargaan mereka dari community, dan (6). Mampu berbuat secara kolektif menurut cara tertentu.
Pengertian desa dan kota, dimana desa merupakan hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya. Kota sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang memiliki kecirian sosial seperti jumlah penduduk tinggi, strata sosial ekonomi yang heterogen dengan corak yang materialistis.
Kemudian Cholil Mansyur melihat beberapa sifat yang tampak menonjol pada masyarakat kota, yakni sikap kehidupan ; cenderung pada individualisme/egoisme yaitu masing-masing anggota masyarakat berusaha sendiri-sendiri tanpa terikat pada anggota masyarakat yang lain, hal mana menggambarkan corak hubungan yang terbatas, dimana setiap individu mempunyai otonomi jiwa dan kemerdekaan pribadi. Tingkah laku ; kreatif, radikal, dan dinamis. Dan perwatakan-perwatakan ; cenderung pada sifat materialistis.












G.    Kerangka Pikir
Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan program P2KP di Kelurahan Abeli Kecamatan Abeli Kota Kendari, maka penulis membuat bagan kerangka pikir sebagai berikut :
Persepsi Masyarakat
 
Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
Berhasil/Tidak Berhasil
Program Sosial
-          Bantuan sembako
-          Pengobatan gratis

Program Lingkungan
-          Pembuatan drainase
-          Pembuatan jalan setapak

Program Ekonomi
-          Pengembangan jiwa wirausaha
-          Bantuan modal usaha

 
















BAB III
METODE PENELITIAN
A.    Lokasi Penelitian
Penelitan ini dilaksanakan di Kelurahan Abeli Kecamatan Abeli Kota Kendari, dengan pertimbangan bahwa di lokasi tersebut terdapat Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), yang tidak tepat sasaran atau tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga menimbulkan persepsi bagi masyarakat di lokasi tersebut mengenai pelaksanaan P2KP.  
B.     Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif yakni memberikan gambaran dengan fakta, data dan informasi guna menjelaskan penyelesaian masalah penelitian tentang persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan program P2KP di Kelurahan Abeli Kecamatan Abeli Kota Kendari.
C.    Informan Penelitian
Informan penelitian ini berjumlah 15 orang sebagai informan kunci, yakni 8 orang yang mendapat bantuan P2KP dan 7 orang yang tidak mendapat bantuan P2KP, yang diambil secara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan bahwa informan tersebut mampu menjawab permasalahan dalam penelitian ini, yakni terkait dengan persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan program P2KP, dimana informan tersebut berasal dari semua warga Kelurahan Abeli, ditambah dengan 3 orang informan tambahan yakni Kepala Kelurahan Abeli, tokoh masyarakat, serta dari fasilitator P2KP di Kelurahan Abeli.
D.    Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Adapun jenis data dalam penelitian ini adalah terdiri dari dua bagian yaitu jenis data kualitatif dan data kuantitatif. Jenis data kualitatif adalah data yang merupakan penjelasan-penjelasan, uraian-uraian yang dideskripsikan, sedangkan jenis data kuantitatif adalah data-data yang merupakan angka-angka yang diperoleh dari para informan seperti umur, usia, tanggal lahir dan lain-lain.
2. Sumber Data
Selain itu dalam penelitian ini diperoleh pula sumber data yang terdiri atas dua bagian yaitu :
1.    Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sejumlah informan penelitian melalui tahap wawancara mengenai persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan program P2KP.
2.     Data sekunder yaitu data yang berupa catatan-catatan dari dokumen yang terdapat di Kantor Kelurahan Abeli mengenai jumlah penduduk dan data yang relefan dengan permasalahan penelitian.
E.     Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Studi kepustakaan (Library Studi) yaitu cara memperoleh data  dengan mempelajari literatur laporan dan bahan tertulis lainnya yang ada hubungannya dengan judul penelitian.
2. Penelitian lapangan (Field Reseach) yaitu cata memperoleh data dengan melalukan penelitian langsung di lapangan. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data primer melalui teknik :
a.       Observasi yaitu melakukan pengamatan langsung di lokasi penelitian terutama dalam kaitannya dengan pelaksanaan program P2KP. 
b.      Wawancara yaitu mengadakan wawancara langsung dengan informan. Dalam wawancara ini digunakan pedoman wawancara yang telah disusun secara sistematis berdasarkan permasalahan yang diteliti untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan program P2KP.
c.       Dokumentasi yaitu sumber informasi yang berupa bukti tertulis mengenai karakteristik lokasi penelitian baik berupa dokumentasi pribadi maupun dokumenatsi resmi. 
F.     Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh nantinya akan diolah dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yakni untuk mendapatkan gambaran secara sistematis tentang persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan program P2KP, yang mengacu pada konsep Miles dan Huberman dalam (Satori dan A’an, 2010 : 39) yaitu menggambarkan secara sistematis dan mendalam setiap masalah yang ditelaah. Analisa yang berlangsung melalui empat tahap yakni : pertama, data collection (tahap pengumpulan data) yaitu pada saat proses memasuki lingkungan penelitian dan melakukan pengumpulan data penelitian. Kedua, data reduction (tahap reduksi data) yaitu pada saat proses pemilihan data, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dari lapangan. Ketiga, data display (tahap penyajian data) yakni penyajian informasi  dalam memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Keempat, tahap penarikan kesimpulan, pada tahap ini penarikan kesimpulan dari data yang telah dianalisis, sehingga akan diharapkan penelitian benar-benar menggambarkan kenyataan.  










BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil Umum Lokasi Penelitian

1.      Letak Wilayah Kelurahan Abeli
Kelurahan Abeli pada awalnya adalah sebuah desa yang ada di kecamatan Abeli. Desa Abeli ini dibentuk tahun 1980 yang meliputi Abeli, Benua Lerae, Anggolomelae. Kemudian pada tahun 1997 desa ini mekar menjadi Kelurahan Abeli.
Kelurahan Abeli merupakan satu kelurahan yang ada di Kecamatan Abeli Kota Kendari. Untuk mencapai daerah tersebut, dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua, roda empat, maupun sejenisnya. Adapun batas wilayah Kelurahan Lowu-Lowu adalah :
-          Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Lapulu
-          Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Benua Nirae
-          Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Anggolo Melai
-          Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Matabubu
Kelurahan Abeli mencakup daerah darat dengan luas daratan 320 km2 dengan jumlah penduduk 1961 jiwa, dan terdiri dari 4 (empat) RW dan 8 (delapan) RT.


2.      Kondisi Kependudukan
Berdasarkan hasil registrasi penduduk sampai dengan tahun 2012, penduduk Kelurahan Abeli  berjumlah 1.961 jiwa yang terbagi atas 1.099 laki-laki dan 862 perempuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tebel 1 : Jumlah Penduduk Di Kelurahan Abeli Tahun 2012
No
Jenis Kelamin
Jumlah
(jiwa)
Persentase
(%)
1.
2.
Laki-Laki
Perempuan
1.099
   862
56,04
43,96

Jumlah
1.961
100
Sumber : Data Kantor Kelurahan Abeli Tahun 2012

Berdasarkan data tabel 1 di atas, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Kelurahan Abeli Kecamatan Abeli Kota Kendari sebagian besar terdiri dari laki-laki yakni sebanyak 1.099 jiwa atau 56,04 persen dari total jumlah penduduk Kelurahan Abeli, sedangkan perempuan sebanyak 862 jiwa atau 43,96 persen dari total jumlah penduduk Kelurahan Abeli.







2.1 Kondisi Kependudukan Menurut Tingkat Pendidikan
Tabel 2. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
No.
Pendidikan
Jumlah (jiwa)
Persentase (%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Taman Kanak-Kanak
Tamat SD
SLTP
SLTA
D-2
D-3
S-1
S-2
Tidak Sekolah
     38
   322
   212
   167
    15
    13
   49
     2
               1.143
  1,95
16,42
10,81
  8,51
  0,77
  0,67
  2,49
  0,10
58,28

Jumlah
1.961
100
 Sumber : Data Kantor Kelurahan Abeli Tahun 2012

Dari tabel 2. Di atas, menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kelurahan Abeli ditinjau dari status pendidikan yaitu didominasi tamatan SD yaitu sebanyak 322 orang atau 16,42 persen, selebihnya yaitu 38 orang atau 1,95 persen tamatan TK,  menyusul tamatan SLTP sebanyak 212 orang atau sekitar 10,81 persen, tamatan  SLTA sebanyak 167 orang atau 8,51 persen, 15 orang atau 0,77 persen tamatan D-2, 13 orang atau 0,67 persen tamatan D-3, 49 orang atau 2,49 persen tamatan S-1, 2 orang atau 0,10 persen tamatan S-2. Jadi jumlah keseluruhan untuk jumlah penduduk Kelurahan Abeli ditinjau dari status pendidikan yaitu sebanyak 818 orang, dan selebihnya adalah yang tidak sekolah yaitu 1.143 orang atau 58,28 persen.


2.2 Kondisi Penduduk Menurut Agama

Tabel 3. Keadaan Penduduk Menurut Agama
 
No.
Agama
Jumlah (jiwa)
Persentase (%)
1
2
3
4
5
Islam
Kristen
Katholik
Hindu
Budha
1.956
      5
     -
     -
     -
99,75
  0,25
 -
 -
 -

Jumlah
1.961
100
   Sumber : Data Kantor Kelurahan Abeli Tahun 2012

Dari tabel 3. Di atas, maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat Kelurahan Abeli Kecamatan Abeli Kota Kendari adalah mayoritas agama Islam. Ini dapat terlihat dari kenyataan bahwa masyarakat Kelurahan Abeli yang beragama non Islam hanya 5 orang atau 0,25 persen yaitu agama kristen.
2.3 Kondisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Selanjutnya untuk melihat komposisi mata pencaharian penduduk yang ada di Kelurahan Abeli dapat dilihat pada tabel berikut :






Tabel 4 : Komposisi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian Di Kelurahan Abeli Tahun 2012
No
Jenis Mata Pencaharian
Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
PNS
Tukang ojek
Tukang kayu
Tukang batu
Peternak
Pensiunan
TNI/Polri
Montir
Sopir
Pengrajin Kasur
Penjahit
Tukang rias
Usaha warung makan
Anggota Legislatif
100
 23
 19
 18
 13
 12
  7
  5
  5
  4
  3
  2
  2
  1
46,72
10,74
  8,88
  8,41
  6,07
  5,60
  3,27
  2,33
  2,33
  1,87
  1,40
  0,93
  0,93
  0,47

Jumlah
214
100
Sumber : Data Kantor Kelurahan Abeli Tahun 2012

Tabel 4. Menjelaskan bahwa masyarakat Kelurahan Abeli yang memiliki lapangan pekerjaan sebanyak 214 orang. Masyarakat Kelurahan Abeli dominan lapangan pekerjaannya sebagai PNS sebanyak 100 orang, kemudian tukang ojek 23 orang, tukang kayu 19 orang, tukang batu 18 orang, peternak 13 orang, pensiunan 12 orang, TNI/Polri 7 orang, montir dan sopir masing-masing 5 orang, pengarajin kasur 4 orang, penjahit 3 orang, tukang rias dan usaha warung makan masing-masing 2 orang, dan terakhir anggota Legislatif sebanyak 1 orang.

  
3.      Sarana Dan Prasarana
Sebelum dan setelah dimekarkan Kelurahan Abeli, ada beberapa sarana dan prasarana yang menunjang kehidupan masyarakat setempat yang tercantum pada tabel 5.
Tabel 5. Sarana Dan Prasarana Kelurahan Abeli
No.
Sarana Dan Prasarana
Jumlah
1.
2.
3.
4.
5.
6.




7.
8.
9





10.




11.
12.
Sekolah Dasar
Taman Kanak-Kanak
Madrasah
Taman Pengajian
Mesjid
Lapangan Olahraga
-          Lapangan Sepak Bola
-          Lapangan Bola Volly
-          Lapangan Bulu Tangkis
-          Lapangan Tenis Meja
Pos Kamling
Polsek
Lembaga Kemasyarakatan
-          Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
-          Lembaga Keswadayaan Masyarakat
-          Karang Taruna
-          Lembaga Keagamaan
-          Lembaga Adat
Sarana Air Bersih
-          Sumur Bor
-          Sumur Galian
-          Sintesa
-          Lain-Lain/Mata Air
Posyandu
Puskesmas
1 unit
1 unit
1 unit
4 buah
3 buah

1 unit
2 unit
2 unit
2 unit
2 buah
1 unit

1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit

4 unit
158 unit
27 unit
3 unit
2 buah
1 buah
Sumber : Data Kantor Kelurahan Abeli Tahun 2012

Tabel 5 di atas terlihat bahwa sarana yang digunakan di Kelurahan Abeli yaitu sarana air bersih 189 unit, TPA 4 unit, mesjid 3 unit, lapangan olahraga 7 unit, pos kamling, posyandu dan puskesmas masing-masing 1 unit, dan TK, SD, Madrasah, Polsek, Lembaga Kemasyarakatan masing-masing 1 unit.
4.      Potensi Masyarakat
Dalam konsep pengembangannya, Kelurahan Abeli pun tidak luput dari permasalahan baik itu permasalahan sosial, ekonomi, maupun lingkungan. Potensi yang ada di Kelurahan Abeli baik dilihat dari jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan maupun jumlah penduduk usia produktif sebenarnya cukup tersedia. Di Kelurahan Abeli memiliki potensi yang perlu dikembangkan yakni potensi sosial, ekonomi, dan lingkungan. Namun ini masih perlu penanganan khusus dalam konsep-konsep pengembangannya karena keterbatasan fasilitas dan lapangan kerja.
Untuk mendorong peningkatan kesejahteraan sosial, maka dibutuhkan kesadaran dan rasa tanggung jawab masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Kondisi sosial Kelurahan Abeli terkait dengan bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial lainnya.
Budaya yang dikembangkan oleh masyarakat Kelurahan Abeli pada umumnya adalah berdasarkan adat istiadat yang dianut oleh masing-masing warga masyarakat dengan tetap berpegang teguh pada norma-norma yang telah disepakati baik secara tertulis maupun berdasarkan kebiasaan secara turun temurun. Kesadaran masyarakat dalam berpolitik yang senantiasa diarahkan untuk lebih dinamis, merupakan salah satu ciri khas yang dimililki oleh masyarakat Kelurahan Abeli sehingga dalam menjalankan aspirasi politiknya akan selalu mengacu pada rambu-rambu yang sesuai dengan pemerintah dengan tetap memperhatikan keinginan dan kebutuhan masyarakat secara umum.
Dari seluruh kondisi dan situasi keamanan serta ketertiban masyarakat Kelurahan Abeli sampai saat ini masih menunjukkan kondisi yang kondusif, aman dan terkendali. Hal ini berkat kerja sama yang baik antara masyarakat dan petugas keamanan di Kelurahan Abeli. Sebagai gambaran mengenai sistem keamanan lingkungan di Kelurahan Abeli bahwa anggota Hansip atau Linmas di Kelurahan Abeli berjumlah 20 orang ditambah lagi dengan adanya Polsek Abeli membuat masyarakat Kelurahan Abeli merasa nyaman.
Fasilitas pendidikan sangat berpengaruh dalam pengembangan ekonomi suatu wilayah. Masyarakat yang berpendidikan dan mempunyai pengalaman kerja dapat memanajemen pengelolaan ekonomi untuk kesejahteraan hidupnya. Fasilitas pendidikan yang ada di Kelurahan Abeli saat ini hanya ada 1 buah SD, 1 Madrasah dan 1 Taman Kanak-Kanak. Hal ini membutuhkan perhatian dari pihak pemerintah untuk menyediakan fasilitas pendidikan seperti SMP dan SMA. Fasilitas kesehatan yang ada di Kelurahan Abeli hanya ada 2 buah yaitu 1 buah posyandu dan 1 buah Puskesmas.       
Yang menjadi tolak ukur keberhasilan perekonomian suatu wilayah adalah tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Kelurahan Abeli yang terletak di wilayah daratan mempunyai potensi untuk dikembangkan demi tercapainya kesejahteraan masyarakat seperti potensi hasil-hasil pertanian, perkebunan, perdagangan, industri rumah tangga , kerajinan rumah tangga, meubel, tambang galian dan peternakan. Dimana di Kelurahan Abeli potensi-potensi ini belum dikembangkan secara maksimal.            
B.     Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan (P2KP) Di Kelurahan Abeli Kecamatan Abeli Kota Kendari
Sebagaimana kita ketahui bahwa Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan (P2KP) yang dilaksanakan di Kelurahan Abeli merupakan perencanaan pembangunan yang merupakan proses pemikiran dan penentuan secara matang daripada hal-hal yang akan dilakukan sebagai bentuk upaya untuk melakukan perubahan-perubahan menjadi lebih baik. Karena perubahan yang dimaksud adalah menuju arah peningkatan dari keadaan semula, menjadi lebih baik dengan melalui usaha yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat. Berhubungan dengan hal tersebut maka perencaanaan pembangunan adalah suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, Negara dan pemerintah, menuju modernisasi dalam rangka pembinaan bangsa. Pembangunan merupakan suatu kegiatan yang rasional dan dilakukan oleh seluruh lapisan dan segenap golongan masyarakat untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik dari keadaan yang sebelumnya, dimana pembangunan tersebut menyangkut perubahan dari suatu kondisi yang dinilai belum mapan, baik secara materil dan spiritual, demikian pula dengan orientasi dari PNPM.
Selanjutnya, suatu pembangunan dikatakan berhasil tidak hanya apabila pembangunan itu menaikan taraf hidup masyarakat, akan tetapi harus diukur dari sejauhmana pembagunan itu dapat menimbulkan kemauan dan kemampuan dari suatu masyarakat untuk mandiri. Artinya kemauan masyarakat itu untuk menciptkan pembangunan dan melestarikan serta mengembangkan hasil-hasil pembangunan, baik yang berasal dari mereka sendiri maupun yang berasal dari prakarsa yang datang dari luar masyarakat.
Menganalisa berbagai konsep di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pembangunan Kelurahan/Desa adalah upaya untuk menguatkan struktur sosial ekonomi masyarakat dengan berbasis pada kesejahteraan masyarakat. Hal ini searah pula dengan pandangan umum bahwa pembangunan Kelurahan/Desa dan hakekatnya merupakan kegiatan terencana yang mengandung tiga unsur pokok yaitu :  metode, proses dan tujuan. 1. Sebagai metode, pembangunan Kelurahan/Desa yang baik harus melibatkan seluruh anggota masyarakat yang berkaitan langsung dengan kepentingan masyarakat sosial ekonomi mereka. 2. Sebagai proses, pembangunan Kelurahan/Desa merupakan proses transformasi budaya yang diawali dengan kehidupan tradisional yang mengendalikan kebiasaan-kebiasaan secara turun-temurun untuk diubah menjadi masyarakat modern yang berdasarkan kemajuan hidup pada kemandirian dalam menerima ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Dan 3. Sebagai tujuan, pembangunan Kelurahan/Desa adalah untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat dan menciptakan kesempatan yang lebih baik bagi pengembangan mata pencaharian serta mengusahakan terciptanya prasarana fisik dan pelayanan sosial yang sama dengan daerah perkotaan.
Senada dengan hal di atas, tentunya dari Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan (P2KP) yang dilaksanakan di Kelurahan Abeli mempunyai orientasi untuk pengentasan kemiskinan sekaligus kesejahteraan sosial ekonomi terhadap masyarakat di Kelurahan tersebut. Program tersebut bergerak di bidang sosial, ekonomi, maupun di bidang lingkungan. Pada bidang sosial, program P2KP yang dilaksanakan Di Kelurahan Abeli antara lain berupa pemberian pengobatan gratis utamanya bagi orang tua jompo dan janda miskin, bantuan sembako, pembentukan Dasa Wisma, dan posyandu, di bidang ekonomi berupa bantuan pinjaman modal usaha, pemberian dana bergulir sedangkan di bidang lingkungan berupa pembangunan pos Siskamling, serta pembangunan sarana-sarana lingkungan lainnya seperti pembuatan jalan usaha tani, dan pembuatan/perbaikan drainase.
Olehnya itu, dari semua progam di atas akan mengalami proses implementasi sesuai rencana program yang telah ditetapkan. Tentunya, implementasi merupakan suatu langkah yang dilaksanakan dengan sadar berdasarkan rencana yang telah disusun sebelumnya, agar program yang ada dapat dilaksanakan sesuai dengan arah pencapaian yang telah di tetapkan. Dari pengertian tersebut, kita dapat menafsirkan bahwa dari semua program yang telah dicanangkan oleh P2KP akan dilaksanakan sesuai dengan strategi pelaksanaan yang telah direncanakan.
Akan tetapi, faktanya bahwa dari semua program P2KP yang dilaksanakan di Kelurahan Abeli tersebut tidak selamanya berjalan efektif dan menghasilkan dampak yang positif, tetapi ada pula sebagian kecil masalah yang muncul sebagai hambatan pelaksanaan program, seperti tidak tepatnya sasaran pelaksanaan program atau dengan kata lain tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Tentu saja hal ini akan mengundang berbagai macam persepsi dari masyarakat Kelurahan Abeli mengenai program P2KP yang telah dilaksanakan di tempat tersebut.
Adapun persepsi yang muncul dari masyarakat tersebut lebih tertuju kepada 3 (tiga) program P2KP yang telah dilaksanakan yakni program sosial, program ekonomi, serta program lingkungan. Berikut ini akan dijelaskan mengenai persepsi masyarakat Kelurahan Abeli terhadap pelaksanaan ke tiga program P2KP tersebut, yakni :
1.      Persepsi Masyarakat Terhadap Program Sosial P2KP
Sebagaimana halnya program untuk kesejahteraan masyarakat lainnya, maka yang menjadi sasaran dari P2KP yang ada di Kelurahan Abeli adalah tercapainya kesejahteraan dan kemandirian masyarakat miskin perkotaan. Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat. Kemandirian berarti mampu mengorganisir diri untuk memobilisasi sumber daya yang ada di lingkungannya, mampu mengakses sumber daya diluar lingkungannya, serta mengolah sumber daya tersebut untuk mengatasi kemiskinan.
Program sosial yang telah dilkasanakan oleh P2KP di Kelurahan Abeli merupakan salah satu program P2KP yang mempunyai orientasi mensejahterakan masyarakat miskin perkotaan dalam bidang sosialnya, seperti pemberian bantuan sembako, dan pemberian pengobatana gratis, dimana dari semua program tersebut diharapkan dapat mengurangi bahkan dapat mencegah kemiskinan yang mereka alami.
a.       Bantuan Sembako
Hubungannya dengan bantuan sembako oleh P2KP di Kelurahan Abeli, Kondisi demikian diakui oleh salah seorang warga Kelurahan Abeli yang mendapat bantuan dari program P2KP, Husni (40), bahwa :
”memang saya adalah salah seorang yang diuntungkan dengan adanya prgram P2KP di Kelurahan ini seperti diberikannya bantuan sembako. Tentu saja hal ini sangat membantu saya dan seluruh anggota keluarga saya dalam memenuhi kebutuhan pokok keluarga kami. Dengan peluang ini, maka kami pun berusaha mencari sumber penghidupan lainnya untuk kehidupan yang lebih baik karena adanya kesempatan mendapatkan sembako tersebut. Secara pribadi saya sangat senang dengan program P2KP karena dapat membantu masyarakat yang kesusahan memenuhi kebutuhan hidupnya” (wawancara, 16 Juli 2012).

Dari keterangan di atas, kita dapat memahami bahwa ternyata dengan adanya program sosial P2KP di Kelurahan Abeli utamanya dalam hal bantuan pemberian sembako sangat membantu keluarga miskin di wilayah tersebut. Betapa tidak, di tengah-tengah kesusahan perekonomian yang diderita oleh masyarakat miskin di Kelurahan Abeli yang membuat mereka pasrah dengan keadaan, tiba-tiba ada program penanggulangan kemiskinan dari pemerintah dan mereka merasakan bantuan itu. Tentu saja, hal ini akan memacu mereka dalam hal pencarian sumber penghidupan lainnya karena adanya kesempatan yang diberikan dengan datangnya bantuan tersebut. Ini berarti bahwa sebelum adanya bantuan sembako yang diterima oleh keluarga miskin di Kelurahan Abeli, membuat mereka pasrah dengan keadaan keterpurukan ekonomi, akan tetapi dengan datangnya bantuan tersebut mereka menjadi bersemangat untuk bangkit dari kemiskinan yang mereka derita sebagai akibat datangnya bantuan dari program P2KP.
b.      Pengobatan Gratis
Berangkat dari pemahaman bahwa pembangunan Desa/Kelurahan adalah suatu usaha untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat Desa/Kelurahan secara merata dan berkeadilan, dengan cara membangkitkan kemampuan masyarakat itu sendiri dalam melaksanakan pembanguanannya. Namun di sisi lain, dari program P2KP yang telah dilaksanakan di Kelurahan Abeli justru mendapatkan penilaian khusus dari pihak-pihak yang seharusnya mendapatkan bantuan akan tetapi mereka tidak mendapatkan hal itu. Tentu saja hal ini akan mengundang pertanyaan bagi semua kalangan tentang bagaimana sebenarnya kinerja P2KP yang telah ada di Kelurahan Abeli. Kondisi ini akan memunculkan kelompok-kelompok khusus dalam masyarakat seperti kelompok yang apatis atau masa bodoh, yang oposisi atau tidak mau ikut campur dengan semua program P2KP sebagai bentuk kekecewaan masyarakat yang tidak mendapatkan bantuan. Hal ini mereka anggap sebagai sebuah bentuk pembangunan kesejahteraan yang pelaksanaannya tidak merata dan tidak adil.
Kondisi di atas, dibenarkan oleh salah seorang warga Kelurahan Abeli yang merasa kecewa dengan program pengobatan gratis bagi orang tua jompo, Takim (30), bahwa :
”sebenarnya saya masih kurang mempercayai ketransparanan pelaksanaan semua program P2KP diKelurahan ini, karena bagaimana tidak kami sebagai salah satu keluarga miskin dan orang tua saya sudah tergolong orang tua jompo tetapi masih mau dipersulit juga untuk mendapatkan pengobatan gratis. Jujur saja, hal ini membuat saya sangat kecewa karena sepertinya kepengurusan P2KP di kelurahan ini pilih kasih, artinya hanya mengutamakan orang-orang terdekat mereka”. (wawancara, 16 Juli 2012).

Dari pengakuan informan di atas, kita dapat mengindikasikan bahwa ternyata kepengurusan P2KP di Kelurahan Abeli tidak mengdepankan azas pemeretaan dan prinsip keadilan. Penilaian ini tejadi karena masih ada warga yang merasa berhak mendapatkan pengobatan gratis tapi tidak merasakan hal itu. Tentu saja, hal ini akan menimbulkan kekecewaan bagi warga yang bersangkutan dan akan mengklaim bahwa program P2KP tidak adil.
Fenomena di atas, merupakan salah satu bagian yang tidak diinginkan oleh pihak pemerintah dalam usahanya menanggulangi kemiskinan di perkotaan. Apabila hal tersebut terus terjadi, dikhawatirkan bahwa dari semua program yang akan dicanangkan sebagai program penanggulangan kemiskinan akan banyak mengalami erosi kepercayaan dari pihak masyarakat karena banyaknya yang merasa tidak adil.    
Kondisi di atas ditepis oleh salah seorang fasilitator P2KP di Kelurahan Abeli, Ruslin (40), bahwa :
”dalam menjalankan peran dan fungsi kami sebagai fasilitator P2KP, tentu saja kami berpegang pada prinsip-prinsip pembangunan yang telah diamanahkan oleh pemerintah serta berdasarkan pada prinsip keadilan dan pemerataan. Terlepas dengan pihak tertentu yang merasa kecewa atau tidak puas dengan program kami, saya kira itu sebagai sesuatu hal yang wajar karena memang dalam sebuah program yang dicanangkan dalam bentuk apa saja, maka pasti mengundang pro dan kontra. Akan tetapi kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk meminimalisir perbedaan itu. Persoalan hasil pelaksanaannya itu tergantung warga yang mau menilai”. (wawancara, 16 Juli 2012).

Dari pengakuan di atas, kita bisa mendapatkan perbandingan pendapat antara warga yang merasa kecewa dengan program P2KP ataupun yang merasa tidak tepat sasaran dengan pendapat fasilitator P2KP tentang prinsip pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan tersebut. Yang pastinya bagi pihak fasilitator P2KP di Kelurahan Abeli, mereka mengaku sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mengurangi kemiskinan yang ada dengan prgram mereka, dengan perpegang pada prinsip pemeretaan dan keadilan walaupun masih ada sorotan dari masyarakat yang kecewa dengan program tersebut.
Dengan melihat perbedaan pandangan antara warga yang kecewa dengan pandangan fasilitator P2KP di Kelurahan Abeli ini, tentunya hal ini tidak pernah diinginkan oleh pihak pemerintah baik dari tingkatan paling atas sampai pada tingkatan paling rendah. Karena bagaimanapun juga masyarakat sebagai obyek penanggulangan kemiskinan sedangkan fasilitator P2KP sebagai pelaksana program penanggulangan tersebut. Olehnya itu, seharusnya ada semacam hubungan yang sinergis diantara dua komponen pembangunan tersebut, sehingga dalam pelaksanaannya tidak mendapatkan hambatan. Akan tetapi, sebaliknya jika dua komponen ini tidak ada kecocokkan maka masalah dalam pelaksanaan program akan selalu ada.
Hal tersebut di atas, juga dikhawatirkan oleh Kepala Kelurahan Abeli, Bapak La Ode Baharuddin (50), yang menyatakan bahwa :
”sebenarnya yang dibutuhkan untuk mensukseskan semua progam P2KP di Kelurahan ini cukup kita membangun kerja sama antara masyarakat dengan fasilitator P2KP. Kedua komponen inilah yang menjadi kunci kesuksesan program. Ketika dua komponen ini sering bekerja sama maka tidak akan ada yang namanya tidak tepatnya sasaran karena sebelumnya sudah ada jejak pendapat antara warga dengan fasilitator. Namun, sesuatu yang menyebabkan gagalnya program P2KP adalah tidak adanya kerja sama atau komunikasi antara pihak fasilitator dengan warga. Betapa tidak, ketika hal ini tidak ada maka tidak akan ada pula pengertian kebutuhan dan pengertian kepentingan antara warga dengan fasilitator. Maka muncullah program yang tidak tepat sasaran, muncullah yang seharusnya pantas mendaptkan pengobatan gratis, tapi yang terjadi justru sebaliknya. Hal-hal inilah yang dapat menyebabkan kegagalan program”. (wawancara, 16 Juli 2012).

Dari pernyataan di atas, memberikan informasi bahwa Kepala Kelurahan Abeli sebagai pemerintah dalam tataran kelurahan begitu prihatin dengan keberhasilan program P2KP dan sangat mengiginkan kerja sama antara warga dengan pihak fasilitator P2KP agar semua hasil program penanggulangan kemiskinan dapat terealisasi secara efektif dan dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh warga yang menapatkan bantuan. Tentunya dalam kerja sama tersebut berusaha disatukan antara pendapat masyarakat dengan fasilitator P2KP agar tidak ada sekat-sekat antara kedua belah pihak serta ketransparanan cenderung akan dijunjung tinggi.
Dari semua pembahasan di atas, maka yang menjadi kesimpulan mengenai program sosial P2KP di Kelurahan Abeli yakni banyak dari pihak warga yang mempunyai persepsi merasa sangat beruntung dengan adanya program P2KP seperti diberikannya bantuan sembako kepada keluarga miskin, dimana hal ini juga dapat memicu semangat mereka yang bersangkutan untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi. Namun di lain sisi ada pula pihak warga yang merasa kecewa karena tidak mendapatkan bantuan P2KP seperti tidak mendapatkan layanan pengobatan gratis, sehingga hal ini akan menimbulkan keapatisan warga yang bersangkutan dalam semua program pembangunan termasuk dalam Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan (P2KP) di Kelurahan Abeli.
2.      Persepsi Masyarakat Terhadap Program Ekonomi P2KP
Seperti halnya program sosial yang dilaksanakan oleh P2KP di Kelurahan Abeli, maka program ekonomi juga menjadi prioritas dalam agenda penanggulangan kemiskinan oleh P2KP. Dan perlu diketahui bahwa pembangunan Kelurahan/Desa merupakan usaha individu atau usaha dari masyarakat Desa/Kelurahan yang didampingi oleh pimpinannya baik formal maupun informal guna memenuhi kebutuhan-kebutuhannya sesuai dengan harkat dan martabat  kemanusiaannya. Kebutuhan-kebutuhan masyarakat itu antara lain yaitu kebutuhan akan pangan, sandang, papan, memperoleh pendidikan, mendapatkan pelayanan yang baik. Tentunya upaya pemenuhan kebutuhan itu dilakukan oleh masyarakat Kelurahan/Desa dengan cara pengembangan sumber daya yang ada baik sumber daya manusia maupun sumber daya alamnya, dengan wawasan seperti ini maka pembangunan Kelurahan/Desa usaha sadar diri masyarkat Kelurahan/Desa itu.
Dari pandangan di atas, maka yang menjadi upaya P2KP di Kelurahan Abeli dalam program ekonominya adalah diberikannya kesempatan kepada masyarakat untuk mengembangkan kreatifitasnya dalam hal berwirausaha, seperti diberikannya bantuan dana bergulir atau pinjaman modal usaha. Tentu saja program P2KP ini sangat tepat karena merupakan program peningkatan kesejahteraan dengan jalan pemberian  kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri malalui peningkatan pengembangan jiwa kewirausahaan dengan cara pemberian dana bergulir  (terutama masyarakat miskin dan komunitas/kelompok yang terpinggirkan), sehingga meningkatkan modal sosial masyarakat serta inovasi dan pemanfaatan segala sumber daya yang ada.
Hubungannya dengan pemberian pinjaman modal usaha atau dana bergulir, maka masyarakat Kelurahan Abeli tentunya mempunyai persepsi masing-masing terkait dengan dampak yang ditimbulkan oleh pemberian pinjaman tesebut. Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang warga Kelurahan Abeli yang mendapatkan bantuan dana tersebut, Hartati (45), yang menyatakan bahwa :
“sungguh sangat bagus program P2KP di Kelurahan ini. Bagaimana tidak, dengan programnya pemberian dana bergulir ataupun pemberian pinjaman modal usaha bagi masyarakat Kelurahan Abeli. Alhamdulilah dengan pinjaman modal itu, saya bisa membangun kios tempat saya berjualan, dimana dengan penghasilan dari berjualan di  kios itu saya dapat membantu menambah pendapatan suami saya dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan angsuran tiap bulan yang tidak memberatkan, membuat warga di Kelurahan ini berbondong-bondong kepada fasilitator P2KP,  bermohon untuk diberikan pinjaman modal usaha  tersebut”. (wawancara, 16 Juli 2012).

Dari keterangan di atas, menunjukkan bahwa dengan adanya bantuan pemberian dana bergulir oleh P2KP kepada keluarga miskin di Kelurahan Abeli, memberikan dampak yang begitu berarti bagi perkembangan dan kemajuan kehidupan perekonomian mereka. Hal inilah yang menjadi harapan dan orientasi dari sebuah program penanggulangan kemiskinan sekaligus harapan seluruh jajaran pemerintah. Oleh karena itu, kegiatan pembangunan harus selalu senantiasa diarahkan pada peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat termasuk masyarakat miskin di perkotaan dengan mengedepankan berbagai metode atau pendekatan perencanaan pembangunan yang lebih baik dan berkelanjutan.
Kenyataan di atas, sejalan dengan pandangan Max Weber mengenai kehidupan ekonomi dan sosial, dimana kedua hal itu merupakan tindakan aktor yang dinyatakan sebagai tindakan sosial sejauh tindakan tersebut memperlihatkan tingkah laku individu lain dan oleh karena itu diarahkan pada tujuan tertentu. Dengan demikian, sistem sosial ekonomi membahas mengenai rangkaian upaya tentang bagaimana cara orang atau masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka baik melalui sektor formal maupun sektor jasa dan barang dengan menggunakan pendekatan-pendekatan sosiologi. Cara yang di maksud berkaitan dengan aktivitas orang dan masyarakat yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukangan,  konsumen, jasa dan barang-barang langka. Hal inilah yang dijalankan oleh masyarakat Kelurahan Abeli dengan adanya P2KP dalam upayanya mempertahankan kehidupan ekonominya.
Selain itu, ada pula pengakuan dari seorang fasilitator P2KP di Kelurahan Abeli, Ruslin (40), terkait dengan upaya P2KP dalam menanggulangi kemiskinan dengan memberikan bantuan dana bergulir atau pinjaman modal usaha, bahwa :
“sebelum kami menyusun sebuah program penanggulangan kemiskinan, tentunya terlebih dahulu kami konfirmasi dengan pihak warga mengenai program apa yang tepat untuk digulirkan. Dengan demikian, masing-masing warga saling berkomunikasi dengan warga lainnya membicarakan program apa yang tepat untuk diterapkan dan kemudian mereka sepakat bersama-sama mengajukan usulan program yang sama, termasuk mereka meminta untuk diberikan pinjaman modal. Setelah itu kami pun berusaha untuk mewujudkan kemauan mereka tersebut”. (wawancara, 16 Juli 2012).

Dari informasi di atas, ternyata pihak P2KP terlebih dahulu mengadakan konfirmasi kepada masyarakat di Kelurahan Abeli untuk kemudian bersama-sama mengeluarkan keputusan mengenai program yang akan dilaksanakan. Dari kenyataan ini, sungguh bertolak belakang dengan pengakuan salah seorang warga Kelurahan Abeli, Rustam (30), bahwa :
“memang pihak P2KP melakukan konfirmasi terlebih dahulu kepada warga sebelum dikeluarkannya keputusan, akan tetapi warga tersebut adalah mereka-mereka yang hanya dekat dengan fasilitator P2KP. Jadi wajar saja kalau keputusan yang dihasilkan adalah keputusan bersama. Beda halnya dengan kami yang tidak dilibatkan dalam pertemuan-pertemuan itu yang memang saya merasa sangat pantas untuk mendapatkan bantuan-bantuan yang telah disepakati tersebut, justru tidak pernah menikmati hal itu. Tentu ini adalah salah satu perbuatan pilih kasih pengurus P2KP, sehingga potensi salah sasaran atau salah orang untuk diberikan bantuan itu besar sekali”. (wawancara, 17 Juli 2012).

Persepsi informan di atas, tentu sangat disayangkan dengan munculnya pandangan itu. Betapa tidak, di tengah-tengah masyarakat lain berlomba-lomba membicarakan bantuan P2KP yang akan dicanangkan, ternyata ada pihak lain yang merasa terpinggirkan dengan urusan bantuan P2KP tersebut, padahal pihak itu sangat pantas untuk ikut menikmati dan memanfaatkan semua program penanggulangan kemiskinan tersebut.
Fenomena tesebut di atas, menjadi tolak ukur maupun indikator berhasil tidaknya sebuah program pengentasan kemiskinan, termasuk P2KP yang dilaksanakan di Kelurahan Abeli. Sebuah program berhasil apabila hasil dari program tersebut membawa dampak yang begitu berarti bagi masyarakat. Artinya, ada perubahan ke arah yang lebih baik daripada sebelumnya dengan adanya program penanggulangan kemiskinan tersebut.
Adapun yang menjadi kesimpulan dari program ekonomi yang telah dilaksanakan oleh P2KP di Kelurahan Abeli adalah dalam bentuk pemberian pinjaman modal usaha atau dana bergulir kepada keluarga miskin di Kelurahan Abeli untuk digunakan sebagai modal untuk membuka sebuah usaha guna perbaikan taraf kehidupan eknonomi masyarakat, meskipun masih ada sebagian warga di Kelurahan Abeli yang mempunyai persepsi bahwa program P2KP itu hanya diberikan kepada mereka-mereka yang hanya dekat dengan pihak-pihak penyelenggara P2KP, sehingga hal ini dapat menimbulkan tidak tepatnya sasaran program P2KP.
3.      Persepsi Masyarakat Terhadap Program Lingkungan P2KP
Program Pengentasan Kemiskinan Di Perkotaan (P2KP) yang dilaksanakan di Kelurahan Abeli, juga memprioritaskan kinerjanya di bidang lingkungan. Lingkungan yang dimaksud bekaitan dengan pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur mempunyai peranan yang vital dalam pemenuhan hak dasar rakyat. Infrastruktur adalah katalis pembangunan. Kertersediaan infrastruktur dapat memberikan pengaruh pada peningkatan akses masyarakat terhadap sumberdaya sehingga meningkatkan akses produktivitas sumberdaya yang pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi. Infrastruktur atau prasarana dan sarana fisik, di samping memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan kesejahteraan sosial dan kualitas lingkungan juga terhadap proses pertumbuhan ekonomi suatu wilayah atau region. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan indikasi bahwa wilayah yang memiliki kelengkapan system infrastruktur lebih baik biasanya mempunyai tingkat kesejahteraan sosial dan kualitas lingkungan serta pertumbuhan ekonomi yang lebih baik pula.
Sehubungan dengan hal di atas, salah satu pembangunan infrastruktur adalah pembagunan jalan raya yang bertujuan untuk mempermudah akses transportasi, seperti yang dilaksanakan oleh program P2KP di Kelurahan Abeli. Pembuatan raya ini berupa jalan rintisan atau jalan setapak yang dapat mempermudah akses dari satu tempat ke tempat lainnya, serta pembuatan atau perbaikan drainase yang memperlancar arus pembuangan air yang dapat mencegah terjadinya banjir.
Pembangunan infrastruktur tersebut tentunya sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat di Kelurahan Abeli, karena dapat mempermudah akses dari satu tempat ke tempat lainnya dalam lingkungan kelurahan, seperti pembuatan jalan setapak, begitu pula dengan drainase yang dapat mencegah terjadinya banjir sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Kelurahan Abeli. Hal ini diakui oleh salah seorang warga Kelurahan Abeli, Burhan (40), yang menyatakan bahwa:
“saya pribadi sangat bersyukur dan merasakan betul manfaat dari pembuatan drainase yang ada di kelurahan ini. Bagaimana tidak, rumah saya yang setiap tahunnya hampir dikena banjir akibat dari musim hujan, maka dengan adanya drainase sudah tidak terkena banjir lagi. Yang dulunya setiap kali turun hujan saya merasa was-was jangan sampai kebanjiran rumahku, sekarang sudah tidak lagi”. (wawancara, 17 Juli 2012).

Dari informasi di atas, kita dapat mengetahui manfaat yang begitu berarti bagi warga yang rumahnya berada di daerah yang rawan banjir di Kelurahan Abeli. Drainase yang mempunyai fungsi mengatur jalannya air dari hujan untuk kemudian diteruskan ke pembuangan sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Kelurahan Abeli. Hal itu tentunya merupakan salah satu keberhasilan P2KP dalam melaksanankan programnya di Kelurahan Abeli. 
Selain itu, ada pula bentuk program lain dari P2KP mengenai lingkungan yakni pembuatan jalan rintisan yang menghubungkan satu tempat ke tempat lainnnya di Kelurahan Abeli yang memang sebelumnya susah dijangkau. Olehnya itu, dengan program rintisan ini, maka dibukalah jalan-jalan setapak sehingga mempermudah masyarakat Kelurahan Abeli yang memanfaatkannya. Bukan hanya itu, ada pula fungsi yang lebih mengarah ke nilai estetika dengan dibukanya jalan-jalan setapak tersebut, yakni semakin memperindah pemandangan dalam kelurahan tersebut. Artinya, dengan dibukanya jalan ini tentunya akan membersihkan terlebih dahulu lokasi yang akan dijadikan sebagai jalur dibuatnya jalan tersebut, jadi dengan demikian pandangan lokasi tersebut sebelumnya tidak indah maka dengan setelah dibuatnya jalan tersebut pemandangan yang indah lah yang ada di jalan tersebut. Hal ini diakui oleh salah seorang warga Kelurahan Abeli, Rama (35) yang menyatakan bahwa :
“sebelumnya saya sedikit tidak nyaman dengan rerumputan liar yang bersebelahan dengan batas wilayah rumah kami. Saya pun tidak sanggup bila seharusnya rutin untuk membersihkan rumputnya, toh juga bukan tanah saya. Akan tetapi jika tidak dibersihkan justru merusak pemandangan di lingkungan rumah karena bersebelahan dengan batas kintal rumah. Dengan demikian saya pun jadi simalakama dan akhirnya kebingungan. Alhasil, dengan datangnya program P2KP tentang pembuatan jalan-jalan setapak atau rintisan jalan lainnya untuk menguhubungkan dua buah tempat di kelurahan ini, salah satunya adalah disamping rumah saya itu. Sungguh sangat bersyukur dengan program itu, apapun saya akan korbankan baik itu tenaga, pikiran, maupun materi yang penting jalanan itu jadi, terutama di samping rumah saya, sehingga pemandangan di rumah saya bisa sedikit indah dibanding dengan sebelumnya dimana disamping rumah banyak terdapat semak-semak”. (wawancara, 17 Juli 2012).

Dari keterangan di atas, keberadaan program P2KP yang dilaksanakan di Kelurahan Abeli untuk di bidang lingkungan sangat diapresiasi oleh masyarakat setempat sehingga menimbulkan persepsi yang positif dengan adanya program itu, walaupun masih ada sedikit kelemahan yang timbul dari program lainnya P2KP. Terbukti, dengan dibukanya jalan-jalan ini semakin mempermudah masyarakat Kelurahan Abeli dalam mengakses tempat-tempat tertentu yang tidak bisa dijangkau dengan kecuali dengan dibukanya jalan tersebut.
Kenyataan ini dibenarkan oleh Kepala Kelurahan Abeli, Bapak La Ode Baharuddin (50) yang menyatakan bahwa :
”saya melihat masyarakat disini sangat senang dengan dibukanya jalan-jalan rintisan yang dilaksanakan oleh P2KP. Dengan demikian, warga yang merasa mendapatkan manfaat positif dari program tersebut akan mempunyai penilaian ataupun persepsi yang baik terhadap jalannya program P2KP tersebut. Ketika hal ini nuansanya sama dengan program-program lainnya, maka kehadiran P2KP sebagai Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan akan selalu dirindukan kehadirannya oleh masyarakat”. (wawancara, 17 Juli 2012).

Dari keterangan di atas, terdapat harapan dari unsur pemerintah dalam hal ini Kepala Kelurahan yang mendambakan bahwa semua program yang telah dilaksanakan diharapkan dapat mempunyai asas manfaat yang sama antara satu dengan lainnya. Artinya tidak membeda-bedakan program mana yang bermanfaat tapi semuanya harus bemanfaat.
Dengan berpegangan bahwa salah satu indikator kesejahteraan masyarakat sebuah daerah adalah dengan melihat segala infrastruktur yang terdapat di dalamnya, maka P2KP pun tidak akan melupakan hal tersebut, karena sudah menjadi tugas dan wewenang pengurus P2KP lah yang bekerja sama dengan pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat miskin di perkotaan yang pada akhirnya adalah kemandirian masyarakat pada umumnya.
Kemandirian masyarakat diharapkan dapat terwujud dengan mengimplementasikan pendekatan Tridaya. Pendekatan Tridaya pada hakekatnya merupakan pendekatan yang menekankan proses pemberdayaan sejati mendukung pembangunan berkelanjutan, yaitu pemberdayaan manusia seutuhnya agar mampu membangkitkan ketiga daya yang telah dimiliki manusia, yaitu daya sosial agar tercipta masyarakat efektif secara sosial, daya ekonomi agar tercipta masyarakat produktif secara ekonomi dan daya pembangunan agar tercipta masyarakat yang peduli dengan pembangunan agar tercipta lingkungan yang lestari. Seperti demikian pulalah yang menjadi agenda pokok dari P2KP yang dilaksanakan di Kelurahan Abeli.
Dari semua pembahasan mengenai program P2KP di bidang lingkungan, maka yang menjadi kesimpulan adalah dari semua program P2KP di bidang lingkungan yang telah dilaksanakan di Kelurahan Abeli, mulai dari pembuatan drainase atau saluran air maupun pembuatan jalan-jalan setapak, sangat didukung dan diapresiasi oleh masyarakat setempat, terlepas dari program P2KP lainnya yang masih banyak terdapat kekurangan.
Demikianlah pembahasan mengenai persepsi masyarakat terhadap Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan  (P2KP) yang dilaksanakan di Kelurahan Abeli, dimana dengan hadirnya program tersebut justru mengundang banyak persepsi atau pendangan bahkan penilaian terhadap prosedur kerja ataupun kinerja dari pelaksanaan program tersebut.    












BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan sebelumnya, maka penulis menarik kesimpulan mengenai persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) di Kelurahan Abeli Kecamatan Abeli Kota Kendari, yakni sebagai berikut :
1.      Dari program sosial yang telah dilaksanakan oleh P2KP, banyak dari pihak warga yang mempunyai persepsi merasa sangat beruntung dengan adanya program P2KP seperti diberikannya bantuan sembako kepada keluarga miskin, dimana hal ini juga dapat memicu semangat mereka yang bersangkutan untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi. Namun di lain sisi ada pula pihak warga yang merasa kecewa karena tidak mendapatkan bantuan P2KP seperti tidak mendapatkan layanan pengobatan gratis, sehingga hal ini akan menimbulkan keapatisan warga yang bersangkutan dalam semua program pembangunan termasuk dalam Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan (P2KP) di Kelurahan Abeli.
2.      Program ekonomi yang dilaksanakan oleh P2KP, yakni dalam bentuk pemberian pinjaman modal usaha atau dana bergulir kepada keluarga miskin di Kelurahan Abeli untuk digunakan sebagai modal untuk membuka sebuah usaha guna perbaikan taraf kehidupan eknonomi masyarakat, meskipun masih ada sebagian warga di Kelurahan Abeli yang mempunyai persepsi bahwa program P2KP itu hanya diberikan kepada mereka-mereka yang hanya dekat dengan pihak-pihak penyelenggara P2KP, sehingga hal ini dapat menimbulkan tidak tepatnya sasaran program P2KP.
3.      Program P2KP di bidang lingkungan, telah dilaksanakan di Kelurahan Abeli, mulai dari pembuatan drainase atau saluran air maupun pembuatan jalan-jalan setapak, sangat didukung dan diapresiasi oleh masyarakat setempat, terlepas dari program P2KP lainnya yang masih banyak terdapat kekurangan.  
B.     Saran
Berdasarkan pada kesimpulan dan uraian-uraian diatas maka ada beberapa hal yang menjadi saran dalam penelitian ini yakni :
1.      Pemerintah maupun fasilitator P2KP perlu meningkatkan koordinasinya dengan masyarakat sasaran program agar pelaksanaannya tidak salah arah.
2.      Perlu adanya sosialisasi kebijaksanaan terhadap pelaksanaan P2KP sehingga tidak terjadi tumpang tindih antara keinginan masyarakat dengan kebutuhan masyarakat.
3.      Diharapkan agar dari pihak pemerintah baik pemerintah tingkat atas maupun pemerintah Kelurahan sendiri lebih meningkatkan pelayanannya terhadap masyarakat dalam semua program pengentasan kemiskinan.
  


DAFTAR PUSTAKA
Sasono, Adi dan Sritua Arief. 1981. Ketergantugan dan Keterbelakangan. Sebuah Studi Kasus. Sinar Harapan. Jakarta.

Bayo, Andre Ala. 1985. Beberapa Pendekatan dan Strategi Memerangi Kemiskinan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Anggraini, Dewi. 2006. Pelaksanaan Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan Terhadap Pemukiman Kumuh di Kelurahan Lapulu Kecamatan Abeli Kota Kendari. Tesis. Makassar : Program Pasca Sarjana Unhas (UNHAS).

Dhaldjoeni, N. 1997. Seluk Beluk Masyarakat Kota (Pusparagoni Sosiologi Kota dan Ekologi Sosial). PT. Alumni. Jakarta.

Direktorat Jendral Perumahan dan Pemukiman. Departemen Pemukiman Prasarana Wilayah. 2003. Pedoman Umum P2KP. P2KP. Jakarta.

Hayeb, 1993. Kamus Indonesia Populer. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Indrawijaya, Adam. 1984. Psikologi Perkembangan. Erlangga. Jakarta.

Koentjaraningrat, 1990. Sejarah Teori Antropologi. Rajawali. Jakarta

Mansyur, Choiril. 1998. Sosiologi Masyarakat Kota dan Desa. Usaha Nasional. Surabaya-Indonesia.

Rakhmat, Djalaluddin. 1994. Psikologi Komunikasi. Remaja Karya. Bandung.

Satori, Djam’an dan Komariah A’an. 2010. Metode Penelitian kualitatif. Alfabeta : Bandung

Soekanto, Soerjono. 1981. Pribadi dan Masyarakat. PT. Alumni. Bandung.    

Soekanto, Soerjono. 1995. Sosiologi Suatu Pengantar. PT. Raja Gravindo Persada. Jakarta.
 
Syani, Abdul, 1986. Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial, Fajar
Agung, Jakarta

Thoha, Mifta. 1993. Perilaku Organisasi, Konsep, dan Aplikasinya. Rajawali : Press. Jakarta.

 Wiranata, I Gede A.B, 2002. Antropologi Budaya, PT Aditya Bakti,
Bandung


http://www.Persepsi.or.id/index,htm

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Halo, nama saya Dewi Rumapea, saya berasal dari indonesia. Saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman agar berhati-hati karena ada penipuan di mana-mana. Beberapa bulan yang lalu, saya merasa tegang secara finansial dan putus asa, saya ditipu oleh beberapa pemberi pinjaman secara online. Saya hampir kehilangan harapan sampai seorang teman saya menghubungi saya kepada pemberi pinjaman yang sangat andal yang disebut perusahaan pinjaman Glory, yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sejumlah 500 juta dalam waktu kurang dari 3 jam tanpa tekanan atau tekanan pada tingkat bunga rendah 2%. Saya sangat terkejut saat memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya ajukan, dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan. Jadi saya berjanji akan membagikan kabar baik, agar orang bisa mendapatkan pinjaman dengan mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman apa pun, hubungi Ibu Glory melalui email: gloryloanfirm@mail.com.
Anda juga bisa menghubungi saya di dewiputeri9@gmail.com saya

Amisha mengatakan...


Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

Posting Komentar

Footer Widget 1

Sample Text

Text Widget

Footer Widget 3

Recent Posts

Download

Blogger Tricks

Blogger Themes

Diberdayakan oleh Blogger.

Footer Widget 2

Popular Posts